Ini cerita lama di balik berita. Sebagai wartawan saya pernah ketipu. Berita di koran harian Suara Kaltim yang berjudul Dana Parpol digunakan Untuk Pelihara Kambing. Ceritanya begini ;
Samarinda, 1999
Kriiing … telepon di kantor Surat Kabar Harian (SKH) Suara Kaltim berdering. Saya mengangkat telepon. Setelah mengucapkan salam, suara di telpon mengatakan dirinya ingin menginformasikan tentang kegiatan partainya setelah mendapat bantuan dana dari pemerintah.
‘’Ke kantor saja pak,’’ suara saya.
‘’Maaf saya lagi jauh. Di luar kota. Bisa lewat telepon saja pak,’’ katanya.
Karena saya menganggap apa yang ingin diberitakannya hanya berita biasa saja,maka saya mengiyakan saja.
“Bapak siapa?”
“Saya Ketua Parpol PUDI Kaltim, yang juga merangkap Ketua PUDI Samarinda (dia menyebutkan seorang nama”
”Ke kantor aja pak, kalo sudah datang dari luar kota,” kata saya lagi.
‘’Lewat telepon aja pak. Begini pak, kami dari partai PUDI Kaltim (Partai Uni Demokrat Indonesia, yang saat itu Ketua DPP nya Sri Bintang Pamungkas (bersama dengan 47 parpol lainnya, PUDI menjadi peserta Pemilu 1999) ingin minta inormasikan mengenai pengunaan dana bantuan parpol, ‘’ katanya.
“Iya pak”
‘’Bantuan dana parpol kami gunakan untuk pternakan pak?’’ kata saya.
”Ternak apa pak”
“Ternak kambing pak’’ jawabnya.
“Semua dana bantuan itu untuk ternak kambing?’’ saya heran.
“Iya pak’’.
“Tidak dimanfaatkan untuk kepentingan parpol?”
“Tidak pak”.
“Lokasinya peternakannya di mana?”
“Tanah Merah pak’’.
Setelah bertanya berapa jumlah dana bantuan parpol yang didapat, kambingnya beli di mana dan lain sebagainya, saya mengakhiri wawancara singkat itu.
***
Keesokan harinya.
Saya asyik duduk-duduk , makan singkong di sebuah warung jalan Danau Toba, ketika telepon “nokia pisang” (nokia bahari yang bentuknya melengkung dan panjang, tapi bukan seperti pisang) saya berdering.
“Waduh gawat, saya disuruh segera ke kantor. Ada yang ngamuk-ngamuk. Soal berita. Kantor mau dihancurkan. Katanya dari preman Kaltim ’’ kata saya kepada teman yang bersama saya. Dia kaget dan menghentikan minum es kacang merah.
“Ayo ke sana,’’ kata saya bergegas,
Tiba di kantor, para wartawan membuat berita di lantai 2. Di lantai bawah sepi, karena staf iklan, pemasaran dan sekretaris redaksi kalau hari minggu libur. Saya lihat ada 2 orang di lantai bawah.
‘’Bila tidak ada yang turun, kantor ini akan kami hancurkan!’’ teriak salah seorang yang berbadan gempal dan hitam, menyambut kedatangan saya. Ada tato di lengannya. Belakangan saya mengetahui, dia adalah salah satu preman “Kaltim”. “Kaltim” adalah sebutan pertokoan yang kosong bekas Taman Gelora Hiburan (THG).
Teman saya berbisik pamit pergi, katanya mau manggil teman-temannya.
Saya mendekati yang satunya, yang potongan tidak seperti preman. Saya tidak kenal. Saya menjabat tangannya, dia menyebutkan namanya. Namanya sama dengan yang mengaku sebagai Ketua PUDI Samarinda, melalui telepon sehari sebelumnya.
‘’Ada apa pak?” tanya saya.
“Saya keberatan. Tidak terima. Saya mau menemui wartawan yang menulis berita yang berjudul PUDI gunakan bantuan parpol beternak kambing’’.
Lho? Saya kaget. “Bapak tidak pernah menelpon ke Suara Kaltim?”.
‘’Saya tidak pernah ngomong seperti yang diberitakan itu! Ternak kambing apa an! “ Ketua PUDI itu nampak marah-marah. Dia mengancam, akan memanggil teman-teman yang lain, bila tidak dipertemukan dengan wartawan yang menulis berita.
Situasi tegang. Temannya yang berbadan gempal dan hitam , yang mengaku “premanKaltim” mendekat. Di pinggangnya, sepertinya ada badik. Di tangannya ada samurai.
Saya menjelaskan, silahkan sampaikan hak jawab atau bantahan, bahwa tidak benar seperti itu. Saya akan memuat kembali.
Sebelum dia bicara, saya merangkul pundaknya, dan mengajaknya menjauh dari temannya. Ke dapur, ke ruang makan wartawan.
Saya juga membisiki, tak perlu ribut-ribut. Saya juga bilang sabar. Saya menyarankan, bila dia mau menyelesaikan dengan cara yang lain, jangan bawa teman. Cukup berdua.
Dia mulai tenang. Saya menyuruh dia menjelaskan, sebenarnya untuk apa dana bantuan parpol itu.
Saya juga mengakui ada kekeliruan penulisan berita dan mengucapkan terima kasih karena kesediaan dia mau mengklarfikasi. Saya juga menyebutkan ada pihak, yang sengaja mengadu domba. Saya menyebutkan, pihak lawan yang melakukan itu.
Saat itu, PUDI di Samarinda, ada dua kepengurusan. yang saling mengklaim kepengurusan sah. Sah dan diakui ini penting, karena untuk pengurusan yang berhak mengambil atau mendapatkan bantuan dana untuk PUDI Samarinda.
Semenjak saat itu, saya berhati-hati melakukan wawancara melalui telepon. Saya menyadari “wartawan telepon” sebenarnya termasuk “wartawan malas”. Karena enggan menemui sumber berita, dan melakukan wawancara hanya melalui telepon kantor.
Hingga sekarang saya belum secara pasti mengetahui, siapa sumber berita palsu yang mengaku-ngaku sebagai Ketua PUDI Samarinda tersebut.
Saya hanya menduga-duga saja. Salah satu yang saya duga “berbuat usil” itu adalah Suriansyah, lelaki setengah baya yang “nyentrik”. Dia selalu selalu mencalonkan diri dan selalu ikut mendaftar, bila ada Pilkada, Pilgub bahkan pernah mencalonkan diri sebagai Presiden RI. Rekan saya se kantor juga pernah “kecolongan” memuat berita, tentang pencalonan dirinya sebagai Presiden RI. Tak hanya selalu datang dan mendaftar ke parpol-parpol saat Pilkada, dia juga juga ikut mendaftar sebagai direktur PDAM.
Dia pernah bikin kartu nama. Di kartu nama yang dibagikannya ke orang-orang, tertulis Partai Masuk Sorga, misi : mengajak anggota dan kader masuk sorga.
Kenapa saya menduga-duga Suriansyah, karena saat itu termasuk salah satu yang mengaku-ngaku juga Ketua PUDI Samarinda. Tujuannya untuk mendapatkan dana bantuan parpol melalui Pemkot Samarinda.
Pernah pernah melakukan konfirmasi kepadanya. Namun dia hanya senyum-senyum saja.
Saya yakin dia pasti tidak mengakuinya. ***
Akhmad zailani