Otoritas India bahkan telah memesan 3 juta unit test kit Sensing Self. Alat tes serologi ini didesain untuk mengambil sampel darah dan mengecek antibodi pengguna terhadap virus corona SARS-CoV-2 penyebab pengakit COVID-19.
BACA JUGA : Peringkat Terburuk Pengetesan Covid-19, Indonesia Selevel Ethiopia
National Institute of Virology dan Indian Council of Medical Research mengotorisasi penggunaan produk di India yang kini memiliki total 3.588 kasus positif COVID-19.
Alat Sensing Self dapat mengeluarkan hasil dalam waktu 10 menit dengan tingkat keakuratan diklaim mencapai 92 persen. Untuk satu unit tes kit dibanderol dengan harga Rp 160.000.
Dalam hal ini, Sensing Self mengaku tidak mengambil untung sama sekali. Harga jual disamakan dengan ongkos produksi. Penjualannya di tengah wabah COVID-19 murni sebagai misi sosial perusahaan.
“Dulu ketika COVID-19 ini belum pandemi, kami bisa jual 20 sampai 21 USD. Kebanyakan di Eropa. Kami cari untung. Sejak awal kami memang perusahaan yang profitable. Tetapi ketika WHO menyatakan ini pandemi, kami jual dengan harga ongkos produksinya saja. Tidak ada untung. Sekitar Rp 160.000. Ini juga berlaku ke semua negara. Tidak ada untung. Kami ingin membantu,” ujar Santo.
BACA JUGA : 5 Gejala Virus Corona yang Tidak Biasa
Sensing Self telah memulai riset sejak akhir 2019 untuk meneliti virus corona SARS-CoV-2. Saat itu, tim ilmuwan Sensing Self yang juga bekerja sama dengan ilmuwan dari Hong Kong dan China, sudah mendapatkan informasi soal penyakit pernapasan misterius di Wuhan, jauh sebelum penyakit ini mewabah lintas negara.
Pada dasarnya, mekanisme alat tes COVID-19 milik Sensing Self tidak jauh berbeda dengan rapid test kebanyakan. Namun, keunggulan rapid test Sensing Self berada pada enzim yang menjadi bahan baku produk.
“Teknologi yang kita miliki bukan terletak pada kit atau kertasnya, tapi ada di enzimnya. Enzim itu kalau tidak diperhatikan, misalnya waktu ditaruh tidak dijaga suhunya atau segala macam, enzim itu bisa rusak,” jelas Santo.
Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis atau senyawa yang mempercepat proses reaksi dalam suatu proses kimia organik. Dalam rapid test, enzim turut berperan dalam menentukan keakuratan hasil tes COVID-19.
BACA JUGA : HOAX : “Rezim togog Bedebah pasilitasi karantina khusus untuk TKA SILUMAN CHINA”
Menurut Santo, alat rapid test bisa memiliki tingkat akurat yang rendah karena enzim yang digunakan tidak diperhatikan kualitasnya, sehingga berpotensi rusak dalam proses pemakaian produk. Hal ini kerap ditemukan pada kebanyakan alat rapid test perusahaan lain.
Spanyol misalnya, pemerintahnya menyatakan tes cepat dan massal pengambilan sampel darah (rapid test) yang dibeli dari China tak konsisten mengidentifikasi kasus positif virus corona. Mereka mengaku akan mengembalikan kit tersebut ke pabrik.
Sebagaimana diberitakan Business Insider, pengembalian itu dilakukan setelah ada temuan ahli mikrobiologi soal rapid test kit yang mereka beli dari sebuah perusahaan China, Bioeasy. Mengutip surat kabar Spanyol El País, alat itu hanya memiliki sensitivitas sebesar 30 persen.[EM]