Abun Tidak mengajukan Eksepsi, Minta Langsung Ke Pembuktian

JAKARTA, SUARAKALTIM.com – Di sidang pembacaan dakwaan jaksa, Direktur Utama PT Golden Sawit Prima, Herry Sutanto Gun atau akrab dipanggil Abun tidak mengajukan  eksepsi. Abun minta langsung ke pembuktian saja.

“‎Setelah dakwaan dibacakan, saudara punya hak mengajukan keberatan. Apakah saudara akan ajukan keberatan?,” tanya hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (7/3/2018).

“Mungkin langsung di pembuktian saja,” jawab Herry.

Atas pembacaan dakwaan, Herry mengaku mengerti namun ada perbedaan persepsi. Menurutnya uang Rp 6 miliar itu tidak ada kaitan dengan izin perkebunan kepala sawit melainkan soal jual beli emas.

Sebelumnya kuasa hukum Abun sebelum sidang juga  menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi melainkan langsung ke pemeriksaan saksi dari pihak jaksa penuntut umum.

“Karena tidak ada eksepsi, jadi sidang dilanjutkan Rabu depan, 14 Maret 2018. Kepada jaksa diminta menghadirkan saksi,” kata hakim.

Sebelumnya jaksa membacakan dakwaan, Abun didakwa menyuap Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari sebesar Rp 6 miliar. Uang suap tersebut ditujukan untuk memuluskan izin pemanfaatan lahan kelapa sawit di Desa Kupang Baru Kecamatan Muara Kaman Kabupaten Kukar.

“Bahwa terdakwa sudah mengajukan izin sejak 2009 namun menemui kendala, diantaranya overlaping (tumpang tindih) atas permohonan izin lokasi karena lokasi tersebut sudah pernah diterbitkan pertimbangan teknis pertahanan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kukar atas nama PT Gunung Surya dan PT Mangulai,”‎ kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Fitroh Rohcahyanto saat membacakan surat dakwaan.

Setelah itu, Herry juga memerintahkan anak buahnya, Hanny kristianto untuk melakukan pendekatan kepada Rita yang baru terpilih sebagai Bupati Kukar periode 2010-2015. Akhirnya Rita menandatangani izin lokasi untuk perusahaan Herry alias Abun.‎

“Pada tanggal 30 Juni, setelah resmi dilantik, Rita menghubungi Ismed Ade Kepala Bagian Administrasi Pertanahan untuk menanyakan izin. Kemudian dijawab oleh Ismed sedang diproses. Selanjutnya Rita memerintahkan Ismed segera menyiapkan draf surat keputusan izin lokasi,”
beber jaksa.

‎Surat Izin yang telah dibubuhkan stempel Bupati itu lanjut dibawa Ismed bersama Abun alias Herry ke rumah Rita untuk dimintai tanda tangan. Selanjutnya surat keputusan izin lokasi langsung ditandatangani oleh terdakwa, padahal belum ada paraf dari pejabat terkait.

Setelah ditandatangani, surat distempel oleh Ismed dan diserahkan ke Herry. Meski belum diberi nomor maupun tanggal. Pada 8 Juli 2018, Herry menandatangi kantor bagian administrasi pertanahan untuk meminta nomor dan tanggal.

Sebagai kompensasi atas izin lokasi yang diterbitkan, terdakwa menerima uang dari Herry seluruhnya sebesar Rp 6 miliar melalui rekening Bank Manditi KCP Tenggarong.‎

“Masing-masing Rp 1 miliar pada bulan Juli dan Rp 5 miliar pada Agustus,” kata Jaksa.

Atas perbuatannya, Herry didakwa melanggar pasal Pasal 5 huruf b Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.

“Atau kedua, melanggar Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHPidana,” demikian Jaksa membacakan dakwaan.

“Karena tidak ada eksepsi, jadi sidang dilanjutkan Rabu depan, 14 Maret 2018. Kepada jaksa diminta menghadirkan saksi,” kata hakim.

 

 

 

sk-001/artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Direktur SGP Didakwa Suap Bupati Rita Rp 6 Miliar untuk Izin Kelapa Sawit.