Ibu-ibu Buka Baju, Tolak Pengembangan Wisata Danau Toba

Ibu-ibu buka baju  saat demo tolak pengembangan wisata toba | www.instagram.com

 

Buka Baju Saat Demo, Ibu-ibu Tuding Pengembangan Wisata Danau Toba Rampas Tanah Rakyat

Aksi buka baju  untuk tolak pengembangan wisata Danau Toba

DEMO  penolakan pengembangan wisata di Danau Toba berakhir ricuh. Bermula saat seorang staf Kelompok Studi Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) dipukul oleh aparat hingga terluka di bagian mata. Aksi demo yang didominasi ibu-ibu itu histeris dan langsung membuka pakaiannya satu persatu berharap suaranya di dengar.

Demo itu dilatarbelakangi penolakan proyek The Nomadic Kaldera Toba Escape yang menjadi bagian pengembangan wisata Danau Toba. Masyarakat menuding bahwa proyek tersebut merampas tanah milik rakyat.

1. Dianggap tak berhasil majukan wisata Toba

Warga demo tolak proyek wisata toba | www.tagar.id

Dilansir dari Kompas.com, Jumat (13/9/19), Direktur KSPPM Delima Silalahi membenarkan apa yang terjadi. Katanya, bentrok massa itu tidak bisa diterima. Pembangunan pariwisata adalah gagasan Presiden Jokowi yang mengutamakan peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan Danau Toba.

Masyarakat yang menolak proyek itu bukan tanpa alasan. Selama 2 tahun beroperasi, lembaga Badan Otoritas Pariwisata Danau Toba (BOPDT) dinilai gagal memajukan pariwisata, justru hanya memantik ketegangan masyarakat dengan banyak konflik serta kekerasan.

Selain itu, masyarakat menuding bahwa proyek tersebut merampas tanah milik rakyat. Sementara biaya operasional proyek menggunakan uang negara yang berasal dari rakyat.

“Termasuk pajak masyarakat di Sigapiton yang diserobot tanahnya dan diperlakukan dengan kekerasan,” ujar Delima.

2. Ibu-ibu nekat buka baju saat demo

Ibu-ibu yang ikut demo nekat telanjang | www.tribunnews.com

Pada hari Kamis (12/9/19) kemarin, BOPDT membawa alat berat dan juga aparat ke Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Tobasamosir (Tobasa). Alat berat itu dipergunakan untuk membangun jalan dari The Nomadic Kaldera Toba Escape menuju Batusilali dengan panjang 1.900 meter dan lebar 18 meter.

Melihat alat berat di desanya, warga geram dan melakukan demo yang didampingi oleh KSPPM. Sekitar 100 warga adu bentrok dengan aparat menghadang alat berat yang menggilas tanah dan hutan di lingkungan mereka.

Bentrokan semakin ricuh saat seorang staf KSPPM dipukul oleh aparat hingga terluka di bagian mata. Ibu-ibu yang mendominasi demo tersebut histeris hingga nekat melepas pakaian satu persatu.

Kaum ibu masyarakat Adat Raja Na Opat Sigapiton ini berharap jika suara mereka bisa didengar oleh BOPDT dan menghentikan proyek tersebut.

3. Pelaku aksi diduga bukan warga sekitar

ibu-ibu saat demo tolak proyek pengembangan wisata toba | medan.tribunnews.com

Sekretaris Daerah Kabupaten Tobasa Audhi Murphy Sitorus mengklarifikasi terkait demo penolakan proyek pengembangan wisata Toba. Murphy mengatakan jika warga yang melakukan aksi demo hingga buka baju itu bukanlah warga sekitar.

“Mereka mengklaim itu adalah lahannya walaupun mereka bukan penduduk setempat. Masyarakat setempat pun tidak senang dengan tindakan mereka. Mereka dari Desa Pardamean Sibisa tapi mengaku tanahnya di situ,” ujar Murphy.

Murphy menegaskan bahwa warga Sigapiton yang tanahnya dijadikan proyek pengembangan wisata sudah dibayar oleh pemerintah. Murphy menyangkal jika proyek tersebut adalah hasil merampas tanah rakyat.

“Kalau yang ada tanaman di sana sudah dibayar, jadi itu bukan penduduk setempat. Tidak ada masalah lagi, tadi sudah dikerjakan,” tegas Murphy.

Sementara Delima menegaskan jika semua warga yang tergabung dalam aksi itu adalah warga asli Sigapiton.
Artikel Lainnya

Tujuan pengembangan wisata di Danau Toba berawal dari inisiatif Presiden Jokowi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jokowi sendiri tak membenarkan aparat untuk melakukan kekerasan kepada warga. Semoga permasalahan ini bisa segera diselesaikan dengan damai dan proyek tersebut bisa mensejahterakan masyarakat nantinya.

 

by Dea Dezellynda/keepo.me