Kades di DIY Tolak Gaji Setara PNS ; “Yang Ada Sudah Cukup”

Sejumlah kepala dusun yang tergabung dalam Paguyuban Dukuh Sleman Cokro Pamungkas berdemonstrai meminta Presiden Joko Widodo untuk memberikan penghasilan tetap (siltap) kepada kepala desa dan perangkat desa setara golongan II A ASN dan diperhitungkan dengan masa kerja. – Antara/Andreas Fitri Atmoko

GUNUNGKIDUL www.suarakaltim.com-Kepala desa di DIY menolak rencana pemerintah memberikan gaji perangkat desa setara pegawai negeri sipil (PNS) golongan II-A.

Alasannya, pendapatan yang diterima kepala desa di DIY saat ini jumlahnya sudah melebihi gaji PNS gol golongan II-A.

Ketua Paguyuban Kepala Desa Gunungkidul, Bambang Setiawan mengatakan rencana penyetaraan gaji kepala desa dengan PNS golongan II-A, dirasa sebagai sebuah penurunan. Menurutnya, besaran gaji kades di Bumi Handayani saat ini sudah di atas Rp2,2 juta setiap bulannya.

“Yang harus dinaikkan malah bukan gaji kades tapi seperti kasi [kepala seksi] atau dukuh [kepala dusun],” kata Bambang,  Kamis (21/2/2019).

Dia mengungkapkan penghasilan tetap (siltap) para perangkat desa di Gunungkidul meliputi gaji kepala desa sebesar Rp2,7 juta, sekretaris desa Rp2 juta, kasi/kaur Rp1,6 juta, dan dukuh atau staf Rp1,5 juta.

Ketua Paguyuban Kepala Desa dan Pamong Desa Ani Widayati juga menolak gaji kepala desa di Bantul disamakan dengan ASN golongan II-A. Sebab jika disamakan nilainya menjadi turun semua. ‎

Adapun, Ketua Paguyuban Kepala Desa Kulonprogo (Bodronoyo) Sigit Susetya, belum bisa bicara banyak terkait dengan rencana penyetaraan gaji kepala desa yang akan disetarakan dengan PNS. “Pengganti PP-nya juga belum ada,” katanya.

Menurutnya, porsi sekarang yang ada untuk kepala desa di Kulonprogo yaitu 100% gaji setara gaji pokok PNS golongan II-A, staf 50%, dukuh 52%, kaur atau kasi 60%, sekretaris desa 72%. Nantinya, kepala desa akan juga mendapat 100% gaji setara gaji pokok PNS golongan II-A, sekretaris desa mendapat 90%, dan perangkat desa mendapat 80%.

“Kami ikut saja nanti bakal seperti apa, karena memang kan kami sebagai pemerintahan di sektor bawah yang mengampu desa, bagaimana nanti kebijakan di provinsi maupun kabupaten,” ungkap Sigit.

Menurutnya, apabila rencana penyetaraan terealisasi, Sigit berharap kinerja perangkat desa akan bisa semakin maksimal dalam melayani masyarakat.

Penyusunan Anggaran

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (DP3KBPMD) Gunungkidul, Sujoko, menyatakan, sejauh ini wacana tersebut masih dalam tahap pengkajian. Ia mengklaim, belum mendapat keterangan resmi dari Pemerintah Pusat.

“Sementara masih dibahas soalnya belum mendapat informasi lebih lanjut lagi,” kata dia kepada Harian Jogja.

Hal ini tidak terlepas dari perubahan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang tidak mungkin dilakukan secara mendadak.

Sikap senada juga dilakukan Pemkab Bantul, yang belum bisa menentukan langkah untuk menindak lanjuti penyesuaian gaji kepala desa dan perangkat desa yang mulai berlaku pada 2020 mendatang. Alasannya, karena petunjuk teknis (juknis) dan petunjuk pelaksanannya (juklak) belum ada.

“Itu baru tataran kebijakan pusat, ketentuan aplikasinya di daerah belum ada,” kata Kepala Bagian Administrasi Pemerintahan Desa, Setda Bantul, Kurniantoro.

Kurniantoro mengatakan berdasarkan hasil rapat di Jakarta awal Februari lalu, gaji kepala desa dan perangkat desa memang disetarakan dengan aparatur sipil negara (ASN) golongan II- A. Dalam rapat tersebut tidak dijelaskan sumber dananya.

Demikian pula kepala desa yang gajinya sudah di atas ASN golongan II A, kata dia, “Nanti seperti apa? Apakah disamaratakan dengan gaji golongan IIA atau bagaimana?”

Menurut dia, gaji kepala desa dan perangkat desa sudah ada aturannya yang bersumber dari alokasi dana desa (ADD) dengan ketentuan 30% untuk gaji dan 70% untuk pembangunan. Harapan dari pemerintah desa, kata dia, alokasi ADD ditambah dan komposisinya diubah jika gaji dinaikkan.

Namun sampai saat ini belum ada petunjuk teknisnya untuk melaksanakan kenaikan gaji kepala desa dan perangkat desa. Pihaknya Pemkab hanya melanjutkan proses pendataan gaji atau penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa yang diminta Pemerintah Pusat sejak awal Februari lalu.

“Hasil pendataan ini akan kami serahkan ke pusat seperti yang diminta,” ujar Kurniantoro.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DPMDPPKB) Kulonprogo, Sudarmanto mengatakan belum bisa menyesuaikan anggaran terkait dengan adanya penyetaraan gaji kepala desa setara PNS.

“Kami belum bisa menyesuaikan anggarannya bagaimana. Kami masih menunggu perubahan PP [Peraturan Pemerintah] secara definitif atau regulasi dari Pusat. Jadinya sebelum ada ketentuan baru kami belum bisa menindaklanjuti,” kata Sudarmanto.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Sleman, Priyo Handoyo, juga masih menunggu regulasi dari Pusat. Priyo Handoyo, mengatakanMenurut Priyo, jika sumber dana untuk penyetaraan gaji diambil dari ADD akan memberatkan desa. “Ketika diambil 30 persen dari ADD saja ada desa yang belum mampu mencukupi gaji perangkat desa,” kata Priyo.

Priyo mengatakan untuk siltap kepala desa di Sleman sudah di atas gaji ASN golongan II-A.

Ketua Paguyuban Kepala Desa Sleman (Manikmoyo), Irawan, mengatakan jika dirinyamengaku setuju atas kebijakan pemerintah itu. “Sudah saatnya penghargaan dan kesejahteraan untuk perangkat desa bisa meningkat mengingat tanggung jawab dan tugas perangkat dengan adanya Undang-Undang Desa tahun 2014 tidaklah ringan,” katanya.

Irawan juga mengatakan dengan kenaikan siltap tersebut membawa konsekuensi bagi perangkat untuk memberikan pelayan yg terbaik

Irawan mengatakan saat ini gaji dukuh sekitar Rp1,3 juta, sedangkan Kades itu Rp2,6 juta.  (HarianJogja.com)