Achmad Dahlan, Bupati Kutai yang Juga sastrawan, Ini Puisinya

oleh : Akhmad Zailani

 

BACA JUGA :  Menikmati 6 Puisi Karya Kadrie Oening

SuaraKaltim.com– Dalam sejarahnya, di Kaltim  selain sebagai seorang birokrat,  ada kepala daerah yang  juga seorang sastrawan. Mereka adalah  Kadrie Oening, Walikota Samarinda dan Achmad Dahlan, Bupati Kutai. Mereka termasuk sastrawan Indonesia asal Kaltim. Mereka membuat karya sastra.

Kadrie Oening lahir 15 Februari 1923 – meninggal 8 Juni 1989 menjabat sebagai Walikota Samarinda selama 3  periode (1967-1972, 1972- 1977,  1977 – 1980). Begitupula Achmad Dahlan, menjabat Bupati Kutai 3  periode (1965-1970, 1970-1975 dan 1975-1979). 

Kadrie Oening  muda  sering melakukan pementasan teater.  Melalui  pementasan teater, dari kampung ke kampung  Kadrie Oening kerap menyindir pemerintahan Hindia Belanda yang berkuasa dan menjajah Indonesia kala itu.  

Achmad Dachlan (lahir 17 Desember 1928-meninggal dalam kecelakaan lalu lintas di Jakarta,  Juli 1986) juga seorang seniman dan penulis.

A.  Dahlan begitu beliau menyingkatkan namanya, menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di Samarinda. Beliau kemudian melanjutkan kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.

Lulus dari UGM beliau  bekerja sebagai  PNS.  Selain pernah menjabat sebagai Bupati Kutai 3 periode, jabatan terakhir adalah sebagai anggota DPR/MPR RI sebagai utusan daerah Provinsi Kalimantan Timur.

A. Dahlan adalah salah seorang tokoh yang juga ikut mendirkan Universitas Klimantan Timur (Unikat), yang kemudian berganti nama menjadi Universitas Mulawarman.v A. Dahlan juga pernah menjadi dekan di salah satu fakultas Univeritas itu.

Dalam menulis karya sastra, Achmad Dahlan sering menggunakan nama samaran D. Adham. Menurut sastrawan Korrie Layun Rampan, A. Dahlan adalah sastrawan generasi pertama penulisan karya sastra di Kalimantan Timur bersama rekan-rekannya seperti Haji Amir, Mansyah Usman, Maswan Dachri, Oemarmaiyah E.Hs, Achmad Noor dan lain-lain.

Tulisannya sering dipublikasikannya di koran Masjarakat Baroe, yang dipimpin kakaknya Oemar Dachlan, sejak tahun 1946.

Sebagian sajaknya diantologikan dalam ; 3 yang Tidak Masuk Hitungan (1974), Apa Kata Mereka tentang 3 yang Tidak Masuk Hitungan (1975), Seorang Lelaki di Terminal Hidup (1976), Menyambut Fajar (2002), dan lain-lain.

Menurut sastrawan Korrie Layun Rampan, Achmad Dahlan merupakan tokoh penting dalam kelahiran, pertumbuhan dan perkembangan kesusatraan di Kalimantan Timur.

Ada beberapa puisi yang dibuat Achmad Dachlan. Berikut ini beberapa di antaranya, yang berjudul Apa yang Kaucari, Bupati   Judul puisi ini dibuat Achmad Dahlan sampai tiga kali bersambung.

 

 

APA YANG KAUCARI, BUPATI (I)

 

Ada pertanyaan menghujam di hati

M Dachlan Iskan, wartawan

Apa yang kaucari, Bupati

Dari masalah yang kau timbulkan?

 

Apa yang kaucari bupati

Di tengah-tengah kerinduan setiap hari

Di antara kalungan bunga melati

Diiringi senyuman gadis menanti

Di antara debaran hati pejabat

Yang takzim memberi hormat

 

Kebesaranmu dan kekuasaanmu

Membungkus batang tubuhmu

Menghanyutkan  dan menenggelamkanku

Dalam kebahagiaan semu

 

Apa engkau telah merenungi

Bunga segar bisa jadi layu

Senyum manis bisa jadi sinis

Hormat bisa menjadi laknat?

 

Apa yang kaucari, Bupati

Dari yang serba fana ini

Dari semua bayangan ini

Hanya khayali tidak abadi

 

Besok engkau menempuh jalan asing berdebu

Di mana tiada barisan gadis cantik memagari

Di mana tiada rombongan pejabat menghormati

Mengelu-ngelukan dan memeriahkan kunjunganmu

 

Dan engkau akan tersiksa oleh kesunyian

Dan kenangan masa lampau yang berlalu

Yang tidak bisa memberikan pertolongan

Petunjuk  jalan asing,  jauh, berliku

 

Apa yang mesti engkau cari A. Dahlan

Nur bersinar yang menerangi jalan itu

Wajah indah yang memberimu kebesaran

Menciptakan alam semesta dengan satu kata

 

APA YANG KAUCARI , BUPATI  (II)

Apa yang kaucari, Bupati

Di atas daun yang segar

Pada rumput yang mati

Di atas tanah yang datar

Pada lubuk yang sunyi

Di mata yang berharap

Dan yang putus harap

 

Kata guru kitas aling beringat-ingatan

Meski kau bupati, aku sastrawan

Karena itu buka lebar jendela

Biar sinar terang masuk menerpa

Aku kirim pesan di berkas cahaya

 

 

Apalagi kau dan aku satu

Nyawamu adalah nyawaku

Rohmu adalah rohku

Napasmu adalah napasku

Hatimu adalah hatiku

Rahasiamu adalah rahasiaku

 

Seperti esanya engkau denganku

Demikian pula kau harus berpadu

Di daun segar dan di rumput kurus

Di tanah subur dan di padang tandus

Di senyum mekar dan di senyum hambar

Di mata bersinar dan di mata membakar

 

Apa yang kau cari, A.  Dahlan

Dari semua yang menyenangkan

Dari semua yang memedihkan

Timbangan yang tidak dipalsukan

 

Pertimbangan yang tak dijual-belikan

Untuk mendapatkan keredaan yang menjadikan

Engkau dan aku dan seisi alam

 

APA YANG KAUCARI, BUPATI (III)

 

Apa yang  kaucari, Bupati

Dengan hiasan katamu mengiakan

Tapi deburan hatimu meniadakan

Wajahmu cerah mengandung harapan

Tapi dihatimu singgah tak berkesan

 

Sebaliknya engkau dipuji, tapi hati membenci

Engkau disanjung, tetapi maknanya dipujung

Seperti balon engkau melambung tinggi ke atas

Seperti daun rapuh di tanah kau terhempas

 

Dan anjing ini jinak menjilat-jilat tanganmu

Penuh harapan mendapatkan upah sepotong daging

Tapi suatu waktu dia melolong geram

Menghantamu agar jatuh terpelanting

 

oh, A. Dahlan

Sungguh sempurna permainan jinjungan

Tiada yang harus kau sesalkan

Semua menurut kodratnya berjalan

Yang kau tuntut hanya keredaan

(bahan-bahan puisi ini dari Wiwik Dahlan melalui Ahim Hasibuan,  2008).

 

BACA PULA :