JAKARTA, www.suarakaltim.com – Peran Bulog diminta agar semakin diperkuat untuk merespons gejolak harga pangan dalam beberapa waktu terakhir sekaligus menjaga stabilitas harga-harga pangan di luar beras seperti gula, bawang merah, cabai, hingga telur.
Direktur Institut Agroekologi Indonesia (INAgri), Syahroni, di Jakarta, Sabtu, meminta pemerintah untuk kembali memperkuat Bulog dalam menjaga stabilitas harga pangan.
“Idealnya Bulog menyerap semua komoditas strategis untuk memastikan cadangan pangan stabil harganya,” kata Syahroni.
Menurut Syahroni, gejolak harga beragam komoditas pangan lebih diakibatkan karena Bulog terkonsentrasi pada stabilitas harga beras saja.
“Harusnya Bulog kembali ke fungsi semula karena faktanya lebih dari 85 persen aktivitas Bulog merupakan penugasan pemerintah, bukan aktivitas perusahaan berbadan hukum Perum,” kata Syahroni.
Untuk kepentingan itu, kata dia, pemerintah harus mengubah dasar hukum Bulog yang semula perum menjadi institusi langsung di bawah presiden.
“Berikutnya Bulog harus melakukan inovasi dan modernisasi teknologi pascapanen,” kata Syahroni.
Bulog menurut dia, harus melakukan modernisasi gudang penyimpanan yang sesuai dengan karakter komoditas.
“Di sentra bawang seperti Brebes, Bulog harus punya gudang modern dengan spesifikasi yang cocok untuk bawang. Sebaliknya di sentra telur seperti Blitar dan Tulungagung maka Bulog harus punya gudang yang cocok untuk penyimpanan telur,” kata Syahroni.
Menurut Syahroni, penguatan teknologi di Bulog perlu dilakukan sebagai modernisasi di hilir untuk menyeimbangkan modernisasi yang telah dilakukan di hulu.
Sementara peneliti dari Kementerian Pertanian, Destika Cahyana, mengatakan pada 2045 pemerintah memang menargetkan Indonesia mampu menjadi lumbung pangan dunia.
“Target kita bukan hanya menyediakan ketersediaan pangan nasional dengan harga stabil, tetapi juga untuk dunia,” kata Destika.
Beragam teknologi di hulu telah diterapkan untuk mencapai target tersebut pada setiap komoditas seperti mesin tanam maupun mesin panen beragam komoditas.
“Jumlah petani semakin berkurang sehingga teknologi hal yang niscaya,” kata Destika. sk-008/antara