Tommy Putra Soeharto, AHY Anak SBY Unjuk Gigi. Puan Putri Mega Kapan?

 
Kolase foto AHY dan Puan Maharani
 
 

JAKARTA, suarakaltim.com— Dunia politik Tanah Air diramaikan dengan penampilan dua anak mantan presiden, Keduanya putra bungsu mantan Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto, dan putra sulung mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yakni Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). AHY dan Tommy unjuk gigi dan tampil dihadapan publik dan ingin menyampaikan keduanya sebagai representasi dari petarung politik yang patut diperhitungkan. Namun, bagaimana dengan Puan Maharani, putri mantan Presiden Megawati?

Beberapa waktu lalu Tommy dan AHY unjuk diri dengan berpidato di atas mimbar di hadapan ratusan kader partainya masing-masing. Tommy berpidato dalam acara Rapat Pimpinan Nasional ke-III Partai Berkarya di Solo, Jawa Tengah pada Sabtu (10/3). Sementara AHY, berpidato dalam acara Rapimnas Partai Demokrat di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Minggu (11/3).

Bahkan, beberapa waktu lalu, AHY dan Tommy  terus digadang-gadang menjadi calon presiden. Tidak sedikit yang menjagolan dua anak mantan Presiden Indonesia ini maju pemilihan presiden (Pilpres) 2019.

Menanggapi sepak terjang anak mantan presiden di dunia politik, pengamat politik dari Lembaga Kajian dan Analisa Sosial (LeKAS) Karnali Faisal mengatakan, karir Puan Maharani tidak maksimal di panggung politik. Hal ini karena karir Puan terhalang oleh peran Megawati yang saat ini menjadi Ketua Umum PDIP. Namun pada dasarnya peran Megawati menguntungkan bagi Puan untuk lebih banyak belajar tentang politik kepada ibunya tersebut.

“Itulah benefit sekaligus problema dari anak-anak yang besar di lingkungan dinasti politik,” ujar Karnali Faisal kepada Harian Terbit, Minggu (31/3/2019).

Terkait hingga kini tidak terlihat kemampuan Puan untuk berpolitik, Karnali menuturkan, saat ini memang sulit menilai Puan karena berada di bawah bayang-bayang Megawati. Mampu atau tidaknya Puan dalam kancah perpolitikan nanti maka akan terlihat setelah Megawati tidak lagi menjadi Ketua Umum PDIP. Apalagi Puan juga memiliki gen politik baik dari ibu atau kakeknya yakni Sukarno.

Karnali memaparkan, gen politik dari kakek dan ibunya tersebut hanya menjadi salah satu bekal saja dalam meniti karir di politik. Selebihnya untuk memupuk karir politiknya maka sejauh mana Puan mampu membangun loyalitas pengurus PDIP terhadap dirinya pasca kepemimpinan Megawati nanti. Karena pasca kepemimpinan Megawati maka Puan akan terjun ke dunia politik seutuhnya.

“Nanti akan terbukti (mampu berpolitik) ketika Megawati tidak lagi menjadi Ketua Umum PDIP,” tandanya

Karnali menegaskan, dengan DNA politik yang dimilikinya, Puan memiliki kemampuan menjadi politisi handal. Sehingga keraguan apakah Puan mempunyak kemampuan berpolitik akan terbantahkan. Apalagi sejak pasca Sukarno, politik Indonesia tak lepas dari kesan dinasti. Ditandai tampilnya anak-anak mantan penguasa tersebut seperti Tommy dan AHY dalam pentas politik nasional.

“Sepanjang memiliki kapasitas tentu tidak menjadi persoalan tampilnya Tommy dan AHY,” jelasnya.

Di era demokrasi saat ini, sambung Karnali, siapapun dari kalangan manapun bisa tampil di panggung politik. Tampilnya Jokowi yang relatif berasa di luar pusaran dinasti-dinasti tersebut membuktikan tesis tersebut.

Maka persoalan kapan Tommy Soeharto, AHY ataupun Puan tampil dan unjuk gigi kembali kepada sejauh mana partai politik asal mereka memberi peluang itu. Tommy mendirikan partai sendiri, AHY meneruskan jejak SBY, begitu juga dengan Puan yang menjadi ‘pewaris’ Mega di PDIP.

“Tantangan buat Puan tentu bukan di jabatan eksekutif, tapi sejauh mana mampu mengkonsolidasikan pendukung-pendukung Mega di PDIP untuk tetap loyal kepada Puan sendiri. Jika itu bisa dilakukan, Puan bisa memulai dengan menjadi Ketua Umum PDIP pasca Mega. Posisi ini strategis bagi Puan untuk meraih jabatan-jabatan politik baik legislatif maupun eksekutif,” paparnya.

Dihubungi terpisah, Ketua Badan Relawan Nusantara (BRN) Edysa Girsang mengatakan, didalam demokrasi liberal dan feodal seperti saat ini, sudah wajar jika para “dinasti” mantan penguasa ingin melakukan regenerasi. Karena alam kehidupan rakyat dari waktu ke waktu juga tidak mengalami peningkatan kualitas. Di lain sisi uang juga masih berputar disekelompok kecil masyarakat dan mayoritas masih mengharapkan dari sisa yang dari kemewahan mereka.

“Dan seakan akan dari rakyat yang mayoritas tak pantas tampil untuk menggantikan pucuk pimpinan di segala lini kekuasaan. Kecuali dia menghambakan diri dengan para dinasti,” jelasnya.

Edysa memaparkan, rakyat kebanyakan harus berusaha keras dan cerdas agar bisa keluar dari keterkungkungannya dan tampil dipublik dengan segala kekurangan finansial. Hanya sedikit yang berhasil tampil dan itupun menjadi kelas kedua dari struktur sosial.

Jadi, lanjutnya,  wajar saja “para generasi sang mantan” yang tampil, dan Puan sebagai anak salah satu “mantan” dan Ketum salah satu partai telah memperoleh posisi strategis dengan menjadi salah satu menko dikabinet ini.

“Jadi Puan tanpa disadari telah tampil. Walaupun ada yang meragukan kemampuannya. Karena selama ini juga banyak generasi para mantan “dipaksakan” tampil,” tandasnya. Hanter

BACA JUGA :

Bila Terpilih Jadi Presiden, Prabowo-Titiek Soeharto akan Rujuk?

Katanya Bangun Jalan, Kok Ekonomi Desa Makin Sulit, Jalan Desa Sudah Ada Sejak Era Soeharto

Sukarno dan Soeharto Dilarang Ikut Kampanye

Pak Harto dan Bu Tien, Saling Mencintai Tanpa Hiruk pikuk, Ini Potongan Kisah Cinta Keduanya