Founder Urban+, Pengamat Perancang Kota, Sibarani Sofyan mengatakan, memang setiap lokasi pasti memiliki kelebihan untuk dijadikan ibu kota, baik itu Jonggol maupun Kalimantan. Namun menurutnya dari pada membandingkan keduanya ada yang lebih penting untuk dipersiapkan.
“Bukan masalah plus minus Jonggol vs Kalimantan, in either case pemindahan ibukota membutuhkan pendekatan di luar business as usual,” ujarnya, Minggu (18/8/2019).
Sibarani melanjutkan, jika sistem pembiayaan, pengadaan, perencanaan, desain dan eksekusi di lapangan masih menggunakan paradigma pembangunan yang lama akan sulit dilaksanakan. Apalagi kalau dilakukan dalam timeline yang sangat singkat.
Paradigma yang dimaksudnya adalah pendekatan birokrat-sektoral, kewenangan pusat daerah, peraturan pertanahan, serta tata ruang perkotaan dan wilayah.
“Kami asosiasi perancang kota Indonesia (IARKI), bersama dengan ikatan ahli perencana (IAP) dan ikatan arsitek Indonesia (IAI) menghimbau untuk memberikan waktu yang cukup untuk merumuskan kriteria-kriteria perencanaan dan perancangan yang baik untuk ibu kota negara dengan standar yang lebih tinggi dan paradigma lebih baik. Supaya resiko kesalahan dan kegagalan di masa mendatang bisa dihindari,” tambahnya.
Lagi pula menurut Sibarani, antara Kalimantan dan Jonggol sebenarnya tidak bisa diambil kesimpulan siapa pemenangnya tanya adanya kalkulasi.
Sementara Kalimantan isu jarak dan ketersediaan logistik dan material konstruksi seperti alat-alat berat, besi, tanah matang dan lainya akan meningkatkan biaya pembangunan.