Jakarta, Suara Kaltim – Selain memperbolehkan sekolah melakukan pembelajaran tatap muka, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim juga memperbolehkan perguruan tinggi menerapkan kuliah tatap muka mulai Januari 2021.
Namun, lampu hijau atas dibukanya perkuliahan tatap muka ini tentunya harus disertai dengan syarat menerapkan protokol kesehatan yang ketat mengingat kasus covid-19 di Indonesia masih sangat tinggi.
“Untuk perguruan tinggi juga diperbolehkan perkuliahan tatap muka dengan syarat menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan mengisi daftar periksanya yang ditentukan oleh Ditjen Pendidikan Tinggi,” ujar Nadiem dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat dikutip dari Antara.
Kendati demikian, aturan perkuliahan tatap muka pada perguruan tinggi masih disusun oleh Ditjen Dikti selaku yang menaungi operasinal perguruan runggu.
Namun Nadiem memberikan bocoran bahwa pembelajaran tatap muka tidak hanya untuk jenjang PAUD hingga SMA/SMK tetapi juga perguruan tinggi.
Saat ini pemerintah telah memberikan kelonggaran kepada Pemerintah daerah untuk melakukan pembelajaran tatap muka atau tetap akan meneruskan pembelajaran jarak jauh mulai semester genap 2020/2021 atau Januari 2021 sesuai dengan keadaan daerah masing-masing.
Dalam penetapan keputusan tersebut, Nadiem juga mengungkapkan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran tatap muka dapat dilakukan secara serentak atau bertahap per wilayah kecamatan dan atau desa atau kelurahan.
Dirinya juga menegaskan bahwa pembelajaran tatap muka dapat dilakukan akan tetapi harus dengan izin tiga pihak yakni Pemda, kepala sekolah dan komite sekolah dan juga orang tua. Sekolah juga harus memenuhi daftar periksa sebelum menerapkan pembelajaran tatap muka.
Enam daftar periksa yang harus dipenuhi yaitu:
1. Ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan (toilet bersih dan layak serta sarana cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau penyanitasi tangan);
2. Mampu mengakses fasilitas pelayanan kesehatan;
3. Kesiapan menerapkan masker;
4. Memiliki thermogun;
5. Memiliki pemetaan warga satuan pendidikan (yang memiliki komorbid tidak terkontrol, tidak memiliki akses transportasi yang aman, dan riwayat perjalanan dari daerah dengan tingkat risiko yang tinggi)
6. mendapatkan persetujuan komite sekolah atau perwakilan orang tua/wali.
Penerapan jadwal pembelajaran, jumlah hari dan jam belajar dengan sistem pergiliran rombongan belajar ditentukan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan situasi dan kebutuhan.
Dalam membuka pembelajaran jarak jau, harus diterapkan perliku yang sesuai dengan protokol kesehatanm, yakni menggunakan masker kain tiga lapis atau masker sekali pakai/masker bedah, cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau cairan pembersih tangan, menjaga jarak dan tidak melakukan kontak fisik, dan menerapkan etika batuk/bersin.
“Kita pastikan bahwa kondisi medis warga satuan pendidikan yang punya komorbiditas tidak boleh melakukan tatap muka, tidak boleh datang ke sekolah kalau mereka punya komorbiditas karena risiko mereka jauh lebih tinggi,” tegas Nadiem.
Kemudian, tidak diperkenankan kegiatan-kegiatan yang berkerumun artinya kantin diperbolehkan beroperasi, kegiatan olahraga dan ekstrakurikuler tidak diperbolehkan untuk dilakukan.
Oleh karena itu pemantauan dari Pemda, dinas, gugus tugas daerah penting untuk memastikan protokol terjaga. Pemangku kepentingan harus mendukung hal itu dapat terlaksana.
Satuan pendidikan juga tidak boleh memaksakan kehendak orang tua yang ingin anaknya tetap melakukan pembelajaran jarak jauh serta tetap memberikan layanan belajar yang setara.
Namun, untuk perguruan tinggi sendiri memang belum ada informasi resminya. Diharapkan para mahasiswa dan pihak perguruan tinggi untuk tetap menunggu keputusan mekanisme yang saat ini sedang disusun oleh Ditjen Dikti mengenai kuliah tatap muka. Sajendra Anggi Faragita/Dwiyan Setya Nugraha
Sumber: kemdikbud, ANTARA