Dahnil: Penelitian Oxford, Pasukan Buzzer Cenderung Menyerang Oposisi Kritis

 
 
JAKARTA, SUARAKALTIM.COM-Dugaan adanya pendengung alias buzzer berbayar memang sulit dibuktikan. Sebab, kehadiran mereka layaknya barang-barang yang dijual di pasar gelap.
Begitu ungkap Jurubicara Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, Dahni Anzar Simanjuntak dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) bertajuk “Siapa yang Bermain Buzzer?” yang disiarkan TV One, Selasa (8/10).

“Kita hanya bisa menilai itu dari polanya,” terang Dahnil

 
 

Mantan ketua umum PP Pemuda Muhammadiyah itu kemudian menukil penelitian dari Universitas Oxford berjudul “The Global Disinformation Order 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation” yang digarap oleh Samantha Bradshaw dan Philip N. Howard.

Berdasarkan penelitian tersebut tergambar bahwa 71 persen dari perilaku para buzzer menyebarkan hal-hal yang pro pemerintah dan partai politik.

Sementara 89 persen lebih melakukan propaganda untuk menyerang politisi oposisi yang kritis. Setidaknya ada sejumlah isu yang wajib disamarkan para buzzer tersebut. Di antaranya menyamarkan isu-isu sensitif seperti hak asasi manusia.

Kemudian mendiskreditkan politisi oposisi yang sedang mengkritik pemerintah. Mereka juga menenggalamkan perbedaan pendapat. Tren ini, kata Dahnil, terjadi di 70 negara yang diteliti, termasuk Indonesia.

“Kill the messenger, pembawa pesan harus dimatikan. Disamarkan dan disebut hoax, radikal, pro HTI,” urainya.

 
Widian Vebriyanto/foto Dahnil Anzar Simanjuntak/Net/ rmol