Bagaimana tidak, mulai kasak-kusuk tagar yang trending di media sosial pekan lalu,#prabowojumatandimana, hingga ancaman pelarangan yang dikeluarkan Takmir Mesjid Agung Semarang menyedot perhatian sebagian besar rakyat pada persoalan yang paling privasi itu.
“Prabowo yang sejak awal tidak mau mempolitisasi ibadahnya, pada akhirnya dipolitisasi oleh lawan-lawannya. Bukan keinginan Prabowo membesar-besarkan salat jumatnya. Tapi ada kelompok yang agaknya memang senang menggunakan issue ini untuk menyerang,” kata Ketua GNPF Ulama Kota Binjai Ustaz Sani Abdul Fatah dilansir dari RMOL.CO, Sabtu (16/2) malam.
Akibat dari hebohnya salat jumat Prabowo itu, lanjut Ustaz Sani, wartawan pun seakan kecolongan dengan salat jumat yang dilakukan petahana, Presiden Joko Widodo.
“Saking ramainya pemberitaan mengenai salat jumat Prabowo, petahan seakan menghilang dan tipis pemberitaan,” lanjut Ustaz Sani.
Cukup mengejutkan, lanjut Sani, ketika di satu pihak, pemberitaan serta pengawasan berlebihan dilakukan untuk memantau salat jumat sang penantang, Prabowo.
“Sangat terkejut kita, ketika salat jumat Prabowo yang pada pekan lalu masih dipertanyakan, eh pada Jumat (15/2) ini malah menyedot banyak perhatian. Bahkan diawasi ketat,” kata Sani heran.
Rasa terkejut itu, terang Sani, semakin menjadi-jadi tatkala di sisi yang lain, salat jumat yang dilakukan Jokowi malah diikuti kegiatan bagi-bagi sertifikat.
“Petahana sepi pemberitaan. Sekalinya diberitakan bagi-bagi sertifikat di masjid Bengkulu. KPU dan Bawaslu kemana?” kata Sani mempertanyakan.
“Nah, kalau sudah begini, siapa sebenarnya yang menjadikan masjid sebagai ajang politik . Siapa yang menjadikan tempat ibadah sebagai ajang kampanye?” tandas Sani.
Seperti diberitakan, Presiden Joko Widodo pada Jumat (15/2) melaksanakan salat Jumat di Masjid Raya Baitul Izzah, Bengkulu. Usai salat Jumat, Jokowi membagikan sertifikat tanah wakaf untuk rumah ibadah dan lembaga pendidikan di Bengkulu. [RMOL]