JAKARTA, SUARAKALTIM.com- – Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK Heru Kristiyana mengatakan bank perkreditan rakyat (BPR) mesti memperkuat daya saingnya dengan menambah modal. Salah satu tantangan utama BPR adalah modal kecil serta kemampuan karyawan yang terbatas. Karena itu, kalau modal BPR diperkuat, OJK optimistis pertumbuhannya bisa lebih stabil.
Potensi BPR adalah nasabahnya mayoritas usaha kecil yang tahan krisis. Menurut Heru, OJK telah meminta para pemilik BPR untuk menyuntikkan dana segar. “Kalau tidak bisa, harus menempuh langkah konsolidasi, seperti merger antar-BPR,” ujar Heru kepada Tempo.
Heru menjelaskan, untuk memperkuat struktur permodalan, OJK akan mendorong kerja sama Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) dengan bank umum, Bank Pembangunan Daerah (BPD). “Intinya, industri kita revitalisasi agar tetap eksis.”
Heru berharap BPR tak tertinggal oleh perbankan lain dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Ia meminta BPR berperan aktif mendukung program pemerintah.
Ketua Umum Perbarindo Joko Suyanto mengatakan BPR berkomitmen meningkatkan daya saing dan memperbaiki kinerja. “Kehadiran BPR dibutuhkan sebagai pelayanan publik, khususnya masyarakat kecil,” kata dia.
Joko mengatakan BPR memiliki sejumlah kelebihan dibanding bank umum. Salah satu kelebihannya dapat menjangkau nasabah dengan karakteristik yang berbeda. “Permintaan masyarakat akan layanan perbankan yang sederhana dan cepat itu banyak dibutuhkan, khususnya yang tinggal di pelosok-pelosok Indonesia.”
Joko optimistis pertumbuhan kredit industri BPR pada tahun ini menembus angka 12 persen. Proyeksi itu meningkat dibanding posisi per akhir tahun lalu yang tercatat 9,9 persen. Dia juga memperkirakan tingkat rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) membaik, setelah sempat meningkat dan terakhir berada di kisaran 6 persen.
Perbarindo memprediksi rasio kredit seret bisa ditekan di bawah 5 persen pada tahun ini. Selama 2015, total kredit seret BPR tercatat 5,3 persen, kemudian naik menjadi 5,8 persen pada tahun berikutnya. Adapun per November 2017, tingkat kredit bermasalah berada di posisi 6,86 persen.
Dengan menerapkan layanan yang cepat dan mudah kepada nasabah, Joko yakin semua BPR bisa meningkatkan penyaluran kredit pada tahun ini. Ia memperkirakan sektor perdagangan masih akan menjadi target kredit utama BPR, selain jasa, pertanian, dan industri rumahan.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan OJK harus meningkatkan pengawasan terhadap BPR. Hal itu diperlukan untuk memastikan pencatatan dan pengelolaan manajerial dilakukan dengan baik. Berikut ini kasus BPR sepanjang 2017.
Surabaya
OJK mencabut izin PT BPR Syariah Al Hidayah Pasuruan karena rekayasa pencatatan keuangan.
Bekasi
Izin PT BPR Multi Artha Mas Sejahtera dicabut karena rasio kecukupan modalnya jauh di bawah standar.
Padang
Izin PT BPR Lumbuh Pitih Nagari Kampung Manggis dicabut karena tidak mampu memperbaiki kinerja keuangan.
Bandung
Pegawai BPR Jawa Barat menjadi tersangka pemalsuan 345 dokumen sertifikasi guru sebagai agunan.
sk-005/tempo.com