Ibnu Thawus dan Racun ‘Pemimpin Kafir Tapi Adil itu Lebih Baik’

Dari 200 juta umat Islam, masih banyak kita temukan pemimpin Muslim yang jujur dan tidak korup. InsyaAllah

 

oleh: Imron Mahmud

 

PEMIMPIN merupakan satu elemen yang sangat penting dalam semua aspek kehidupan. Pemimpin memiliki peranan yang sangat urgen untuk mencapai satu tujuan. Pemimpin juga memiliki peranan yang sangat besar dalam mengarahkan pencapaian suatu tujuan yang diridhai Allah Subhanahu Wata’ala.

Maka, berbicara tentang kepemimpinan tidak bisa lepas dari Islam, karena Islam telah mengatur segala aspek kehidupan termasuk kepemimpinan.

Pihak-pihak yang bermaksud melepaskan kepemimpinan dari Islam adalah orang-orang yang ingin menempatkan Islam hanya sebatas ritual keagamaan yang berada di masjid-masjid yang jauh dari urusan politik, ekonomi, sosial dan aspek kehidupan lainnya.

Berbeda dengan orang yang berpaham sekuler, seorang muslim memilik cara pandang yang tauhidi yang tidak memisahkan antara dunia dan akhirat, antara fisik dengan metafisik. Karena bagi seorang muslim dunia adalah wasilah untuk menggapai kebahagiaan di akhirat.

Bagi kaum muslimin, memilih pemimpin adalah suatu perkara yang sangat vital. Karena baik-buruknya kehidupan mereka di dunia dan di akhirat tidak lepas dari peranan seorang pemimpin.

Oleh karena itu, dengan tegas Allah melarang orang-orang yang beriman untuk mengambil pemimpin dari kalangan orang-orang kafir atau orang-orang munafik. Dalam Surat Ali Imron ayat 28 Allah memperingatkan orang-orang beriman agar jangan menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin mereka;

لَّا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّـهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَن تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً ۗ وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّـهُ نَفْسَهُ ۗ وَإِلَى اللَّـهِ الْمَصِيرُ ﴿٢٨﴾

“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu).”

Dan Allah menerangkan bahwa mengangkat orang-orang kafir sebagai pemimpin akan mendatangkan laknat dan murka Allah Subhanahu Wata’ala. Dalam Surat Al Maidah ayat 80 Allah berfirman;

تَرَىٰ كَثِيرًا مِّنْهُمْ يَتَوَلَّوْنَ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ لَبِئْسَ مَا قَدَّمَتْ لَهُمْ أَنفُسُهُمْ أَن سَخِطَ اللَّـهُ عَلَيْهِمْ وَفِي الْعَذَابِ هُمْ خَالِدُونَ ﴿٨٠﴾

“Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaanmereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan”.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda;

المؤمن للمؤمن كالبنيان يشدّ بَعْضُه بعضًا

“Seorang mukmin bagi mukmin lainnya itu bagaikan sebuah bangunan, yang satu menguatkan yang lain.

Dalam hadits yang lain yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah juga bersabda;

المسلم أخو المسلم: لا يظلمه، ولا يُسْلِمُه

“Seorang muslim itu saudara muslim lainnya, tidak boleh mendhaliminya, dan tidak boleh pula menyerahkannya (kepada musuh).

Dan para ulama pun telah bersepakat akan haramnya seorang muslim menjadikan pemimpin dari kalangan orang-orang kafir.

Tokoh Syiah

Belum lama ini beredar pernyataan menyesatkan  yang menyebar di masyarakat bahwa ‘pemimpin kafir tapi adil itu lebih baik dari pada pemimpin muslim yang dzalim’. Ironisnya ungkapan ini disandarkan kepada perkataan Sahabat yang mulia Ali bin Abi Thalib Radhiallahu Anhu.

Sekilas ungkapan ini kelihatan benar, tapi sebenarnya salah dan rancu menurut Islam. Bukankah Islam mengharamkan pemeluknya untuk berlaku dhalim, dan sebaliknya Islam selalu memerintahkan kepada keadilan?

Sama halnya Islam mengharamkan pemeluknya untuk mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang kafir selain orang-orang mukmin.

Dalam sejarah Islam memang ditemukan pemimpin-pemimpin yang dhalim, dan Islam tetap memandang perbuatannya sebagai sebuah kedhaliman. Dan dalam sejarah peradaban manusia banyak juga dijumpai pemimpin-pemimpin kafir dan diantara mereka ada yang adil, tetap saja Islam memandang mereka sebagai orang yang dhalim karena kekafiran mereka. Bukankah kekafiran dan kemusyrikan merupakan kedhaliman yang besar di sisi Allah?

وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Dan orang-orang kafir, mereka adalah orang-orang yang dhalim” (QS: Al-Baqarah : 254)

Ungkapan tersebut tidak lebih dari propaganda  hanya untuk melegitimasi kepemimpinan orang kafir di tengah mayoritas kaum Muslim dan berusaha menggiring opini umat Islam untuk menerima pemimpin dari kalangan non-muslim.

Faktanya, pernyataan itu bukan  ungkapan  Sahabat Nabi Ali bin Abi Thalib yang dimuliakan.

Yang benar ungkapan diatas adalah pernyataan dari seorang tokoh Syiah bernama Ali Bin Musa Bin Ja’far Bin Thawus atau dikenal Radhiuddin Ali bin Thawus ketika Mongol menguasai Negeri Baghdad tahun 1258 M atau 656 H untuk mencari selamat pemimpin mereka Hulagu Khan.

 

Sebagaimana yang disebutkan dalam Kitab Al-Adab As-Sulthaniyah wa Ad-Duwal Al-Islamiyahyang ditulis Ibnu Ath-Thoqthoq, setelah meluluhlantakkan Kota Baghdad dan menenggelamkan kitab-kitab yang dikarang oleh para ulama ke Sungai Dajlah, saat itu pasukan Tatar yang dipimpin panglima kafir yang dikenal bengis Hulagu Khan kemudian mengumpulkan para cerdik pandai dan ulama.

Untuk mencari legitimasi kekuasaan dan demi meraih simpati rakyat Baghdad, Hulagu Khan kemudian bertanya kepada mereka, mana yang lebih baik pemimpin kafir tapi adil atau pemimpin muslim tapi dzalim? Maka dijawablah dengan lantang oleh seorang pemuka ulama Syiah Radhiuddin Ali bin Thawus;

الحاكم  العادل الكافر أفضل على المسلم الجائر، ذلك بأن لنا عدل الكافر العادل عندما يحكم وعليه وزر كفره لوحده بينما لنا ظلم المسلم الجائر إذا حكم، وله لوحده إسلامه الذي يثاب عليه

“Pemimpin kafir yang adil lebih baik daripada pemimpin muslim yang dhalim. Karena keadilan pemimpin kafir untuk rakyatnya dan dosa kekafirannya untuk dirinya sendiri. Sedangkan kedhaliman pemimpin muslim yang dhalim adalah untuk rakyatnya, sedangkan islamnya pahalanya untuk dirinya sendiri.”

Maka, jelaslah ungkapan diatas adalah kedustaan yang diatasnamakan Sahabat Ali bin Abu Thalib dan sebuah propaganda untuk menggiring opini umat Islam agar memilih pemimpin kafir dan bentuk legitimasi dan loyalitas yang diberikan kepada orang-orang kafir untuk menjadi penguasa di negeri muslim.

Seharusnya, ungkapan tersebut lebih layak disandarkan kepada para penjilat kekuasaan daripada disandarkan kepada sahabat Nabi yang mulia, Ali bin Abi Thalib.

Sebab, adalah suatu hal yang sangat mustahil bagi seorang sahabat sekaliber Ali bin Abi Thalib untuk membuat pernyataan yang bertentangan dengan firman Allah;

لاَّ يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاء مِن دُوْنِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللّهِ فِي شَيْءٍ إِلاَّ أَن تَتَّقُواْ مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللّهِ الْمَصِيرُ

“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin.” (QS: Ali Imron: 28).

Apalagi para ulama sedunia sepakan urusan pemimpin ini dan tidak ada perselisihan dengannya.

Sebagai Muslim yang baik, seharusnya kita tidak terkecoh kalau ada ungkapan yang hampir mirip dengan yang telah disebutkan diatas. Bahwa seolah-oleh “pemimpin kafir yang jujur lebih baik daripada pemimpin muslim yang korup.”

Kita dituntut cerdas untuk membaca situasi dan kondisi yang tengah dialami oleh bangsa dan negara kita akhir-akhir ini. Sebab dari 200 juta umat Islam, masih banyak kita temukan pemimpin Muslim yang jujur dan tidak korup. InsyaAllah.*

Penulis adalah seorang guru agama, tinggal di Gresik

Hidayatullah.com

BACA JUGA : 

Siapakah yang Telah Kafir?

Mengapa Menolak Istilah Kafir

Masalah Kafir dan Kewarganegaraan