JAKARTA, SUARAKALTIM.com – Dalam pledoinya, Aman Abdurrahman menyangkal keterlibatan dirinya dengan kasus pengeboman yang terjadi di beberapa tempat sebagaimana didakwakan jaksa. Dia juga sempat menceritakan kisah pertemuannya dengan seorang profesor asal Singapura.
Dihadapan majelis hakim, Aman menjelaskan bahwa kajian yang disampaikannya belum masuk dalam masalah jihad. “Pembahasan buku kajian saya belum sampai masalah jihad, baru sampai membahas Tauhid. Saya tidak pernah membahas Jihad,” kata Aman dalam pembelaannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (25/05/2018).
Aman mengatakan bahwa kasus yang menjeratnya sarat nuansa politik. Dia mengaku baru mengetahui kasus-kasus tersebut saat disebutkan dalam persidangan. “Pengaitan saya dengan kasus-kasus yang terjadi sangat kental akan nuansa politik. Politik lah yang berperan dibelakang ini,” ujarnya.
Dalam persidangan tersebut, Aman Abdurrahman sempat meminta semua yang hadir di persidangan untuk mendengar dengan seksama kisahnya. Dia kemudian menyebutkan kisahnya ketika didatangi oleh seorang Profesor dari Singapura.
Aman menyebutkan bahwa seorang profesor bernama Rohan Gunaratna mendatanginya saat berada di penjara. Rohan, Kepala Pusat Penelitian Terorisme dan Kekerasan Politik di Singapura, datang bersama seorang penerjemah ditemani oleh dua orang perwira. Kedatangan mereka kepada Aman untuk mewawancarainya terkait Ideologi dan beberapa konsep dalam Islam. Aman mengaku dirinya menjawab semua pertanyaan yang diajukan dengan pemahaman ilmu dari paham yang diyakininya.
Tak hanya sekali, dalam pertemuan kedua Prof. Rohan membawa kamera untuk merekam wawancara dengan Aman. Sedangkan pertemuan ketiga yang rencananya pada waktu itu akan berlangsung pukul 13:30 diundur menjadi pukul 17:00 karena Prof. Rohan dikabarkan tengah bertemu dengan salah satu petinggi negara.
Aman menuturkan bahwa dalam pertemuan ketiga, Profesor menawarkan kesepakatan kepada Aman untuk berkompromi dengan pemerintah. Jika setuju maka akan dibebaskan, dan jika tidak maka Aman akan dijatuhi hukuman seumur hidup.
“Saya tolak, saya katakan bahwa saya tidak akan keluar dari penjara ini kecuali dalam keadaan mati syahid atau keluar dengan sebagai pemegang ajaran ini,” kata Aman.
Tak sampai disitu saja, Profesor kemudian mengatakan bahwa dirinya merupakan pengagum Indonesia dan akan mengajak Aman ke Museum Indonesia. Aman yang kemudian menolak, kemudian kembali mendapat tawaran dari profesor untuk makan bersama di luar penjara.
“Saya tolak, saya tau ini ranjau. Ini bertujuan untuk membungkam saya,” ujarnya.
Terkait vonis untuknya, Aman mempersilakan hakim untuk memberikan hukuman kepadanya. Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) menuntutnya dengan hukuman mati. “Silahkan vonis saya seumur hidup, atau eksekusi saya. Hati saya hanya bersandar pada penguasa langit dan bumi,” pungkasnya.
sk-004/Qoid/kiblat