Australia Tak Bisa Ikut Campur, PBB Akui Papua Barat Milik Indonesia

Peta wilayah Papua Barat dan Papua. Foto/ABC News/Jarrod Fankhauser
 
JAKARTA, SUARAKALTIM.COM – Damien Kingsbury, seorang pakar keamanan Asia Tenggara di Universitas Deakin, mengatakan bahwa Australia tidak mungkin dapat ikur campur soal Papua Barat. Alasannya, PBB resmi mengakui wilayah itu bagian dari Republik Indonesia dan Canberra sudah terikat Perjanjian Lombok dengan Jakarta.

“Australia tidak mungkin meminta PBB untuk campur tangan dengan cara apa pun karena sejumlah alasan, yang paling tidak adalah Perjanjian Lombok yang menghalangi keterlibatan Australia dalam masalah Papua Barat dan menghormati kedaulatan Indonesia,” katanya kepada SBS News, yang dikutip Rabu (4/9/2019).

“Papua Barat diakui oleh PBB sebagai bagian dari Indonesia. Timor Timur tidak pernah diakui oleh PBB sebagai bagian dari Indonesia dan itu adalah perbedaan mendasar yang membuat penyelesaian masalah Papua Barat jadi jauh lebih sulit,” ujarnya.

Baca Juga:
 

Komentar Kingsbury itu sebagai respons atas pernyataan pentolan separatis Papua Barat, Benny Wenda, yang meminta Perdana Menteri Australia Scott Morrison bersuara atas apa yang terjadi di wilayah timur Indonesia tersebut. Wenda ingin Morrison mengutuk tindakan keras Indonesia terhadap para demonstran pro-kemerdekaan.

Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) Australia mengatakan kepada SBS News bahwa Canberra mengakui integritas dan kedaulatan wilayah Indonesia atas provinsi Papua.

“Posisi kami jelas ditentukan oleh Perjanjian Lombok antara Indonesia dan Australia,” kata DFAT dalam sebuah pernyataan.

Perjanjian Lombok adalah perjanjian antara Indonesia dan Australia yang menguraikan kewajiban keamanan masing-masing negara.

Juru bicara Partai Buruh untuk urusan luar negeri, Penny Wong, mengatakan kepada SBS News bahwa partainya “sangat prihatin” tentang laporan kekerasan yang sedang berlangsung, tetapi sepenuhnya menghormati integritas wilayah Indonesia.

“Kami menyerukan agar tenang dan menahan diri, dan sangat mendesak untuk menghormati hak asasi manusia,” katanya.

“Rasa hormat untuk integritas teritorial satu sama lain diabadikan dalam Perjanjian Lombok, yang tetap menjadi landasan kerja sama keamanan antara kedua negara kami,” katanya.

Pernyataan politisi Partai Buruh itu muncul ketika tiga warga Australia tiba di Sydney pada hari Selasa setelah dideportasi dari Indonesia karena berpartisipasi dalam protes pro-kemerdekaan.

Tom Baxter, 37, Danielle Joy Hellyer, 31, dan Ruth Cobbold, 25, ditangkap oleh pasukan keamanan Indonesia bersama dengan Cheryl Davidson, 36, setelah bergabung dengan protes di luar kantor wali kota di Sorong, Papua Barat, pada 27 Agustus. Keempat orang itu memegang bendera Bintang Kejora kecil.

Davidson diperkirakan akan meninggalkan Bali dan menuju Australia pada hari Rabu (4/9/2019).

 
 
Muhaimin/Sindo