oleh : Akhmad Zailani
MASIH sekitar 5 bulan lagi Pilpres 2016., 17 April 2019. Makin panas. Saling sindir. Karena tidak menyebutkan nama. Antara penguasa dan pendukungnya versus kelompok oposisi. Siapa dan ada di mana “politikus genderuwo”? Atau apakah saat ini sedang berlangsung “politik genderuwo” seperti yang dirasakan dan disampaikan Presiden RI Joko Widodo, yang kepengen menjadi presiden untuk kedua kalinya?
Menyindir lewat puisi lebih cantik (kreatif) daripada sekedar mengeluarkan caci maki, yang kurang jelas ditujukan kepada siapa. Misalnya “menyebut” ada politisi sontoloyo dan politisi genderuowo. Sekalipun lewat pidato.
Selain puisi, sindirin bisa melalui pantun. Kalau lewat cerpen terlalu panjang. Ada yang lebih asik lagi, yaitu melalui lagu bisa didengar, apalagi musik.
Khusus lewat puisi. Bukan hal yang baru memang bila Fadli Zon, yang seorang politisi menyindir pemerintahan yang berkuasa lewat puisi. Fadli Zon adalah mantan redaktur majalah sastra Horison. Sebuah majalah sastra yang memuat karya-karya sastrawan terkenal Indonesia (dan juga luar negeri). Majalah yang memulai terbit tahun 1966.
Puisi politik terbaru Fadli Zon adalah “ Ada Genderuwo di Istana”. Wakil Ketua Gerindra itu membuat puisi untuk menanggapi bagian pidato Presiden Joko Widodo pembagian sertifikat tanah untuk masyarakat Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Jumat (9/11/2018).
Menurut Joko Widodo saat ini banyak politikus yang pandai memengaruhi. Banyak yang tidak menggunakan etika dan sopan santun politik yang baik. Politikus yang menakut-nakuti itulah yang dia sebut sebagai ‘politikus genderuwo’.
“Cara-cara seperti ini adalah cara-cara politik yang tidak beretika. Masa masyarakatnya sendiri dibuat ketakutan? Nggak benar kan? itu sering saya sampaikan itu namanya ‘politik genderuwo’, nakut-nakuti,” kata Joko Widodo.
Joko Widodo tidak menyebutkan nama yang “banyak politikus genderuwo” itu. Juga tidak disebutkan tempatnya dimana. Joko Widodo juga “tidak jelas” yang “sebenarnya bisa” membuat masyarakat ketakutan itu apakah pemerintah atau penguasa ataukah kelompok oposisi? Biasanya kelompok oposisi membuat takut pemerintah bukan masyarakat?
Namun Fadli Zon sedikit memperjelasnya. Bahwa “politikus genderuwo” itu ada di istana. Juga tidak menyebutkan nama-nama orangnya dan nama istananya.
Namun di berbagai media sosial berkembang sendiri, mereka-reka sendiri terutama nitezen dari kelompok yang tidak mendukung pemerintahan yang berkuasa sekarang in. Nama Surya Paloh, Ketua Partai NasDem dan Ali Moctar Ngabalin juru bicara presiden disebut-sebut atau kata halusnya diduga-duga atau direka-reka sebagai “politikus genderuwo”.
“Saya tidak berewokan, saya berjenggot. Mungkin dia yang dimaksud Surya Paloh hahaha” tangkis Ngabalin, Tenaga Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Kepresidenan iini tertawa.
Ngabalin tidak sepenuhnya bercanda. Karena selanjutnya ; “ makan itu puisimu,’’ katanya. Kalimat kekesalan itu, ditujukannya kepada Fadli zon, yang disebutkan telah menyebarkan kebencian, fitnah dan hoax.
Persoalan soal genderuwo ini ternyata menjalar. Karena tidak suka disebut Surya Paloh, sang genderuwo yang dimaksud Fadli Zon, anak buah Surya Paloh di NasDem balik “menyerang” Ngabalin.
“Pak Surya tidak di Istana. Yang berewok di istana itu Ngabalin,” kata Ketua DPP Partai NasDem, Irma Suryani Chaniago.
Kurang seru bila tidak mencantumkan puisinya.Ini puisi yang ditulis Fadli Zon:
ADA GENDERUWO DI ISTANA
ada genderuwo di istana
tak semua orang bisa melihatnya
kecuali yang punya indra istimewa
makhluk halus rendah strata
menakuti penghuni rumah penguasa
berubah wujud kapan saja
menjelma manusia
ahli manipulasi
tipu sana tipu sini
ada genderuwo di istana
seram berewokan mukanya
kini sudah pandai berpolitik
lincah manuver strategi dan taktik
ada genderuwo di istana
menyebar horor ke pelosok negeri
meneror ibu pertiwi
Seperti Joko Widodo yang belum jelas melempar pernyataan “politikus genderuwo” ; siapa dan di mana keberadaannya, politikus genderuwo versi Fadli Zon juga misteri. Walaupun keberadaannya dijelaskan di istana. Siapanya yang belum jelas. Karena ciri ciri yang disebutkan Fadli Zon, di bagian kalimat dalam puisinya ; seram berewokan mukanya, masih tanda tanya, siapa?Yang jelas bukan Joko Widodo, karena dia yang berawal pertama kali melempar tentang banyaknya politikus genderuwo. Karena tidak menyebut secara jelas, apakah politikus genderuwo itu yang dilihatnya itu ada “di dalam istana” atau “di luar istana”.
GENDERUWO SENAYAN
Joko Widodo menyebut ada “banyak politikus genderuwo”, ternyata tidak hanya ada di istana saja, tapi di senayan. Di senayan ini mungkin maksudnya istilah untukmenyebut kantor di DPR RI.
Judulnya ; ADA GENDERUWO DI SENAYAN. Dibuat oleh Arsul Sani. Siapa Arsul Sani? Dia adalah Sekjen PPP. Dia juga seorang pengacara. Namanya memang sedikit mirip sastrawan Indonesia yang ternama Asrul Sani. PPP adalah salah satu parpol pengusung calon presiden RI Joko Widodo – Ma’ruf Amin.
Puisi ini dimaksudkan sebagai puisi balasan atas puisi Fadli Zon. Arsul Sani juga menyebutkan tempat, namun tidak menyebutkan nama. Tidak seperti Fadli Zon yang biasa menulis puisi dan sempat menjadi redaktur majalah sastra ternama di Indonesia Horison itu. “gaya puisi” Puisi Arsul Sani seperti “mengikuti”, dengan bagian kalimat pengulangan/yang diulang-ulang. Kalimat pengulangan Fadli Zon ; “ada genderuwo di istana”, maka puisi Arsul Sani yaitu ; “ada genderuwo di senayan”.
Siapa genderuwo yang dimaksud Arsul Sani? Bila senayan yang dimaksudnya adalah kantor DPR RI, bukankah Arsul Sani juga anggota DPR RI atau termasuk penghuni kantor DPR RI yang terletak di senayan?
Ini puisi Arsul Sani
ADA GENDERUWO DI SENAYAN
Ada genderuwo di Senayan….
Pretensinya menjadi wakil rakyat yang lumayan…
Tapi pretensinya mengundang tanya apa iya kesampaian….
Ada Genderuwo di Senayan….
Tak begitu jelas apa yang telah dikerjakan… selain seringnya keluar negeri jalan-jalan….
Ada Genderuwo di Senayan…
Suaranya selalu dibuat galak tapi tak sungguh menawan….
Tak jelas pula gagasan alternatifnya untuk rakyat ditawarkan…
Ada Genderuwo di Senayan…
Belajarnya dari dulu studi Russia-an…., sekarang-pun pakai jururus “Russian firehorse of falsehood” untuk kesenangan….
Ada gederuwo di Senayan….
Saya ingin mengajaknya ke jalan kontestasi yang mencerahkan….
Saya ingin genderuwo berubah jadi insan intelektual yang berpikiran menawan….
Karena puisi Fadli Zon ini, pendukung Joko Widodo – Ma’ruf Amin lainnya, Ketua DPP Partai NasDem Irma Suryani Chaniago yang suka “membalas” cuitan pihak oposisi juga ikut-ikutan bikin puisi. Walaupun tidak ada kaitanya dengan “genderuwo”.
Judul puisinya Ada Kacung Jadi Ratu.
Mungkin Irma jarang bikin puisi, maka puisi politik sindirannya kurang jelas sebgai sebah puisi. Cuma yang dimaksud puisi itu tentu saja balasan dari puisi Fadli Zon. Puisinya lebih ke arah “fisik tubuh”. Kata-kata kuncinya : chubby, gendut.
Walaupun Irma tidak menyebut nama, tapi sepertinya arahnya ditujukan kepada Fadli Zon. Kepada Prabowo mungkin tidak. Karena Prabowo ingin menjadi presiden. Tidak ingin menjadi menteri.
Bila disebut “puisi”, maka “puisi” Irma ini “nampak berantakan”. Kacung yang disebutnya menjadi ratu. Biasanya ratu adalah seorang pemimpin perempuan. Lalu selain (sudah) jadi ratu, lalu disebut :”mimpi jadi menteri”. Lalu kemudian ada petruk chabby jadi ratu. Tambah”ngawur”, ketika petruk disebut : lucu seperti boneka barby. Pengambaran dan pemilihan kata yang “nampak ngawur”. Lalu disebut ada Petruk mimpi (lagi). Apakah Petruk (kacung yang chaby-chabbynya itu banyak?), lalu “terus berjuang di tempat-tempat bau”? Karena kata “tempat-tempat bau” diulang dua kali artinya lebih dari satu tempat? Apakah selain di gedung DPR RI (tempat Fadli Zon? Juga Irma berkantor?). Puisi yang “agak kasar dan asal-asalan” untuk disebut sebagai “sebuah puisi”.
Ada Kacung Jadi Ratu
Ada kacung jadi ratu,
Tiap hari kerjanya mematut diri dgn puisi,
Cari panggung sana sini
Bikin issue issue bau terasi
Ada kacung chubby lagi sakit gigi
Heboh teriak sana teriak sini
Mumpung masih punya kursi untuk meng Expo se diri
Ada kacung chubby terus sibuk mencaci maki
Maklum baru dapat kursi untuk existensi diri tanpa prestasi
Gayanya persis gembong PKI
Ada kacung gendut mimpi jadi menteri,
Tiap hari sibuk maki kanan kiri
Tidak sadar dan ukur diri, mabuk dan merasa seksi
Ada Petruk chubby jadi ratu
Lucu seperti boneka barby
Tiap hari cari sensasi, bikin puisi caci maki
Ada Petruk jadi ratu
Sadar diri tdk punya prestasi
Jilat sana jilat sini dgn puisi bau terasi
Ada Petruk mimpi pingin jadi sutradara
Lakon “perempuan tua digebuki massa ”
Sayang pagi datang,
mimpi buyar polisi tiba
Petruk chubby mmg nakal dan lucu
Terus cari peluang ditempat tempat bau
Terus berjuang tanpa kenal malu
Meski SARA, hoax dan fitnah selalu hancur jadi debu
Makin mendekati hari H Pilpres 2019 makin seru, panas dan lucu.
Sebelumnya, ada “politikus Sontoloyo” versi Joko Widodo, “Wajah Boyolali” istilah Prabowo Subianto, kata “asu” dari bupati Boyolali Seno Samudro. Kita-masyarakat dipertontonkan dengan “gaya olok-olok dan memaki seperti anak kecil ”.
Pemimpin dan elit politik seharusnya mengajarkan kebaikan kepada masyarakat. Akan lebih bermanfaat, bila pernyataan yang keluar adalah “tekad” (kata lain selain janji)untuk mewujudkan atau memperjuangkan program, visi dan misi bila menjadi presiden (kembali). Baik Joko Widodo atau Prabowo Subianto.
Kepala boleh panas tapi hati harus lah tetap dingin. Bila kepala, hati dan semuanya panas, masyarakat khawatir, akhirnya nanti akan banyak lagi bermunculan, tak hanya genderuwo, tapi juga kuntilanak, hantu pocong dan hantu-hantu lokal lainnya.
foto ilustrasi.