Media Massa di Jerman. [DW Indonesia]

Kota ini setiap tahun tenggelam 20 sentimeter. Karena beban pembangunan di atas tanahnya, karena air tanahnya terkuras dan karena naiknya permukaan laut.

 

SUARAKALTIM.COM – Presiden RI Jokowi yang mengumumkan bakal memindahkan ibu kota negara dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur, turut menjadi perhatian sejumlah media massa di Jerman. Apa saja tanggapan pers Jerman?

Mengenai rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Provinsi Kalimantan Timur, yang diumumkan Presiden Jokowi hari Senin (26/08), harian Frankfurter Allgemeine Zeitung (FAZ) dalam artikel berjudul Die Tücken einer neuen Hauptstadt, menulis:

Ibu kota yang baru belum punya nama. Di kawasan yang sekarang ditentukan sebagai lokasinya, terdapat juga kawasan hutan dengan nama Bukit Soeharto, memakai nama bekas diktator Indonesia. Pada tahun tujuhpuluhan dia konon pernah sampai ke bukit ini dan sangat kagum dengan keindahannya.

Anekdot ini tidak diceritakan sang Presiden ketika mengumumkan lokasi ibu kota yang baru hari Senin. Tetapi Jakarta juga punya sejarahnya sendiri.

Dengan nama Batavia, kota ini dulunya menjadi ibu kota para penguasa kolonial Belanda. Dengan pemindahan ibu kota, Indonesia sekarang menggarisbawahi kemerdekaannya. Pada saat yang sama, sang Presiden yang berkuasa sedang mengecor warisan politiknya sendiri ke dalam beton.

 

Sementara Harian Die Zeit dalam artikel Indonesische Regierung will Hauptstadt auf die Insel Borneo verlegen edisi daring menulis:

Presiden Indonesia Joko Widodo mengumumkan: Ibu kota yang baru akan berdiri di tengah hutan Pulau kalimantan, dekat kota Balikpapan – lebih 1200 kilometer jauhnya dari Jakarta. Di Jakarta setiap hari ada kekacauan lalu lintas, udaranya tercemar, dan beberapa kali digoyang gempa.

Namun alasan yang paling mendesak tampaknya adalah: Jakarta tenggelam. Saat ini 40 persen lahannya berada di bawah permukaan laut.

Jakarta adalah kota yang paling cepat tenggelam di seluruh dunia. Presiden Widodo menerangkan alasan memilih tempat yang baru dengan “lokasi strategis”—ibu kota yang baru akan terletak “di jantung Indonesia.

Ibu kota yang baru juga tidak rentan bencana. Resiko banjir, gempa bumbu, tsunami dan ledakan gunung berapi minimal.

 

Sedangkan Harian Die Welt menyoroti sejarah Jakarta dan menulis:

Bagi ibu kota Jakarta yang didirikan 1527 (yang asal katanya berarti kemenangan besar) berakhirlah sejarah selama lebih setengah abad.

Penguasa kolonial Belanda sempat mengubah namanya menjadi Batavia. Sejak 1942, nama yang lama digunakan kembali.

Pemindahan ibu kota diperkirakan akan menelan dana sampai 30 miliar Euro. Jakarta menurut rencana tetap akan menjadi pusat keuangan. Pemerintah sekarang berharap akan meraup dana dari penjualan gedung-gedung pemerintahan.

Harian die tageszeitung (taz) dalam laporan yang berjudul “Pindah ke Borneo” menulis:

 

Sudah diputuskan dan diumumkan: Ibu kota Indonesia akan dipindahkan. Jakarta dengan hampir 11 juta penduduk, dengan kepadatan penduduk sampai 1500 orang per kilometer kuadrat, terletak di Pulau Jawa yang sudah kepadatan penduduk, dan harus berjuang dengan berbagai masalah urbanisasasi yang tidak habis-habis.

Kota ini setiap tahun tenggelam 20 sentimeter. Karena beban pembangunan di atas tanahnya, karena air tanahnya terkuras dan karena naiknya permukaan laut.

Kualitas udara di Jakarta juga termasuk yang paling buruk di dunia. Setiap hari 10,7 juta kendaraan, termasuk delapan juta motor, menjejali jalan-jalan. Lokasi yang baru lebih aman dari gempa, tsunami dan ledakan gunung berapi, kata Widodo.

Padahal di sana juga sekarang ada masalah ekologi. Dengan kecepatan yang sulit dibayangkan, hutan tropisnya yang berusia ribuan tahun selama beberapa dekade terakhir ditebangi untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit.

Pemindahan direncanakan mulai 2024. Yang akan pindah awalnya hanya sekitar 220.000 politisi. Karena Jakarta tetap akan menjadi pusat perekonomian.

Namun, karena ekonomi dan politik tidak bisa eksis tanpa yang lain, para para bos ekonomi dan investor di masa depan harus juga menempuh jarak 1400 kilometer untuk mengunjungi ibu kota baru yang belum punya nama itu.

 
Reza Gunadha/suara.com
 

Baca Juga