Iblis Pemakan Mimpi
cerpen : Akhmad Zailani
Kota Seribu Lubang, 2030.
AKU termenung di ranjang. Jarum jam menunjukkan hampir pukul 03.00 subuh.
Suara exavator masih terdengar meraung-raung. Aktivitas pertambangan batu bara berjarak sekitar 100 meter dari tempat tinggal kami.
Istriku juga terbangun. Beberapa malam ini (mungkin sudah sekitar 8 hari-an), aku tidak mempunyai mimpi lagi. Apalah artinya tidur bila tidak mempunyai bunga tidur?
Setelah terbangun, aku menanyakan kepada istriku, apakah saat tidur dia ada bermimpi? Bermimpi tentang apa saja.
Istriku menggeleng. Sama seperti tidur-tidurku, istriku juga kehilangan atau mungkin tepatnya kehabisan mimpi.
Aku bingung, kenapa aku tidak memiliki bunga tidur lagi? Aku berpikir-pikir; bila aku tak mempunyai mimpi, bisa jadi aku kehilangan pikiran? Tapi apakah mimpi ada hubungannya dengan otak yang berpikir?
Setiap malam aku berupaya menumbuhkan mimpi. Mimpi tentang apa saja. Bahkan mimpi dipatuk ular boleh juga daripada tak mimpi sama sekali. Atau mimpi kecebur di sungai. Atau mimpi yang dulu-dulu diulang lagi tak apalah. Seperti mimpi basah. Bila pun mimpi indah sulit didapat, mimpi buruk pun tak apa. Tapi hingga malam-malam selanjutnya tidurku tak juga dipenuhi mimpi. Aku bingung. Istriku juga bingung. Aku masih belum menanyakan kepada tetangga, apakah mereka juga kehilangan mimpi?
Aku dan istri mengajukan cuti beberapa hari. Siangnya, aku dan istri berjalan-jalan, setelah hujan semalam. Bila turun hujan (walaupun sebentar), beberapa tempat di kotaku terjadi banjir. Air hingga setinggi lutut orang dewasa. Karena sering tergenang air, maka jalan-jalan di kotaku banyak yang rusak. Aku tak sepenuhnya menyalahkan air yang parkir di beberapa wilayah di kota. Kendaraan yang mengangkut batu bara juga mempunyai andil atas kerusakan jalan di kotaku. Setelah era minyak bumi, gas, banjir kap, kini daerah kelahiranku mengalami era banjir batu bara. Setelah hutan digunduli, dan diambil kayunya, kini penambangan batu bara lebih gila lagi. Tanah-tanah digali hingga mencapai kedalaman seratusan meter. Sejumlah bekas galian batu bara dibiarkan berlubang-lubang. Lubang-lubang bekas galian tambang itu sudah menyantap nyawa anak-anak. Aku melihat, hampir setiap hari ada saja ponton yang mengangkut batu bara melintas di Sungai Mahakam. Aku berjalan-jalan ke sejumlah tempat di kotaku agar malamnya mimpi bisa hadir dalam tidurku.
19 tahun yang lalu—di tahun 2011—aku pernah mendengar tentang berita, yang menyebutkan daerahku yang menyumbangkan kontribusi Rp 320 trilyun sebagai produk domistik regional bruto. Rp 130 trilyun dari hasil menguras migas dan Rp 84 trilyun dari mengeruk batu bara. Lalu, hanya sekitar hampir Rp 3 trilyun lebih hingga sekitar Rp 12,06 trilyun yang diberikan oleh pemerintah pusat untuk daerahku. Kini luas penambangan batu bara hampir mencapai 60 persen dari luas daerahku. Seperti kawin kontrak, setelah mengeruk batu bara, lahan bekas galian ditinggalkan tidak direklamasi.
Malamnya, upayaku untuk menumbuhkan bunga tidur ternyata sia-sia. Tak ada mimpi. Aku berupaya mengingat-ngingat, tapi sungguh tidurku hanya kosong. Tidurku tak berbunga, untuk sekejap mimpi pun. Karena tak ada mimpi, aku gelisah.
Aku jadi rajin mencari-cari informasi tentang mimpi. Ada informasi yang kudapat tentang mesin pembuat mimpi. Cara pengoperasian mesin ini cukup mudah. Sebelum tidur, kita cukup melihat gambar yang ada di monitor dan merekam kalimat yang menggambarkan mimpi yang kita inginkan. Saat tidur, alat ini bekerja mengkombinasikan suara yang terekam, cahaya redup, musik lembut dan aroma perangsang. Aku lantas membeli mesin pembuat mimpi itu. Beberapa kali aku coba, suasana lampu yang redup, dengan iringan musik yang syahdu hingga menghentak-hentak dan berbagai aroma untuk merangsang, tetap saja mimpi tak ada dalam tidurku. Aku juga sudah menghidupkan suara pembacaan ayat Al Qur’an melalui televisi hingga semalamam. Entah, caranya bagaimana, iblis itu berhasil mencuri mimpiku dan memakannya.
‘’Kamu bermimpi apa semalam?” aku bertanya kepada istriku.
“Aku tak mempunyai mimpi apa-apa” jawab istriku sedih.
Kami berdua menjadi rindu dengan mimpi. Kenapa mimpi-mimpi tak pernah datang lagi dalam tidur kami? Dulu, sekalipun kami tidur berdampingan, kami masih diberi mimpi yang tidak sama. Kami saling menceritakan mimpi masing-masing. Sekalipun memang, mimpi tak ada kaitannya dengan dunia nyata. Walaupun memang ada yang mengaitkan-ngaitkan mimpi dengan dunia nyata, seperti Syahdul, si raja nomor. Sejak beberapa tahun lalu, Syahdul juga seperti mati akal. Dia tak bisa mengaitkan arti mimpi dengan nomor undian yang dibelinya. Karena mimpi juga telah hilang dalam tidurnya.
“Tidur itu seperti mati sebentar” kata Syahdul meniru kalimat seorang filosuf yang dia lupa namanya.
Apa yang diingat bila saat tidur tak ada mimpinya? Menurut pakar, mimpi itu hadir secara bertahap, dan mimpi terakhir yang biasanya bisa diingat. Tapi, aku tak bisa mengingat apa-apa. Padahal mimpi bisa melepas kegelisahan, atau untuk mengungkapkan reaksi yang tersembunyi. Mimpi membuat hidup menjadi menarik. Mimpi buruk sekalipun, yang bisa menjadi isyarat mengingatkan. Tapi kemana mimpi-mimpiku?
Aku ingin bermimpi melihat hantu, yang artinya alamat akan sukses dalam usaha. Aku ingin mimpi dikejar hantu, artinya alamat akan timbul kesalahan, maka aku harus berhati-hati. Aku ingin mimpi mengejar hantu, yang artinya akan memperoleh sesuatu. Aku ingin mimpi meminjamkan uang kepada orang yang membutuhkan, yang artinya aku akan turut campur dalam urusan yang baik dengan orang lain. Aku ingin diberi pinjaman uang, artinya akan mendapat hubungan baik dengan orang lain. Aku ingin mimpi kehilangan uang, artinya akan memperoleh karunia yang halal. Aku ingin mimpi mendapat uang di jalan, artinya akan ditolong orang. Aku ingin mimpi apa saja.
Dari seorang ustadz aku mendengar, Nabi Muhammad pernah bersabda, sesungguhnya salah satu mimpi itu diantaranya mimpi-mimpi buruk yang menakutkan yang datang dari iblis untuk membuat sedih anak Adam. Aku jadi berpikir-pikir; jangan-jangan hilangnya bunga tidur kami karena perbuatan iblis?
Aku yakin, iblis kini tak hanya memain-mainkan manusia lewat mimpi buruk, tapi sudah memakan mimpi-mimpi setiap orang. Aku harus menyelidiki ini.
Hari-hari selanjutnya, aku bertanya kepada tetangga, teman-temanku; apakah semalam dia bermimpi. Ternyata mereka semua menjawab, tidak pernah lagi memiliki mimpi saat tidur.
Malamnya, aku sengaja tidur belakangan dari istriku. Aku mengamati tidurnya. Biasa-biasa saja. Mengigau juga tidak. Terus malam-malam selanjutnya, reaksi istriku saat tidur biasa saja. Mata terpejam, wajah tenang dan tak bergerak-gerak seperti orang mati. Yang menandakan hidup suara nafasnya yang pelan. Di pertengahan tidur aku membangunkannya. “ Apakah mimpi sudah ada?” dia menggelengkan kepala dan kembali tidur.
“Mimpi apa kamu semalam?” tanyaku kepada seorang kawan di luar daerah.
“Aku tidak bermimpi apa-apa” jawabnya.
Setelah malam-malam tidur tanpa mimpi, akhirnya di suatu malam aku mendapatkan mimpi. Di dalam mimpi aku melihat iblis yang keluar dari lubang-lubang bekas galian tambang batu bara. Tidak hanya satu dua iblis. Tapi jutaan iblis. Wajahnya mengerikan. Aku tidak tahu, termasuk iblis jenis apa ini.
Jutaan iblis itu keluar di malam hari, dari lubang-lubang bekas galian batu bara. Mereka berjalan ke arah kota, menuju rumah-rumah, mendekati orang-orang yang tertidur lelap, dan beramai-ramai berebutan makan bunga-bunga mimpi. Bahkan ketika bunga mimpi masih kuncup, para iblis itu sudah merebutnya. Iblis-iblis menghilang setelah orang terbangun dari tidur.
Orang-orang ada yang berdoa, agar iblis tak menganggu tidurnya. Memang tidurnya tidak diganggu, tapi mimpi-mimpi yang tumbuh dengan lahapnya dimakan para iblis. Setiap malam, iblis-iblis dari lubang bekas galian batu bara itu berpesta menyantap mimpi-mimpi, yang tumbuh dan berbunga dari tidur orang orang.
Mimpiku itu jelas kuingat. Karena setelah itu aku tak bermimpi lagi. Aku kembali kehilangan mimpi.
***
ADANYA iblis-iblis yang keluar malam hari dari bekas galian tambang batu bara di kotaku cukup menganggu pikiranku. Aku terus teringat mimpi itu. Mungkin karena lama sekali aku tak bermimpi. Lalu, bagaimana aku bisa mendapatkan mimpi-mimpiku lagi? Untuk melawan jutaan iblis itu aku rasa aku tak sanggup. Ini bukan dalam film, yang akhir jalan ceritanya tokoh jahat akan kalah atau mati.
“Lalu apa kita diam saja? Pasrah, tidur tidak bermimpi. Aku ingin bermimpi, pak. Mimpi apa saja. Tidur tidak bermimpi kurang nyaman. Ibarat tanaman tidak berbunga dan berbuah? Kasihan juga anak-anak kita. Tidak pernah lagi merasakan mimpi. Mimpi basah pun sudah disantap para iblis itu?” kata istriku.
Aku diam saja. (Benar juga kata istriku, kami harus berbuat. Kami harus memiliki mimpi!).
“Kita harus meninggalkan kota ini Pak. Meskipun ini kota kelahiran kita,’’ suara istriku lagi.
“Maksudmu kita harus pindah dari kota kita ini untuk mendapatkan mimpi, agar mimpi tidak dimakan iblis?”
“Iya. Tidak ada salahnya kita mencoba tinggal di kota B, Pak. Bukankah di kota B tidak ada penambangan batu bara?”
Aku diam. (Apa salahnya dicoba. Bukankah iblis-iblis pemakan mimpi itu muncul dari lubang-lubang bekas galian tambang batu bara. Sedangkan di kota B tidak ada tambang batu bara).
“Atau bilapun tidak ingin pindah rumah ke kota B, paling tidak seminggu sekali kita menginap ke kota B, Pak,” suara istriku lagi.
“Baiklah,’’ kataku. “Kita harus mencobanya. Hari Sabtu kita menginap semalam di B. Memang sudah lama juga kita tidak jalan-jalan ke kota B. Aku juga tidak ingin setiap tidur tidak ada mimpi apa-apa”.
Diskusi aku dan istriku berakhir, dengan keputusan hari Sabtu, kami sekeluarga akan mencari mimpi ke B. Bila pun di kota B, mimpi sebagai bunga tidur tidak juga kami dapatkan, maka kami akan mencarinya di kota C.
***
SABTU siang kami sudah tiba di kota B. Kami memesan sebuah apartemen di hotel berbintang empat yang menghadap ke laut selat Makassar. Jaraknya sekitar 15 menit dari Bandar udara. Empat anakku yang masih kecil-kecil girang bukan main. Apalagi setelah mereka melihat ada kolam renang.
Aku dan istriku yakin. Kami akan bermimpi indah. Kamar hotel yang berukuran 108 persegi, dengan tiga kamar di dalamnya. Dilengkapi ruang tamu dan dapur, kulkas, televisi yang besar layar datar (mungkin sekitar 32 in) di ruang tamu, akses internet gratis, balkon, kamar mandi yang disuka anak-anakku.
Di dalam kamar aku membuka buku catatan jadwal tempat-tempat yang rencananya akan kami kunjungi setiap satu, dua, tiga minggu atau sebulan sekali.
Besoknya, kami seharian mendatangi tempat tempat wisata di kota B. Sebenarnya misi lain dari aku dan istri ku adalah agar tidur kami memiliki bunga tidur atau mimpi.
Malam baru kembali ke hotel. Kami kelelahan setelah berkeliling-keliling dari satu tempat wisata ke tempat wisata lainnya.
Setelah mandi dan makan malam, kami berkumpul di ruang tamu dalam kamar. Sambil nonton televisi, aku menceritakan kepada istri dan anakku, tentang yang perlu dilakukan sebelum tidur. Aku mengingatkan, sebelum tidur kita perlu berwudhu, lalu membaca doa Bismikaallahumma ahya wa bismika wa amuut. Yang artinya : Dengan menyebut nama-Mu ya Allah, aku mati dan aku hidup. Itu kudapat melalui google di internet.
“Apabila merasa gelisah, risau, merasa takut ketika tidur malam atau merasa kesepian maka dianjurkan untuk membaca doa a’udzu bikalimaatillahi attammati min ghadhabihi wa ‘iqaabihi wa syarri ‘ibaadihi wa min hamazaatisysyayaathiin wa ayyahdhuruun. Yang artinya aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari murka-Nya, siksa-Nya, dari kejahatan hamba-hamba-Nya, dari godaan para syaitan dan dari kedatangan mereka kepadaku,” ujarku.
Aku juga meminta istri dan anak-anakku, bila terbangun segera menghirup dan menyemburkan air dari hidung sebanyak tiga kali. Karena para iblis bermalam di rongga hidung. Dalam berbaring juga sebaiknya posisi tidur miring ke sebelah kanan. Atau rusuk kanan sebagai tumpuan.
“Dan ingat, jika bermimpi buruk jangan sekali-kali menceritakan kepada siapapun, kemudian meludah ke kiri tiga kali dan memohon perlindungan kepada Allah dari godaan iblis yang terkutuk dan dari keburukan mimpi yang dilihat” nasehatku lagi kepada istri dan anak-anakku.
Malamnya, aku, istriku dan empat anakku diberikan-NYA mimpi yang indah. Aku tidur terakhir. Aku tidak bisa menceritakan apa mimpiku, saat ini. Mungkin di lain waktu dan hari. Yang jelas, ketika tidur kami sudah memiliki mimpi. Aku lihat wajah istri dan anak-anakku tersenyum dalam tidurnya. Tidak ada iblis-iblis pemakan mimpi yang hadir dalam tidur kami. Namun, yang aku khawatirkan, bila kami kembali ke kota A, Kota Seribu Lubang. Karena iblis iblis pemakan mimpi masih berkeliaran.*
***
smd, 2011