Putri Gus Dur Kritik Petisi Tolak RUU Pro Zinah

Foto: Inayah Nur Wahid.

JAKARTA, www.suarakaltim.com – Putri Mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Inayah Nur Wahid mengkritik keras petisi berjudul “Tolak RUU Pro Zina”. Dalam petisi yang dibuat oleh Ibu Maimon Herawati itu, disebutkan bahwa RUU P-KS perlu ditolak karena dikhawatirkan dapat melanggengkan seks bebas serta tidak berlandaskan agama.

Menurut Inayah, sangat tidak tepat menghubungkan RUU P-KS dengan ajaran agama tertentu.

“Ini (RUU PKS) bukan hanya  dari Islam, akan tetapi juga dari agama lain. Sehingga kalau dibilang tidak ada aspek agama tidak tepat,” ujar Inayah di Gedung Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Rabu (06/02/2019).

Inayah menyebutkan bahwa tidak tercantumnya masalah zina dan LGBT tidak berarti membuat RUU P-KS menjadi undang-undang yang mendukung zina dan LGBT.

“Jangan karena tidak menyebutkan LGBT atau zina kemudian disebut RUU ini mendukung LGBT dan pro zina. Jangan dibalik-balik berpikirnya,” ungkapnya.

Menurutnya, selain aturan tentang kekerasan seksual yang saat ini masih minim, penegak hukum juga kesulitan menjalankan tugasnya karena paradigma masyarakat yang lebih menekankan norma-norma sosial.

“Nah, kalau dianggap pezina seperti judul click bait-nya itu jelas tidak, karena RUU P-KS ini mengatur tindak kekerasan seksual yang selama ini secara aturan masih sangat minim dan paragdima masyarakat juga kemudian menyulitkan penegakkan hukum atas hal tersebut. Yang kemudian lebih menekankan misalnya norma-norma sosial yang kemudian menyulitkan tindakan hukumnya,” tegas Inayah.

BACA JUGA  Khutbah Jumat: Tiga Golongan yang Dimurkai Allah

Inayah juga mengklaim bahwa RUU P-KS merupakan sebuah RUU hasil rekomendasi ulama, namun Ia tidak menyebutkan siapa dan dari organisasi mana ulama yang dimaksud.

“Pemaksaan yang dilakukan, miskonsepsi, di anggap tidak menyentuh aspek agama, nggak menekankan pada agama, padahal itu menjadi landasan, RUU PKS sendiri hasil dari rekomendasi ulama, rekomendasi tokoh-tokoh perempuan dan dari ulama-ulama perempuan juga,” pungkasnya.

Meskipun Komisi VIII DPR-RI melalui Rahayu Saraswati telah menyampaikan bahwa pembahasan mengenai RUU P-KS akan dilanjutkan setelah Pilpres 2019, namun kemunculan RUU tersebut di ruang publik sudah terlanjur menimbulkan polemik di masyarakat.

BACA JUGA   Strategi Politik Firaun

Banyak pihak khususnya dari kalangan umat Islam yang kontra dengan RUU tersebut, karena adanya kekhawatiran akan terganggunya keharmonisan dalam kehidupan beragama umat Islam di Indonesia. Beberapa tokoh juga ikut berkomentar, seperti Ibu Maimon Herawati yang memandang RUU P-KS pro terhadap hubungan seksual pra-nikah, begitu juga Ustadz Bachtiar Nasir yang menilai RUU P-KS sebagai pintu masuk tindakan semena-mena dalam perilaku seksual. (KIBLAT.net)