Rifa’i Surur, Keluar Masuk Penjara Demi Memperjuangkan Syariat Islam

 

Foto: Rifai Surur

www.SUARAKALTIM.com– Jika ada pertanyaan, siapakah yang pantas disebut sebagai syaikh bagi seluruh jamaah jihad di Mesir. Maka, akan dijawab tanpa pikir panjang  dengan menyebut nama ulama ini.

Jika ada yang ingin tahu, siapakah generasi awal dari munculnya gerakan salafi jihadi. Maka, secara cepat akan dijawab dengan nama orang ini.

Dan jika ada yang mempertanyakan siapa yang menjadi perpanjangan perjuangan dari Sayyid Qutb rahimahullah, maka nama orang inilah jawabannya.

Ya, ulama asli Mesir ini memang telah berjasa besar pada perjuangan umat Islam di negeri Nabi Musa. Bahkan syaikh Aiman Adz-Dzawahiri hafidzahullah sangat bersyukur karena dapat mengambil manfaat  ilmu, adab dan tata kramanya yang terpuji.

Ulama senior ini pernah satu penjara dengan suksesor syaikh Usamah bin Ladin rahimahullah. Dan ketika ia wafat, syaikh Aiman secara langsung turut berbela sungkawa lewat video yang disebarluaskan di jejaring internet. Juga prosesi pemakamannya dihadiri para syaikh dan ulama.

Selain berkecimpung di dalam dunia jihad dan harakah islamiyah, tangan dan pikirannya pun ikut menggoreskan karya berupa makalah dan kitab yang bermanfaat untuk umat Islam. Dia adalah syaikh Rifai Surur rahimahullah.

Awal Kehidupan syaikh Rifai Surur

Lahir di Iskandariah, Mesir pada 1366 H/1947 M. Kehidupan masa kecil dan keluarganya tidak begitu banyak diketahui. Namun, ada sebuah kejadian di tahun 1954 yang akan mempengaruhi pola pikir dan kehidupannya secara total. Pada tahun itu, pemerintah Mesir mengadakan penangkapan besar-besaran anggota IM.  Rifai menyaksikan secara langsung pamannya yang ditangkap secara paksa oleh petugas keamanan.

Naluri ingin tahu seorang anak 7 tahun muncul, Rifai bertanya pada ibunya,”Ibu, kenapa mereka menangkap paman Abduh?”

Ibunya menjawab,”Ia ditangkap karena akhlaknya, dia seorang yang mencintai anak-anak kecil dan penuh kasih sayang terhadapnya.”

Merasa kurang puas dengan jawaban ibunya, Rifai kecil bertanya dengan pertanyaan sama pada tetangganya yang bernama Abdu Shomad.

Abdu Shomad pun menjawab,”Wahai anak kecil, mereka menangkap pamanmu karena ia ingin menegakkkan hukum Al-Quran.”

Mendengar jawaban seperti itu membuat dada Rifai membuncah hebat. Dalam hati ia bertanya-tanya mengapa hal itu bisa terjadi, dan peristiwa itu benar-benar membekas dalam dirinya. Maka,ia pun memantapkan hatinya untuk belajar Al-Quran secara khusus, memperjuangkan syariat-Nya dan memegang teguh ketetapan hati ini sepanjang hidupnya.

Masjid Ansharu Sunnah

Pertengahan tahun 1950-an, sebagian besar anggota IM dijebloskan ke penjara oleh Gamal Abdul Nasir. Beberapa anggota yang selamat dari penangkapan mencoba bertahan dengan diam dan tidak berkomunikasi dengan siapapun.

Saat itu, ada sebuah masjid yang memang digunakan untuk basis dan munculnya kembali harakah-harakah Islam di Mesir setelah pelarangan IM. Rifai pun mondar-mandir ke masjid itu untuk ibadah, menuntut ilmu dan melakukan aktivitas-aktivitas akademis. Terutama di Iskandariah, masjid Ansharu Sunnah menjadi pusat kegiatannya.

Fase di masjid Ansharu Sunnah ini menjadi pondasi awal kehidupan dan pemikiran Rifai. Kesadaran beragama mulai terbentuk dan mulai dapat memilah mana yang benar dan salah atau dengan makna lain mana yang boleh dan tidak boleh dalam syariat Islam. Namun, Rifai mengalami kegelisahan intelektual manakala terjadi beberapa penyelewengan dalam tubuh jamaah seperti permasalahan pengagungan kuburan, kunjungan ke makam Husein, mengirimkan dukungan kepada Gamal Abdul Nasir ketika aktivis IM ditangkapi dan beberapa penyelewengan lainnya.

Rifai yang saat itu baru berumur 18 tahun dengan tegas menyampaikan keberatan pada para pemimpin Ansharu Sunnah. Ia mengajukan kritik dan akhirnya berbuah pada anak-anak muda yang mulai membentuk sel terpisah dari Ansharu Sunnah. Anak-anak muda ini satu pemikiran dengan Rifai serta secara tidak langsung berseberangan pemikiran dengan manhaj Ansharu Sunnah.

Pada 1954, salah seorang pimpinan IM yang juga tetangga Rifai dibebaskan dari penjara rezim. Ia memberikan buku karya Sayyid Qutb “Ma’alim fi Thariq” kepada Rifai. Buku berharga itu pun ia baca hingga khatam dan pada akhirnya menjadi awal pola pikirnya seperti Sayyid Qutb rahimahullah. Rifai pun mengikuti jejak Sayyid dengan menulis sebuah kitab kecil yang berjudul “Askhabul Ukhdud” dimana buku ini diterbitkan di Mesir pada 2015 dan merupakan buku dengan penjualan laris.

Buku kecil ini ditulis Rifai ketika ia mendengar bahwa Sayyid Qutb dieksekusi. Ia menangis sesenggukan di kamarnya dan tangisannya itu didengar oleh ibu dan neneknya. Ada satu pertanyaan yang membuat jarinya tergerak untuk menulis ketika neneknya mengatakan,”Apakah tangisan itu mampu membuat orang mati hidup kembali?”

Mendengar pernyataan ini ia pun segera bangkit dari kesedihan yang berlarut-larut. Rifai menggoreskan tintanya dan lahirlah Askhabul Ukhdud.

Karena karyanya inilah Rifai diajak Yahya Hasyim untuk bergabung dengan sel jihad yang baru terbentuk saat itu bersama Alawi Musthafa, Ismail Tanthawi dan Nabil Al-Bar’i. Mereka semua saat itu berstatus sebagai siswa sekolah tinggi. Dr Aiman Adz-Dzawahiri juga menjadi salah satu anggota dari sel jihad ini. Kelompok baru ini menggunakan siasat gerilya untuk melawan pemerintahan Gamal Abdul Nasir. Jamaah jihad baru ini terbentuk pada tahun 1966 dan Rifai berumur 18 tahun.

Persiapan matang telah dilaksanakan. Sebagian besar anggotanya adalah para mahasiswa di berbagai universitas Mesir yang menunggu perekrutan untuk menjadi tentara cadangan sebelum perang Oktober 1973. Mereka ingin menggunakan momentum ini untuk menyempurnakan persiapan matang yang selama ini direncanakan (kudeta).

Semua anggota inti dengan gigihnya mengadakan kegiatan-kegiatan bersama para mahasiswa di Universitas Kairo dan universitas-universitas lainnya. Sehingga, terkumpullah anggota sejumlah 200 orang. Dari 200 orang yang telah dikumpulkan, mereka tidak saling mengetahui antara satu dengan yang lainnya bahwa mereka sama-sama anggota Jamaah Jihad Mesir. Hal itu dilakukan untuk menjaga kerahasiaan adanya jamaah yang berusaha  melakukan kudeta terhadap pemerintah.

Sesuatu hal terjadi pada internal jamaah saat ada seseorang yang bertindak ceroboh membocorkan rahasia organisasi. Terjadi perpecahan yang tidak bisa dihindari karena hilangnya rasa kepercayaan pada diri masing-masing anggota. Ada beberapa anggota lain yang keluar dan bergabung ke Ikhwanul Muslimin dan beberapa jamaah lain yang ada di Mesir.

Kontak senjata sempat terjadi di Pegunungan Assiut pada tahun 1975. Yahya Hashim syahid pada pertempuran ini, jamaah ini kalah dan Rifai meloloskan diri ke Kairo dan menetap di sana. Di sinilah dimulai drama penangkapannya berkali-kali setelah itu.

Penjara

Tepatnya pada tahun 1981, Rifai dijebloskan ke penjara karena kasus terkenal dengan nama kasus organisasi jihad. Terasingnya dirinya dari dunia luar, tidak membuatnya berhenti untuk berjuang. Ia pun menulis buku-buku yang kelak bermanfaat bagi umat Islam. Walau ia tak lagi dapat berjuang lewat tindakan secara fisik, ia dapat menularkan pemikiran dan gagasannya pada khalayak.

Setelah ia dibebaskan dari penjara pun aktivitas menulisnya tetap berjalan. Ia mengevaluasi beberapa aktivitas harakah Islamiyah dan beberapa pengalaman dari peristiwa yang terjadi. Ia menulis beberapa buku yang bertemakan dakwah dan aturan sistematis dalam harakah Islamiyah. Beberapa karyanya adalah

  1. Ath-Thasawwur As-Siyasi Lil Harakah Islamiyah
  2. Qodru Dakwah
  3. ‘Alamat As-Sa’ah
  4. Fi Nafsi Da’wah
  5. Hikmatu Dakwah
  6. Himayatu Din min Tahrif
  7. Dan lainnya

Pada tahun 1426 H/2005 M, Rifai kembali ditangkap oleh rezim dan diasingkan di tempat yang tidak diketahui. Dimungkinkan bapak dari enam anak ini mendapatkan siksaan yang berat dari petugas keamanan.

Rifai dikaruniai enam orang anak dari pernikahannya, dimana anak-anaknya mewarisi difat ayahnya. Yahya Rifai, anak tertua adalah seorang intelektual yang gigih melawan pemahaman sekuler dan liberal. Umar Rifai adalah seorang insinyur yang sekarang menjadi mufti Al-Qaidah. Putrinya, Dr Wala Rifai adalah seorang penulis yang menghasilkan karya yang berjudul “Zaujatu Al-Mu’taqol”.

Wafatnya Rifai Surur

Sebenarnya, saat di penjara selain ia melawan rasa sakit karena siksaan, juga ia melawan dari penyakit yang menggerogotinya. Beberapa penyakit dalam menyerangnya karena faktor usia dan lingkungan penjara yang apa adanya. Namun, dalam keterbatasan itu, ia mampu memanfaatkannya secara maksimal untuk menuliskan beberapa karya yang menakjubkan.

Tepatnya pada 12 Februai 2012 setelah shalat Ashar secara mendadak. Prosesi pemakaman generasi awal jihad ini didatangi beberapa syaikh dan politisi seperti Hazim Shalah Abu Ismail, Muhammad Al-Baltajiy dan Hafidz Salama.

Semoga semangat perjuangan Rifai Surur diwariskan kepada generasi muda umat Islam. Wallahu a’lam bi shawab.

 

Sumber

  1. https://www.ahlalhdeeth.com
  2. www.arabtimes.com
  3. https://www.albawabhnews.com
  4. https://ar.wikipedia.org