Iuran BPJS Kesehatan akan Naik

JAKARTA, SUARAKALTIM.COM Pemerintah membuka rencana untuk menaikkan iuran program jaminan kesehatan nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Selasa (27/8) kemarin, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengajukan usulan kenaikan iuran JKN kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat rapat kerja gabungan Komisi IX DPR dan Komisi XI DPR.

Dalam kesempatan ini, Ketua DJSN Tubagus Achmad Choesni mengusulkan kenaikan iuran untuk peserta bukan penerima upah (PBPU). DJSN mengusulkan iuran untuk PBPU kelas I naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 120.000 per bulan atau naik 50%. 

Sedangkan untuk PBPU kelas II, DJSN mengusulkan iurannya naik dari Rp 51.000 per bulan menjadi Rp 75.000 per bulan untuk setiap peserta. Kenaikan besaran iurannya sekitar 47,05%.

 

“Untuk kelas III, kami samakan dengan peserta penerima bantuan iuran (PBI),” kata Choesni Selasa (27/8).

Asal tahu saja, iuran PBI BPJS Kesehatan naik menjadi Rp 42.000 per bulan per peserta, dari yang saat ini sebesar Rp 23.000 per peserta per bulan.

Bila iuran untuk PBPU kelas III disamakan menjadi Rp 42.000 per orang, artinya kenaikan iuran untuk peserta kelas ini sebesar 64,7% dari iuran yang berlaku saat ini sebesar Rp 25.500 per peserta per bulan.

Selanjutnya, iuran Peserta Penerima Upah-Badan Usaha, DJSN mengusulkan sebesar 5% dengan batas atas upah Rp 12 juta, dari sebelumnya Rp 8 juta. Sementara iuran Peserta Penerima Upah-Pemerintah sebesar 5% dari take home pay, dari semula 5% dari gaji pokok plus tunjangan keluarga.

Menurut Choesni, jika kenaikan iuran berlaku mulai 2020, maka sustainabilitas dana Program JKN bisa tercapai di akhir 2021 mendatang. Dengan asumsi, pemerintah telah menyelesaikan akumulasi defisit hingga akhir 2019.

Choesni menjelaskan, DJSN memiliki tim teknis yang berasal dari kementerian terkait, tim ahli, dan akademisi untuk menyusun aktuaria pembiayaan Program JKN. Model tersebut pun mereka susun berdasarkan data BPJS Kesehatan dalam lima tahun terakhir.

DJSN juga berharap, ada perbaikan sistemis pada bidang kelembagaan, harmonisasi regulasi, peningkatan mutu pelayanan termasuk pencegahan fraud. Kemudian, penyediaan sarana termasuk peningkatan mutu tengah kesehatan, optimalisasi penerimaan, edukasi publik, dan penegakan hukum.

 
 

Iuran BPJS Kesehatan Naik Hingga 64%

 
 
Siap-siap, iuran BPJS Kesehatan naik hingga 64%
ILUSTRASI. BPJS Kesehatan

 
 
DEWAN  Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengusulkan kenaikan tarif iuran Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada BPJS Kesehatan kepada wakil rakyat saat rapat kerja gabungan Komisi IX dan Komisi XI DPR, Selasa (27/8).

Ketua DJSN Tubagus Achmad Choesni mengatakan, usulan iuran Peserta Bukan Penerima Upah BPJS Kesehatan untuk kelas I menjadi Rp 120.000 per bulan per orang, dari saat ini Rp 80.000, atau naik 50%. Lalu, iuran untuk kelas II jadi Rp 75.000 per bulan per orang, dari sebelumnya Rp 51.000, naik 47,05%

“Untuk yang kelas tiga, kami samakan dengan yang PBI (Penerima Bantuan Iuran),” kata Choesni. Iuran PBI BPJS Kesehatan naik menjadi Rp 42.000 per bulan per orang, dari sekarang Rp 23.000.

Itu berarti, kenaikan iuran Peserta Bukan Penerima Upah mencapai 64,7% dari sebelumnya hanya Rp 25.500 per bulan per orang.

Selanjutnya, iuran Peserta Penerima Upah-Badan Usaha, DJSN mengusulkan sebesar 5% dengan batas atas upah Rp 12 juta, dari sebelumnya Rp 8 juta. Sementara iuran Peserta Penerima Upah-Pemerintah sebesar 5% dari take home pay, dari semula 5% dari gaji pokok plus tunjangan keluarga.

Menurut Choesni, jika kenaikan iuran berlaku mulai 2020, maka sustainabilitas dana Program JKN bisa tercapai di akhir 2021 mendatang. Dengan asumsi, pemerintah telah menyelesaikan akumulasi defisit hingga akhir 2019.

Choesni menjelaskan, DJSN memiliki tim teknis yang berasal dari kementerian terkait, tim ahli, dan akademisi untuk menyusun aktuaria pembiayaan Program JKN. Model tersebut pun mereka susun berdasarkan data BPJS Kesehatan dalam lima tahun terakhir.

DJSN juga berharap, ada perbaikan sistemis pada bidang kelembagaan, harmonisasi regulasi, peningkatan mutu pelayanan termasuk pencengahan fraud. Kemudian, penyediaan sarana termasuk peningkatan mutu tengah kesehatan, optimalisasi penerimaan, edukasi publik, dan penegakan hukum.

 

 

Lidya Yuniartha/Herlina Kartika/S.S. KurniawanKONTAN