Sejarah Pers di Kaltim ; Surat Kabar Pewarta Borneo dan Pantjaran Berita, Koran Harian Pertama di Kalimantan Timur, Terbit Sejak Tahun 1935

FOTO. Oemar Dachlan, wartawan yang berkiprah di dunia pers mulai zaman penjajahan sampai  zaman reformasi. Selama berprofesi sebagai wartawan, termasuk membuat tulisan di zaman reformasi,masih menggunakan mesin tik. Foto istimewa.

Di Kalimantan Timur, khususnya di Samarinda, telah terbit dan beredar surat kabar harian. Ada dua surat kabar yang terbit dan beredar, yaitu Pewarta Borneo dan Patjaran Berita. Pewarta Borneo adalah surat kabar lokal,  yang terbit di Samarinda. Sedangkan Pantjaran Berita adalah koran nasional.

 

BACA PULA :

 

Berikut ini adalah tulisan H Oemar Dachlan, seorang jurnalis empat zaman.  Wartawan yang sempat menjalani mulai zaman penjajahan hingga zaman reformasi.

***

PEWARTA Borneo adalah koran Melayu-Tionghoa, yang pemimpin redaksinya bernama Oen Hong Seng, seorang wartawan Tionghoa-peranakan yang sengaja didatangkan dari Jawa. pemimpin umumnya (directeur) Tan Tjong To, seorang Tionghoa-peranakan kelahiran Samarinda (atau Sanga Sanga?).

Koran ini mula-mula terbit 3 kali seminggu. Perlu diterangkan, format dari koran-koran yang terbit di Samarinda pada waktu itu (sejak yang terbit pada tahun 1920-an), hanyalah seluas “sapu tangan”, sesuai dengan kapasitas percetakan (drukkerj) yang ada pada waktu itu masih digerakkan dengan tenaga manusia (kaki). Selain itu, tidak ada yang “dihiasi” dengan gambar, sebab belum ada “pabrik klise” di Kaltim sampai berakhirnya zaman penjajajahn Belanda.

Pada surat kabar Pewarta Borneo inilah  Oemar Dachlan pertama kali langsung terikat dengan pers, yakni sebagai waetawan aktif. Mula-mula menjadi korsponden (pembantu tetap), dan kemudian pada sekitar pertengahan tahun 1934 diangkat sebagai stadsredacteur (redaktur kota).

Sementara itu sejak permulaan tahun 1953 Pewarta Borneo ditingkatkan antar waktu terbitnya menjadi harian, yang waktu itu masih disebut dagblad. Itulah harian yang pertama di Kalimantan Timur, meskipun dibandingkan dengan umumnya harian yang terbit di luar daerah, terutama di Jawa, lebih-lebih di Batavia (Jakarta), Pewarta Borneo boleh dikatakan ketinggalan dalam segala-galanya. Selain tidak dihiasai gambar dan dengan format “sapu tangan” juga setiap terbit hanya terdiri dari 4 halaman, kecuali pada hari Sabtu 6 halaman, karena ditambah halaman “ekstra”.

Beberapa bulan sebelumnya, yakni sekitar pertengahan tahun 1934, di Samarinda terbit sebuah majalah bulanan yang bernama Sinar Kemadjuan. sebagai Directeur/Hoofdredacteur-nya S Hamid Alkaf, seorang peranakan Arab yang berjiwa nasionalis.

Kenasionalisannya ini terbukti antara lain bahwa dia mendirikan Persatoen Arab Indonesia Cabang Samarinda, yang berpusat di Jakarta, yang selain mengakui bahwa mereka (peranakan Arab yang tergabung dalam PAI0 bertanah air Indonesia, juga turut berjuang menuntut kemerdekaan Indonesia. Majalah bulanan (yang pada waktu itu disebut maandblad) Sinar Kemadjoen terbit dalam bentuk buku dan dicetak ( yang menururt Oemar Dachlan, bila tidak salah ingat, red) di Surabaya. Dan memuat gambar-gambar.

Tetapi majalah ini, yang sebagian besar isinya terdiri dari tlisan-tulian mengenai ilmu pengetahuan sempat terbit beberapa bulan (nomor) saja.

Namun SH Alkaf, tidak lama sesudah tutupnya Sinar Kemadjoen yang dimpimnya beralih menjai Hoof-dredacteur dagblad Pantjaran Berita, yang diterbitkan pada permulaan tahun 1935, hanya beberapa minggu sesudah surat kabar Pewarta Borneo, yang semula terbit 3 kali seminggu, ditingkatkan menjadi harian.

Dengan demikian, sejak tahun 1935, di Samarinda  terbit 2 surat kabar harian yang pertama Pewarta Borneo, sebuah koran Melayu-Tionghoa dan juga yang kedua Pantjaran Berita sebuah koran nasional.

Sebagai directeur Pantjaran Berita ialah Anang Atjil Arieph, paman atau saudara dari ayah M Fuad Arieph, yang juga pemimpin umum Surat Kabar Harian Suara Kaltim (sejak tahun 2002 berganti nama menjadi Swara Kaltim), selain menjadi Ketua persatuan wartawan Indonesia (PWI) cabang Kalimantan Timur periode 1990-1995 dan 1995-2000.

Pada tahun 1937, Oemar Dachlan meninggalkan Pewarta Borneo dan pindah menjadi wartawan Pantjaran Berita, duduk dalam staf redaksinya. Berhubung SH Alkaf keluar dari Pantjaran Berita (ini terjadi sekitar pertengahan tahun 1939), Oemar Dachlan yang dipercayakan untuk menggantikannya sebagai Pimpinan Redaksi koran harian (nasional) ini.

Selain saya (Oemar Dachlan, red), juga Anang Atjil Arieph, yang menjadi Directeur Pantjaran Berita sejak mulai terbitnya–kemudian duduk dalam staf redaksinya. Bersambung.

(sumber  : tulisan H.Oemar Dachlan berjudul Riwayat Singkat Pers di Kalimantan Timur (Sampai berakhirnya kekuasaan Belanda pada akhir tahun 1949).