PHNOM PENH, www.suarakaltim.com– Daftar penyerang tersubur Piala AFF U-22 saat ini dihuni oleh dua pemain yakni penyerang Vietnam Tran Danh Trung dan penyerang Indonesia Marinus Wanewar.
Keduanya sama-sama mengemas tiga gol setelah tampil di dua dari tiga pertandingan negara masing-masing dalam fase penyisihan grup.
Danh Trung lebih dulu mencapainya ketika ia mengantarkan Vietnam menghempaskan Timor Leste 4-0 dalam laga kedua penyisihan Grup A sekaligus memastikan tiket ke babak semifinal kala itu.
Sedangkan Marinus memborong dua gol penentu keberhasilan Indonesia mempecundangi tuan rumah Kamboja 2-0 di laga pamungkas penyisihan Grup B, yang juga memastikan satu tiket terakhir ke semifinal.
Praktis laga semifinal antara Vietnam melawan Indonesia yang bakal berlangsung Minggu sore di Stadion Nasional, Phnom Penh, juga menjadi panggung adu ketajaman antara Marinus dan Danh Trung.
Hari berlangsungnya laga semifinal juga bertepatan dengan hari ulang tahun Marinus yang ke-22 sehingga tentu penyerang Bhayangkara FC itu memiliki motivasi lebih untuk bisa menunjukkan yang terbaik.
Pun demikian, Danh Trung memiliki keuntungan lebih yakni masa istrihat yang jauh lebih panjang dibandingkan Marinus.
Setelah mencetak dua gol di laga kedua dan Vietnam sudah dipastikan lolos ke semifinal, Danh Trung menjadi penghangat bangku cadangan di laga ketiga melawan Thailand. Sehingga secara keseluruhan penyerang berusia 18 tahun itu memiliki waktu istirahat selama kurang lebih empat hari menjelang semifinal.
Sebaliknya Marinus praktis hanya memiliki waktu istirahat sehari lantaran ia harus pahlawan kemenangan atas Kamboja pada Jumat (22/2) dan segera merumput lagi pada Minggu (24/2), tentunya jika tetap diberi kepercayaan oleh Pelatih Timnas Indonesia U-22 Indra Sjafri meski rasanya tidak ada alasan bagi dia untuk tidak memberikannya.
“Semoga kami lebih siap lagi di semifinal,” demikian harapan pendek yang diutarakan Marinus dilansir dari Antaranews.com selepas menorehkan dua gol kemenangan Indonesia melawan Kamboja, Jumat (22/2) lalu.
Marinus tampil sangat perkasa dan mengintimidasi dalam laga melawan Kamboja, ketika ia berhasil membuat para pemain bertahan tuan rumah gugup tiap kali bola ada di dekat penyerang asal Papua itu.
Bahkan gol kedua yang dicetaknya ke gawang Kamboja menggambarkan penuh betapa Marinus mampu menjadi makhluk buas di dalam kotak penalti, menaklukkan penjagaan dua orang bek lawan dalam memperebutkan bola lambung yang tiba dan dengan tenang mampu melepaskan tendangan ke arah gawang.
Atas kemampuannya itu, Pelatih Timnas Vietnam U-22 Nguyen Quoc Tuan menjadikan Marinus sebagai satu dari tiga pemain yang bakal diincar mendapatkan pengawalan ketat dari anak-anak asuhannya, bersama Witan Sulaiman dan Osvaldo Haay.
“Nomor tiga, sepuluh dan delapan,” kata Quoc Tuan penuh keyakinan ketika diminta menyebutkan para pemain Indonesia yang diwaspadai.
Quoc Tuan boleh saja mewaspadai Marinus, tapi bukan berarti sang penyerang akan membiarkan pengawalan ketat maupun provokasi yang mungkin akan dilancarkan kepadanya mengganggu konsentrasinya untuk berjuang memenangkan Indonesia.
Lagipula, Marinus genap berusia 22 tahun di hari pertandingan, tentu ia semakin dewasa dalam menghadapi setiap tantangan yang datang.
90 menit atau adu penalti?
Menjaga optimisme tim di tengah mengikuti sebuah turnamen adalah kewajiban pelatih kepala masing-masing.
Jika pelatih kepala kerap memuji penampilan lawan dan pelit mengumbar kebanggaan atas para pemainnya sendiri, bukan tidak mungkin kondisi moral di ruang ganti akan terganggu. Setidaknya demikian yang diajarkan dalam gim simulasi pelatih sepak bola, Fooball Manager dan sejenisnya.
Tapi tentu Indra Sjafri mengamini benar pandangan tersebut, dalam keadaan apapun ia tak pernah kehabisan optimisme atas kualitas timnya, yang secara tidak langsung mewakili kualitasnya memilih skuat di dalamnya.
Ketika seorang wartawan dari media Vietnam mengikuti jumpa pers seusai kemenangan Indonesia atas Kamboja, segera terlontar permintaan komentar bagaimana Indra melihat lawannya di semifinal itu.
“Saya pernah bertemu Vietnam beberapa kali, juga ketika melatih U-19 kami pernah berhadapan di final (Piala AFF U-19 2013). Vietnam tim yang bagus, tapi bukan tidak bisa dikalahkan,” kata Indra.
“Bahkan di 2013 itu, Vietnam mencapai final dengan status tak terkalahkan, namun pada akhirnya kami bisa mengalahkan mereka lewat adu penalti,” ujar dia menambahkan.
Status tak terkalahkan itu kini disandang baik Vietnam maupun Indonesia dalam Piala AFF U-22. Vietnam sedikit lebih baik karena memiliki catatan dua kemenangan dan satu kali imbang, sedangkan Indonesia “cuma” sekali menang dan dua kali bermain imbang.
Status tersebut akan hilang dari salah satu tim, pasti. Bisa lewat 90 menit, dua kali babak tambahan atau melalui adu penalti.
Quoc Tuan optimistis bahwa waktu normal 90 menit akan cukup untuk menentukan pemenang dari laga tersebut.
“Saya kira pemenang akan ditentukan dalam 90 menit,” kata Quoc Tuan.
Optimisme itu disambut dengan kelakar oleh Indra, sembari mengatakan “ya bagus dong, kita juga 85 menit selesai.”
Namun di balik optimisme yang ada, Indra rupanya tidak mau jemawa dan lengah.
Ia tetap mengantisipasi semua kemungkinan yang ada dalam laga semifinal, termasuk jika harus diteruskan sampai adu penalti. Oleh karenanya, di sesi latihan Sabtu (23/2) sore, menu pamungkas sebelum pendinginan adalah simulasi tendangan penalti.
“Semua kemungkinan yang akan terjadi besok kita antisipasi dari sekarang,” kata Indra.
Entah 90 menit atau adu penalti, keyakinan Quoc Tuan maupun antisipasi Indra peluangnya sama-sama 50:50, sebagaimana peluang Indonesia dan Vietnam mencapai partai final Piala AFF U-22 2019. ANTARA