JAKARTA, www.suarakaltim.com– Video seorang pendeta arahkan jemaat gereja memilih 1 dalam pemilihan presiden yang akan dilaksanakan pada 17 April 2019 mendatang viral di media sosial.
Di depan para jemaat gereja, pendeta menyampaikan bahwa sesuai peraturan KPU, pemilih hanya boleh memilih 1 karena memilih 2 tidak sah.
“KPU bilang apa? KPU bilang ada dua pilihan. Anda harus memilih 1, memilih 2 tidak sah,” kata pendeta tersebut.
Pendeta itu kembali mengulangi ucapannya. Ia mengatakan, dalam kertas suara terdapat dua pilihan. Namun Ia mengingatkan agar memilih 1 karena memilih 2 tidak sah.
“Pilih 2 tidak sah ya. Oma, ingat lo, milih 2 tidak sah,” katanya seraya menunjuk kepada salah satu jemaat gereja.
Pendeta itu yakin tidak akan dipanggil atau ditangkap Bawaslu karena pernyataannya tersebut. Sebab, dia mengklaim tidak mengarahkan jemaat gereja memilih calon tertentu. Dia hanya menjelaskan peraturan KPU.
“Jadi saya tidak akan ditangkap Bawaslu karena saya tidak mengarahkan Anda lho, hanya memberikan peraturan KPU. Jadi ada dua pilihan, harus milih 1, milih 2 tidak sah,” katanya.
“Maka Anda harus bersatu hati, berdua hati tidak betul, ya. Harus bersatu hati,” pungkasnya.
Belum diketahui kapan dan dimana lokasi pengambilan video tersebut. Video ini telah beredar luas di media sosial dan situs berbagi video, Youtube.
Berikut ini video pendeta arahkan jemaat gereja pilih 1 karena memilih 2 tidak sah:
Uskup Agung Larang Kampanye di Gereja
Sementara itu, Uskup Agung Samarinda, Mgr Yustinus Harjosusanto MSF menerbitkan Surat Gembala tentang pemilu dengan judul ‘Pilihlah Secara Benar Bertanggungjawab dan Tepat’.
Surat Gembala tertanggal 11 Februari 2019 dan ditandatangani Mgr Yustinus ini mulai dibacakan di gereja-gereja se Keuskupan Agung Samarinda pekan ini.
Di dalam surat tersebut, Uskup Agung menegaskan agar tempat dan momen ibadah harus steril dari kampanye politik yang dibawa para caleg, partai politik, maupun relawan.
Ini berlaku secara umum, termasuk bagi kader partai maupun caleg yang beragama Katolik.
Mgr Yustinus menganggap serius persoalan ini. Bahkan khusus untuk tempat ibadah, pihaknya akan melakukan pengawasan agar gereja benar-benar steril dari kampanye politik.
Menurut Mgr Yustinus, kampanye juga tidak boleh dilakukan dalam momen ibadah di lingkungan-lingkungan Paroki. Seperti menyebarkan selebaran, kartu nama, kalender, yang berkaitan dengan politik jelang pileg dan pilpres.
Uskup Agung juga mengimbau para fungsionaris gereja, baik itu katekis, anggota dewan paroki atau stasi yang menjadi kader partai atau calon legislatif, agar tidak menggunakan posisi dalam Gereja untuk kepentingan partai atau dirinya.
Bahkan Uskup Agung meminta caleg maupun kader partai yang aktif di fungsionaris gereja agar segera non aktif dalam menjalankan fungsinya di gereja.
“Bila seorang fungsionaris gereja, yang adalah kader partai atau calon legislatif, tidak bisa atau dinilai sulit melepaskan kepentingan partai atau dirinya ketika menjalankan tugas kegerejaannya. Saya minta untuk sementara waktu sampai dengan pemilu untuk non aktif,” ucap Mgr Yustinus, Minggu, 17 Februari 2019. {one/pojoksatu}