BEM UI : Polisi Memutarbalikan Fakta, Mahasiswa UI Ditabrak, Meninggal, Jadi Tersangka,

Foto: Orang tua Hasya Attalah Syaputra, korban tewas kecelakaan menggelar konferensi pers bersama ILUNI FHUI. (Ilham Oktafian/detikcom)

 

Keluarga dan kuasa hukum keluarga almarhum Hasya menggelar konferensi pers di kantor Iluni UI, Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (27/1/2023). Foto Republika/Zainur Mahsir Ramadhan

Peristiwa yang menimpa Hasya membuat BEM UI melihat fenomena Sambo jilid dua.

JAKARTA, SUARA KALTIM — Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI)  merasa tindakan kepolisian yang menetapkan Muhammad Hasya Atallah Saputra sebagai tersangka kasus kecelakaan lalu lintas sebagai bentuk rekayasa kasus.  Mirip ulah Irjen Ferdy Sambo dalam kasus kematian Brigadir J. Seperti diketahui  Satuan Lalu Lintas Polres Metro Jakarta Selatan (Satlantas Polrestro Jaksel) menetapkan Muhammad Hasya Atallah Saputra sebagai tersangka kasus kecelakaan lalu lintas. Hasya menjadi korban kecelakaan di Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jaksel pada Kamis (6/1/2023) malam WIB. Mahasiswa FISIP UI tersebut meninggal tidak lama setelah kecelakaan yang melibatkan AKBP (Purn) Eko Setio Budi Wahono. BEM UI geram karena Hasya yang menjadi korban malah ditetapkan sebagai tersangka.

 

“Bagi kami, fenomena ini seperti Sambo jilid dua. Kepolisian semakin hari semakin beringas dan keji, kita lagi-lagi dipertontonkan dengan aparat kepolisian yang hobi memutarbalikkan fakta dan menggunakan proses hukum untuk jadi tameng kejahatan,” kata Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang dalam siaran pers kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (28/1/2023).

Melki pun mendesak agar pensiunan perwira menengah (pamen) Polri itu bisa dijerat pidana. BEM UI memastikan siap mengawal kasus tersebut hingga tuntas. “BEM UI akan terus bersuara demi tercapainya keadilan bagi almarhum Hasya dan keluarganya,” kata Melki.

BEM UI pun membuat kronologi kejadian kecelakaan yang menimpa Hasya. Pada Kamis, Hasya bersama beberapa temannya mengikuti pertandingan e-sport di ruangan FISIP UI dan menjadi pemenang. Setelahnya, Hasya bersama beberapa temannya memutuskan untuk pergi ke indekos salah satu temannya.

Dikarenakan pintu akses keluar UI melalui Kukusan, Kota Depok, ditutup maka Hasya bersama temannya menggunakan akses Jalan Srengseng Sawah. Hasya mengendarai motor dengan posisi beriringan motor temannya.

“Dalam perjalanan, tiba-tiba sebuah motor di depannya melaju lambat. Secara reflek, Hasya mengelak, kemudian mengerem mendadak sehingga motor Hasya jatuh ke sisi kanan,” demikian keterangan BEM UI.

Tidak lama setelah terjaruh, dari arah berlawanan, mobil SUV yang dikemudikan mantan Kapolsek Cilincing Eko Setio Budi Wahono melintas, dan melindas korban. Seorang yang berada di tempat kejadian perkara (TKP) mendatangi terduga pelaku dan meminta membantunya untuk membawa hasya ke rumah sakit (RS). Namun, Eko Setio menolaknya.

Akibatnya, Hasya tidak bisa cepat dibawa ke RS untuk mendapatkan pertolongan. “Tidak lama setelah Hasya tiba di RS, Hasya dinyatakan meninggal dunia,” kata BEM UI.

Kuasa hukum almarhum Hasya, Gita Paulina, juga menegaskan, saat korban setelah dilindas, terduga pelaku tidak langsung berhenti sejak menabrak di lokasi. “Makanya waktu itu kami mempertanyakan, kenapa tidak dites urine?” kata Gita kepada awak media di kantor Iluni UI, Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (27/1/2023).

Dia menyebut, terduga pelaku juga tidak mau menolong Hasya untuk melarikan ke RS terdekat sesaat setelah dilindasnya. Terduga polisi malah membiarkan salah satu saksi di lokasi untuk mencari ambulans ke tiga rumah sakit terdekat.

“Bahwa saat setelah kejadian, pelaku dimintai tolong untuk membawa Hasya ke RS tapi menolak dan tidak menunjukkan usaha untuk membantu. Akhirnya salah satu orang di TKP harus mencari ambulans ke tiga rumah sakit,” kata Gita.

Oleh sebab itu, pihak kuasa hukum dan keluarga merasa kecewa dan terus mempertanyakan hal tersebut. Gita menyebut, kepolisian sengaja tidak menggali fakta itu lebih dalam. “Kami tidak tahu pertimbangan aparat hukum,” kata Gita.

Foto: Orang tua Hasya Attalah Syaputra, korban tewas kecelakaan menggelar konferensi pers bersama ILUNI FHUI. (Ilham Oktafian/detikcom)

Editor : Akhmad Zailani

 

8 Fakta Terkait Mahasiswa UI Tewas Ditabrak Malah Jadi Tersangka

 

JAKARTA, SUARA KALTIM – Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Muhammad Hasya Atallah Saputra (17) ditetapkan sebagai tersangka usai terlibat kecelakaan lalu lintas dengan Purnawirawan Polri berpangkat AKBP.

Mahasiswa UI itu tewas dalam kecelakaan tersebut. Oleh karena itu, penyidik pun mengeluarkan surat pemberhentian penyidikan atau SP3 alias pengusutan kasusnya dihentikan.

 

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Latif Usman menjelaskan, pihaknya telah memeriksa saksi fakta, saksi ahli, dan memeriksa alat bukti dalam mengusut kasus kecelakaan maut ini.

Bahkan, kata Latif, gelar perkara diadakan tiga kali dan dihadiri Bid Propam, Inspektorat Pengawas Daerah Polda Metro Jaya, Bidkum Polda Metro Jaya.

“Sehingga kami sampai pada kesimpulan menghentikan penyidikan ini,” ujar Latif di Polda Metro Jaya, Jumat 27 Januari 2023.

Menurut Latif, mahasiswa UI bernama Hasya itu diduga kurang hati-hati sehingga tak bisa mengendalikan sepeda motornya ketika ada pengendara lain yang tiba-tiba belok. Di saat bersamaan kendaraan Pajero yang dikemudikan AKBP (Purn) Eko melintas. Kecelakaan lalu lintas pun terjadi.

“Seharusnya kita bisa mengantisipasi kayak tadi tiba-tiba belok. Dalam cuaca hujan harus tahu kondisi. Sementara itu, dia tidak bisa mengendalikan kendaraan. Dia jatuh sendiri dan dia yang menyebabkan terjadinya kecelakaan,” papar Latif.

Sementara itu, dalam hal ini AKBP (Purn) Eko tidak bisa dijadikan tersangka karena berada pada jalur yang benar atau istilahnya tidak merampas hak pengguna jalan lain.

Berikut sederet fakta terkait polisi menetapkan mahasiswa UI bernama Muhammad Hasya Atallah Saputra yang tewas dalam kecelakaan lalu lintas dihimpun Liputan6.com:

 

1. Kasus Dihentikan, Mahasiswa UI yang Tewas Ditabrak Malah Jadi Tersangka

Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Muhammad Hasya Atallah Saputra (17) menyandang status sebagai tersangka usai terlibat kecelakaan lalu lintas dengan Purnawirawan Polri berpangkat AKBP.

Dalam kasus ini, tersangka meninggal dunia sehingga penyidik mengeluarkan surat pemberhentian penyidikan atau SP3.

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Latif Usman menjelaskan, pihaknya telah memeriksa saksi fakta, saksi ahli dan memeriksa alat bukti.

Bahkan, kata Latif, gelar perkara diadakan tiga kali serta Bid Propam, Inspektorat Pengawas Daerah Polda Metro Jaya, Bidkum Polda Metro Jaya turut menghadiri.

“Sehingga Kami sampai pada kesimpulan menghentikan penyidikan ini,” kata dia di Polda Metro Jaya, Jumat 27 Januari 2023.

 

 
 

2. Kronologi Kejadian Versi Polisi

Latif menerangkan kecelakaan bermula saat Hasya mengendarai sepeda motor dengan kecepatannya kurang lebih 60 Km/jam. Kendaraan tiba-tiba tergelincir akibat melakukan rem mendadak.

Insiden terjadi di Jalan Srengseng Sawah, Jagakarsa Jaksel pada Kamis 6 Oktober 2022 sekira pukul 21.30 WIB. Kondisi jalanan diduga licin karena diguyur hujan rintik-rintik.

“Ini keterangan dari si temannya. Temannya sendiri melihat dia (Hasya),” ucap dia.

Latif mengatakan, saat bersamaan melintas kendaraan Pajero yang dikemudikan AKBP (purn) Eko sehingga kecelakaan lalu lintas tak terhindarkan.

“Jadi memang bukan terbentur dengan kendaraan Pajero, tapi jatuh ke kanan diterima oleh Pajero. Sehingga terjadilah kecelakaan. Ini keterangan dari beberapa saksi temannya sendiri yang menyaksikan ini,” terang dia.

 

3. Alasan Penetapan Tersangka

Latif menerangkan, kecelakaan lalu lintas yang menimpa Hasya murni disebabkan kelalaiannya sendiri saat berkendara.

“Kenapa dijadikan tersangka ini. Dia kan yang menyebabkan, karena kelalaiannya dia meninggal dunia. Jadi yang menghilangkan nyawanya karena kelalaiannya sendiri bukan kelalaian Pak Eko,” kata dia.

Menurut Latif, Hasya diduga kurang hati-hati sehingga tak bisa mengendalikan sepeda motor ketika ada pengendara lain yang tiba-tiba belok.

Di saat bersamaan kendaraan Pajero yang dikemudikan AKBP (purn) Eko melintas. Kecelakaan lalu lintas pun terjadi.

“Seharusnya kita bisa mengantisipasi kayak tadi tiba-tiba belok. Dalam cuaca hujan harus tahu kondisi. Sementara itu, dia tidak bisa mengendalikan kendaraan. Dia jatuh sendiri dan dia yang menyebabkan terjadinya kecelakaan,” ujar dia.

Sementara itu, dalam hal ini AKBP (purn) Eko tidak bisa dijadikan tersangka karena berada pada jalur yang benar atau istilahnya tidak merampas hak pengguna jalan lain.

“Dengan jarak yang kita hitung tidak bisa Pak Eko dengan refleks itu menghindar. Meskipun Pak Eko katanya sempat banting ke kiri tapi tak ada cukup ruang untuk menghindari kecelakaan,” ucap dia.

 

4. Polisi Persilakan Keluarga Mahasiswa UI Gugat Praperadilan

Kemudian, Latif mengatakan, pihaknya mempersilakan keluarga Hasya mengajukan gugatan praperadilan seandainya tidak menerima kesimpulan penyidikan kasus kecelakaan maut ini.

“Mungkin dalam proses ini, kalau pihak sana belum puas bisa mengajukan praperadilan,” ujar dia.

Latif menerangkan, praperadilan bisa diajukan bila mana menemukan bukti baru terkait kecelakaan yang menimpa Hasya.

“Jadi ada mekanisme, kalau keberatan hukumnya, tentu berdasarkan atau alat bukti baru yang dimiliki para pihak, silakan,” tegas perwira menengah ini.

5. Kronologi Kejadian Versi Keluarga

Kuasa Hukum mahasiswa Universitas Indonesia (UI) M Hasya Athalah Syahputra (HAS), Gita Paulina mengungkapkan kronologi perkara kecelakaan mahasiswa berusia 18 tahun yang melibatkan purnawirawan Polri itu.

Gita menyatakan bahwa saat peristiwa terjadi di daerah Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan pada 6 Oktober 2022 malam, Hasya hendak pergi menuju ke kost salah satu temannya.

Dia menyebut saat kejadian sebuah sepeda motor di depan Hasya tiba-tiba melambat. Secara spontan, kata dia Hasya mengelak dengan mengerem mendadak sehingga motornya jatuh ke sisi kanan.

“Tidak lama setelah terjatuh, dari arah berlawanan, sebuah mobil SUV yang dikemudikan oleh seorang pensiunan aparat penegak hukum (Terduga Pelaku) pun melintas, dan melindas Hasya,” ujar Gita dalam keterangannya, Jumat 27 Januari 2023.

Tak lama saat Hasya terjatuh, ujar Gita salah satu orang yang berada di TKP mendatangi terduga pelaku yang melindas. Dia meminta terduga pelaku itu membantu membawa Hasya ke rumah sakit namun terduga pelaku menolak.

Hal itu, lanjut Gita, membuat Hasya tidak bisa cepat dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. Hasya pun dinyatakan meninggal dunia setelah akhirnya tiba di rumah sakit.

Gita menjelaskan orang tua Hasya kemudian membawa anaknya ke rumah sakit lain untuk dilakukan visum. Biaya yang dikeluarkan untuk visum hampir Rp3 juta.

 

 

6. Keluarga Sebut Hasil Visum Tak Diberikan dan Kuasa Hukum Kirim Surat Gelar Perkara

Kendati demikian, pihak rumah sakit tidak mau memberi kwitansi atas pembayaran tersebut dan hasil visumnya pun tidak diberikan ke keluarga hingga hari ini, meski tindakan visum itu dilaksanakan atas permintaan keluarga.

Kemudian, Hasya dimakamkan pada 7 Oktober 2022. Lalu, pada 19 Oktober 2022 orang tua Hasya mendatangi Polres Jakarta Selatan.

Di sana, pihak keluarga mendapat informasi sudah adanya Laporan Polisi (LP) yang dibuat atas inisiatif polisi yaitu Nomor: LP/A/585/X/2022/SPKT SATLANTAS POLRES METRO Jakarta Selatan tanggal 7 Oktober 2022 (LP 585).

Tetapi, ayah Hasya, Adi tetap ingin membuat laporan polisi tersendiri, yang kemudian diterima dengan Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor 1497.X/2022/LLJS (LP 1497).

“Hingga saat ini, LP 1497 tersebut tidak ada tindak lanjut dari Polisi. Sebaliknya, terhadap LP 585 telah ditindaklanjuti oleh pihak Polres Jaksel meski terdapat beberapa hal yang dilaksanakan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata Gita.

Tim Kuasa Hukum Keluarga Hasya mengirimkan surat Gelar Perkara Khusus tanggal 13 Januari 2023, yang diterima oleh Polres Jakarta Selatan, Senin 16 Januari 2023. Upaya itu dilakukan karena pihak kuasa hukum menilai ada beberapa kejanggalan dalam proses Penyelidikan Polisi di Polres Jaksel.

Gita menyampaikan bahwa pada Selasa 17 Januari 2023 tanpa informasi apapun pihaknya menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) perkara Kecelakaan Lalu Lintas Nomor B/42/I/2023/LLJS, pada 16 Januari 2023.

Dia menjelaskan bahwa SP2HP itu disertai lampiran Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Nomor B/17/2023/LLJS tanggal 16 Januari 2023, yang intinya menyatakan LP 585 dihentikan karena Tersangka–dalam hal ini disebut HAS–dalam tindak pidana tersebut telah meninggal dunia.

 

7. Keluarga Akan Tempuh Jalur Hukum

Pihak keluarga mahasiswa Universitas Indonesia (UI) M Hasya Atallah Syahputra (HAS) tidak terima anaknya yang tewas dalam kecelakaan lalu lintas justru dijadikan tersangka.

Meski penyidikannya telah dihentikan, mereka tetap berencana menempuh upaya hukum lanjutan, salah satunya lewat praperadilan.

“Ya praperadilan itu kan salah satu komponen yang bisa dilakukan. Tadi saya sempat menyatakan bahwa kita akan ada tindakan upaya hukum,” kata Gita.

Kendati demikian, Gita menyampaikan bahwa upaya hukum yang dimaksud belum dapat disampaikan secara terbuka. Terlebih, kata dia, tim kuasa hukum dan keluarga masih terus menggali sejumlah temuan terkait kasus kecelakaan maut yang melibatkan pensiunan polisi itu.

“Beberapa kami ada beberapa temuan yang masih kami gali dan kami peroleh bahwa kasus ini memang sangat-sangat tidak sesuai dengan aturan yang ada,” tutur dia.

Gita menyatakan, tim kuasa hukum ingin agar penanganan kasus ini dijalankan sesuai dengan koridor aturan yang berlaku. Jika terduga pelaku bersalah, hendaknya ditindak sesuai perbuatan yang dilakukan.

“Pastinya kalau sesuai dengan koridor yang berlaku kalau memang ternyata pelakunya dia itu memang salah harus mempertanggungjawabkan dong. Pasti ini juga tugasnya polisi ya,” ujar Gita menandaskan.

 

 
 

8. Keluarga Sampaikan Rasa Kecewa

Keluarga Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) M Hasya Athalah Syahputra (HAS) mengungkapkan rasa kecewa usai Hasya ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian dalam insiden kecelakaan yang melibatkan putranya.

Ibu Hasya yang bernama Dwi Syafiera Putri mengatakan kecewa dan marah saat tahu anaknya yang sudah tiada itu dijadikan tersangka. Wanita yang akrab disapa Ira ini ingin proses yang bergulir berjalan transparan.

“Kecewa, udah pasti. Marah, mau marah sama siapa. Kami cuma ingin prosesnya berjalan transparan,” kata Ita ditemui di Sekretariat ILUNI UI, Salemba, Jakarta Pusat, Jumat 27 Januari 2023.

Lebih lanjut, Ira menyampaikan bahwa keluarga menerima jika polisi membuka kemungkinan kasus dapat diselidiki ulang. Supaya, kata Ira tersangka sebenarnya dapat diketahui.

“Jikalau proses harus dimulai dari awal kita siap. Asalkan transparan dan semuanya terlihat jelas jadi kami tahu siapa sih sebenarnya tersangka itu,” kata dia.

Ira beserta keluarga siap apabila harus memberikan keterangan beserta bukti-bukti di pengadilan. Jika kasus dibawa ke pengadilan, dia baru bisa menerima apapun hasil keputusan.

“Kalau harus dibuktikan di pengadilan, ayo kita maju di pengadilan itu kami. Apapun keputusannya di pengadilan,” tutup Ira.

Penulis :  Devira Prastiwi
Editor   :    Akhmad Zailani