Berkas Pemeriksaan yang Gaib, Buku Merah yang Terkoyak

 
 
 

Tertulis di dokumen itu bahwa dalam buku bank merah juga terdapat nama Kapolda/Tito atau Tito saja.

 
 
 

www.SUARAKALTIM.com – Tak ada keistimewaan yang tampak dari buku bersampul warna merah tersebut. Layaknya buku laporan keuangan perusahaan kecil, hanya bertuliskan ”Buku Bank”. Namun, di dalamnya, terdapat lembaran yang terkoyak, hilang. Belakangan, isinya diduga catatan aliran dana Basuki Hariman ke sejumlah pejabat lembaga negara.

BUKU merah yang ditengarai lembarannya tak lagi utuh itu mendarat di keranjang digital laman IndonesiaLeaks—jaringan sejumlah media massa untuk melakukan peliputan investigatif, beberapa bulan lalu.

Bersamaan dengan buku yang disebut telah terkoyak tersebut, juga terdapat ”Buku Kas” bersampul berwarna hitam, dokumen berita acara pemeriksaan (BAP) terhadap saksi bernama Kumala Dewi Sumartono, serta terselip kronologi kasus.

Ternyata, buku merah maupun dokumen lainnya saling terkait, yakni merekam kesaksian anak buah pengusaha daging Basuki Hariman mengenai catatan duit untuk sejumlah pejabat.

Basuki adalah salah satu tersangka dan akhirnya menjadi terpidana kasus suap kepada hakim konstitusi Patrialis Akbar pada Januari 2017. 

Keberadaan buku merah itu sendiri sempat membuat gaduh seisi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lantaran pustaka tersebut pernah dilaporkan dirusak. Hal ini belum pernah terungkap secara lugas kepada publik.

Sementara kabar yang mengemuka ke media kala itu adalah, Direktorat Pengawas Internal KPK menjatuhkan sanksi terhadap dua penyidik kasus suap daging sapi Basuki Hariman dari unsur Polri, yakni Roland Ronaldy dan Harun.

Kedua penyidik tersebut dipulangkan ke Polri. Padahal, masa bakti mereka seharusnya baru selesai pada tahun 2019.

Tak hanya itu, ada pula kejanggalan mengenai BAP saksi Kumala Dewi dalam perkara suap tersebut yang dibuat penyidik KPK dari unsur sipil, yakni Surya Tarmiani. Sebab, BAP itu tak pernah sampai ke pengadilan.

Dalam lembaran-lembaran BAP saksi Kumala Dewi yang dibuat Surya, tertulis rincian aliran dana ke sejumlah pejabat negara selain Patrialis Akbar.

Belakangan, dalam persidangan kasus tersebut, BAP Surya Tarmiani digantikan oleh berkas pemeriksaan Kumala Dewi yang dilakukan oleh Roland. BAP bikinan Surya maupun Roland juga diterima oleh IndonesiaLeaks.

Suara.com bersama sejumlah media lain yang tergabung dalam IndonesiaLeaks, berkolaborasi menelisik kebenaran informasi seluruh berkas itu. Sedikitnya, empat pegawai KPK mengonfirmasi validitas dokumen yang masuk ke IndonesiaLeaks.

IndonesiaLeaks, merupakan kanal bagi publik yang ingin membagi dokumen penting tentang beragam kasus yang layak diungkap ke masyarakat. Terhadap laporan yang memenuhi syarat, jaringan media ini menindaklanjuti melalui peliputan lanjutan, dan menyajikan secara profesional, dan memegang standar etik jurnalistik. 

***

Ajun Komisaris Besar Polri Roland  Ronaldy,  yang baru tiga bulan menjabat sebagai Kapolres Cirebon, menebar senyum sembari meladeni pertanyaan wartawan mengenai persiapan polisi menghadapi arus mudik Idul Fitri 1439 Hijriah, medio Juni 2018.

Beragam pertanyaan jurnalis yang menemuinya di Pos Pelayanan Lebaran 2018 Rest Area 208 Tol Palikanci Polres Cirebon Kota, sepekan sebelum lebaran, dijawab Roland.

Saat pulang ke mapolres, sembari sesekali menunjuk peta besar yang terpajang di dinding hadapannya, Roland juga bersemangat menerangkan sejumlah persiapan pengamanan rute pemudik di Cirebon.

Namun, suasana berubah saat sejumlah jurnalis IndonesiaLeaks melanjutkan sesi wawancara di dalam ruang kerjanya.

Dahi Roland mendadak berubah, sesaat setelah duduk di kursi. Persisnya saat membaca salinan digital dokumen berkop KPK dalam ponsel yang baru saja disodorkan kepadanya.

“Apa? Apaan nih? Maksudnya?” kata Roland sembari menggulirkan jempolnya di layar ponsel tersebut. Ia sempat terdiam, khusyuk membaca dokumen digital yang diberikan.

Dokumen yang disodorkan dan membuat raut wajah Roland berubah tersebut adalah salinan digital berkas yang disebut-sebut melatari dirinya terpaksa angkat kaki dari KPK. Berkas itu adalah salinan BAP penyidik KPK Surya Tarmiani terhadap Kumala Dewi Sumartono, staf keuangan CV Sumber Laut Perkasa, tertanggal 9 Maret 2017.

Kala itu, Kumala diperiksa sebagai saksi untuk Ng Fenny, salah satu tersangka dalam kasus suap pengusaha impor daging Basuki Hariman terhadap hakim konstitusi Patrialis Akbar. Sebagaimana Kumala, Ng Fenny adalah anak buah sekaligus tangan kanan Basuki.

Uang suap itu guna mengatur hasil akhir uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Uji materi UU tersebut terbilang penting bagi Basuki, karena menentukan nasib importir daging seperti dirinya.

Merujuk dokumen surat perintah penyidikan yang diteken Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif tertanggal 26 Januari 2017, terdapat 12 penyidik yang mendapat tugas menangani perkara suap impor daging sapi oleh Basuki Hariman. Selain Surya Tarmiani, terdapat pula HN Christian, Muslimin, Rufriyanto M Yusuf, Hendry S Sianipar, serta duo Roland dan Harun.

”Ah, ini kan soal rahasia, ngapain sih ditanyain lagi,” tukas Roland sembari mengembuskan nafas panjang. Ia lantas mengembalikan ponsel itu kepada jurnalis.

“Saya kan tidak tahu, saya sudah di sini. Udah, nggak usah lu bahas lagi yang kayak gitu. Udah selesai itu. Suka banget bahas-bahas yang lama.”

Ia melanjutkan, “Udahlah, kalau mau bahas ini, bahas ini (persiapan lebaran), ayo! Saya nggak mau kalau bahas itu,” tukasnya lagi.

Wawancara itu benar-benar terhenti setelah Roland memanggil bawahannya masuk ke ruangan untuk memastikan rekaman terhapus dari kartu memori kamera.

Di Jakarta, Harun tak membalas surat permintaan wawancara IndonesiaLeaks mengenai dugaan skandal perusakan barang bukti penyidikan KPK,  maupun dokumen pemeriksaan Kumala oleh Surya Tarmiani.

Surat tak berbalas, IndonesiaLeaks justru berhasil menemui Harun pada malam hari di rumahnya, kawasan Palmerah, Jakarta Barat.

Namun, Harun memilih bungkam ketika dimintakan konfirmasi mengenai dugaan perusakan buku merah barang bukti penyidikan, serta keberadaan BAP Kumala yang dibuat oleh Surya Tarmiani.

 “Sudah… sudah… nggak usah…” tutur Harun turun dari mobilnya. Ia lantas terburu-buru menutup pagar dan masuk ke dalam rumah.

Demikian juga penyidik lainnya, Surya, juga enggan menjelaskan tentang dokumen BAP yang tertera nama dirinya, serta disebut tak pernah terpakai dalam persidangan Basuki, Ng Fenny, maupun Patrialis.

“Aduh, begini saja deh, tanya saja sama pimpinan ya,” tukasnya di kantor KPK, Jumat, 21 September.

Namun, Surya tak membantah meski tak secara lugas mengakui pernah memeriksa Kumala Dewi. “Sudahlah, sudah lewat,” jawab Surya.

Sementara Ketua KPK Agus Rahardjo, saat ditemui IndonesiaLeaks, malah memberikan jawaban off the record ketika dikonfirmasi mengenai dokumen pemeriksaan tersebut.

***

BAP tertanggal 9 Maret 2017 yang diterima IndonesiaLeaks itu berisi keterangan Kumala Dewi kepada penyidik KPK Surya Tarmiani, mengenai catatan pengeluaran uang milik Basuki. Total terdapat 68 transaksi keuangan terhadap banyak orang, yang salah satunya ditengarai untuk para petinggi polisi.

Catatan pengeluaran uang itu sendiri bersumber dari buku bank bersampul berwarna merah dan hitam, yang disita KPK saat menggeledah kantor perusahaan Basuki, bulan Januari 2017.

Penyidik dalam BAP itu disebut menunjukkan kedua buku kepada Kumala saat pemeriksaan. Surya Tarmiani, si penyidik, lantas meminta Kumala menjelaskan aliran uang yang tertera dalam kedua buku tersebut.

Dalam penjelasan di BAP, buku bersampul merah dan hitam itu adalah catatan keuangan perusahaan lain milik Basuki, bukan CV Sumber Laut Perkasa tempat Kumala dipekerjakan.

Transaksi uang masuk dan keluar yang tercatat dalam kedua buku itu memakai mata uang Rupiah (Rp), Dolar Amerika Serikat (USD), dan Dolar Singapura (SGD).

Setiap transaksi nominalnya bervariasi, mulai puluhan juta rupiah hingga miliaran rupiah. Bahkan, dalam empat lembar pertama saja di buku merah, persisnya di kolom “kredit”, tercatat Rp 38 miliar yang dikeluarkan Basuki untuk sejumlah pejabat.

Catatan pengeluaran itu terekam sejak Desember 2015 hinga Oktober 2016. Namun, tak semua pihak penerima tercatat dalam nama jelas. Sebab, sebagian tertulis dalam bentuk inisial.

Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik Surya menanyakan kepada Kumala mengenai pengeluaran uang yang tercatat dalam buku merah.

Pada bagian depan buku merah tertulis nomor rekening 428175XXXX BCA Kantor Cabang Utama Sunter Mall atas nama Serang Noor IR.

Kumala mengakui, memahami arus keluar-masuk uang yang tercatat dalam buku merah. Sebab, ia sendiri yang melakukan pencatatan di buku itu.

Dia menjelaskan, Serang merupakan mantan Direktur Utama CV Sumber Laut. Nomor rekening atas nama Serang masih digunakan, meski yang bersangkutan tak lagi bekerja di perusahaan tersebut.

Kumala bertugas mencatat arus keluar-masuk uang, tapi seluruhnya atas perintah Basuki dan Ng Fenny sebagai atasan.

Penyidik lantas meminta Kumala menjelaskan 68 transaksi yang tercatat dalam buku tersebut. Sebab, sebanyak 19 transaksi di antaranya mengalir untuk nama-nama terkait institusi Polri.

Kumala, masih seperti yang tertulis dalam BAP, mengakui tidak mengetahui tujuan pemberian uang kepada sejumlah orang tersebut.

“Saya tidak tahu maksud maupun kepentingan dalam pemberian uang kepada beberapa orang sebagaimana penjelasan saya pada nomor 39 (nomor pertanyaan dalam BAP). Karena saya hanya menjalankan perintah Basuki Hariman atau Ng Fenny untuk menyiapkan uang yang dibutuhkan,” tutur Kumala yang tertulis dalam BAP.

Ketika bersaksi untuk kasus suap Patrialis Akbar di Pengadilan Tipikor Jakarta, 3 Juli 2017, Kumala Dewi mengulang pernyataannya yang sama seperti dalam BAP tersebut.

“Saya mengerjakan sesuai dengan yang diperintahkan saja. Ada di buku bank,” kata Kumala.

***

BELUM genap sebulan setelah memeriksa Kumala Dewi, Surya Tarmiani terkena musibah. Tas berisi komputer jinjing miliknya hilang dicuri pelaku misterius. Kasus ini juga mendapat perhatian dari banyak media massa kala itu.

Pencurian itu terjadi pada awal April 2017. Surya, saat itu baru saja pulang dari luar kota. Belakangan diketahui, Surya baru pulang dari Yogyakarta untuk menemui saksi ahli kasus suap Patrialis.

Saat itu, Surya menumpangi taksi ke rumah indekosnya di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan. Sesampainya di tujuan dan bagasi taksi dibuka, tiba-tiba ada pemotor yang menyambar tas milik Surya.

KPK kala itu membenarkan Surya kehilangan komputer jinjingnya. Namun, pihak KPK tidak lugas menjawab soal bukti-bukti kasus yang tersimpan dalam laptop.

“Kalau isi laptopnya apa, saya tidak tahu soal itu. Tapi pasti isi laptop itu adalah bagian dari pekerjaan yang dilakukan,” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Senin (13/11/2017).

Selain melaporkan kehilangan ke polisi, tim Pemeriksa Internal KPK melakukan klarifikasi. “Karena ini standar aturan di KPK, ketika ada perlengkapan kerja yang hilang, dilakukan klarifikasi internal. Kalau ada dugaan pencurian, itu dilaporkan dan didampingi tim dari pemeriksa internal,” tukasnya.

Selang sepekan setelah gonjang-ganjing komputer jinjing Surya dirampok pelaku misterius, Direktorat Pengawas Internal KPK menerima laporan tertulis dugaan perusakan barang bukti perkara Basuki Hariman – Patrialis Akbar.

Dalam laporan itu, disebut bahwa perusakan barang bukti perkara suap dilakukan oleh Roland Ronaldy dan Harun.

Mengenai barang bukti yang dirusak, dalam surat laporan itu disebutkan:

“Barang bukti yang dirusak adalah buku bank warna merah dengan sampul depan bertuliskan a/n Serang Noor IR, No Rek 428175XXXX BCA KCU Sunter Mall. Buku tersebut adalah catatan keuangan perusahaan Basuki Hariman, yang dibuat oleh Staf Keuangan bernama Kumala Dewi. Yang menarik pada buku bank tersebut adalah di dalamnya dituliskan suap yang diberikan oleh Basuki Hariman kepada berbagai pihak yang salah satunya adalah pejabat Polri.”

Terdapat 9 lembar atau 18 halaman catatan pengeluaran uang Basuki yang disobek dari buku merah tersebut. Mereka juga disebut membubuhkan Tipp-Ex pada kolom berisi nama-nama penerima uang dalam buku.

Sebanyak 9 lembar yang disobek itu di antaranya ialah halaman yang memuat transaksi keuangan antara 17-22 Desember 2015 (1 lembar/2 halaman); dan, catatan tanggal 19 – 25 Januari 2016 sebanyak 1 lembar.

Selanjutnya, 2 lembar catatan transaksi tanggal 24-30 April 2016; 2 lembar tulisan transaksi tanggal 18 Mei – 3 Juni 2016; 2 lembar catatan transaksi 1-22 Juli 2016; dan, selembar catatan tertanggal 15-24 Agustus 2016 juga dikoyak dan hilang.

Tak hanya itu, dalam surat pelaporan juga dinyatakan, Roland dan Harun disebut mengulang pemeriksaan terhadap Kumala Dewi.

Sebab, BAP Kumala Dewi oleh Surya Tarmiani memuat uraian pemberian uang Basuki ke berbagai pihak yang bersumber dari buku merah dan hitam.

Merujuk dokumen persidangan para terdakwa perkara suap Patrialis, tak ada berkas BAP Kumala oleh Surya Tarmiani tertanggal 9 Maret 2017 yang salinannya diperoleh IndonesiaLeaks.

Dalam dokumen persidangan perkara itu juga diketahui, penyidik lain beberapa kali memeriksa Kumala Dewi kurun Februari – April 2017. Dalam dokumen tersebut sama sekali tidak memuat keterangan Kumala Dewi mengenai aliran dana ke petinggi polisi. Dalam persidangan kasus impor sapi, catatan keuangan ke petinggi polisi juga tak pernah terungkap.

Dua hari sebelum Roland dan Harun diduga merusak buku catatan keuangan, persisnya pada 5 April 2017, yang disebut pertama diketahui sempat memeriksa Kumala Dewi Sumartono.

Tapi, saat memeriksa Kumala dan tercatat di BAP itu—yang juga diterima IndonesiaLeaks—Roland tidak menunjukkan barang bukti catatan keuangan bersampul merah.

Pemeriksaan juga tidak menyinggung informasi yang didapat penyidik Surya Tarmiani. Termasuk mengenai dugaan aliran uang kepada para pejabat negara dan petinggi Polri.

Dalam pemeriksaan itu, Roland hanya meminta Kumala Dewi menjelaskan sejumlah alat bukti terkait transaksi pembelian valuta asing.

Bahkan, pertanyaan awal dalam BAP yang disusun Roland juga dimulai dengan pertanyaan nomor 35: “Apakah pada saat sekarang ini saudara dalam keadaan sehat jasmani dan rohani?”

Pertanyaan pertama dalam BAP Roland tersebut sama dengan pertanyaan kesatu dalam BAP yang disusun Surya Tarmiani.

Dengan kata lain, Roland mengulang seluruh pemeriksaan terhadap Kumala Dewi yang sebenarnya telah dilakukan Surya Tarmiani dan telah terekam dalam BAP tertanggal 9 Maret 2017.

Berkas itulah yang belakangan dijadikan dokumen pengadilan untuk menjerat Ng Fenny, anak buah Basuki Hariman.

Perkara suap itu sendiri berakhir setelah Patrialis Akbar dihukum 8 tahun penjara. Basuki Hariman dipenjara selama 7 tahun. Ng Fenny dihukum 5 tahun penjara.

Surat laporan kepada PI KPK yang mengungkap dugaan perusakan barang bukti oleh Roland dan Harun itu awalnya tak mendapat tanggapan. Akhirnya, terdapat surat laporan kedua yang berisi daftar halaman buku merah yang telah dirusak.

Belakangan, PI KPK mengadili Roland dan Harun yang berakhir dengan kesimpulan keduanya terbukti melakukan pelanggaran etik.

KPK lantas memberikan sanksi kepada Roland dan Harun berupa pengembalian ke institusi asal, yakni Mabes Polri.

Ketua KPK Agus Rahardjo, saat dikonfirmasi mengenai hal ini mengatakan, Direktorat PI KPK memunyai bukti kuat bahwa Roland dan Harun telah melakukan pelanggaran etik tergolong berat.

“(Hasil) penyidikan internal memang orangnya melakukan kesalahan, terus akhirnya dipulangkan,” kata Agus Rahardjo.

Atas dasar itulah, KPK memulangkan Roland dan Harun ke lembaga asal mereka, Polri, pada 13 Oktober 2017.

Bagi Agus, pemulangan adalah bentuk sanksi berat. Namun, ia tak mau menanggapi pertanyaan kenapa KPK tidak menjerat keduanya memakai pasal pidana perintangan proses hukum.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, saat diwawancarai mengenai hal ini tanggal 19 September 2018, menyatakan hal serupa.

“Kami sudah mempelajari dan hasil PI juga menyatakan tidak ada tindak pidana. Itu hasilnya sudah cukup jelas. Kalau pidana, pasti kami salurkan ke penegak hukum lainnya,” kata Basaria.

Dalam dokumen pengembalian Roland dan Harun ke Mabes Polri, KPK hanya menyebut keduanya sedang berkasus.

Hal itu tertuang dalam poin 2 surat keputusan bernomor R/4138/KP 07/01-54/10/2017 tertanggal 13 Oktober 2017, perihal: Penghadapan kembali Pegawai Negeri yang Dipekerjakan pada KPK atas nama Saudara Roland Ronaldy dan Saudara Harun.

“Dapat kami sampaikan bahwa saat ini terhadap kedua pegawai dimaksud sedang dalam proses pemeriksaan oleh Direktorat Pengawasan Internal atas dugaan pelanggaran Peraturan Kepegawaian pada KPK,  dan sampai dengan saat ini proses pemeriksaan dimaksud belum selesai.”

Selanjutnya, Mabes Polri mengklaim turut memeriksa Roland dan Harun. Namun, hasil pemeriksaan internal Mabes Polri berbeda dengan PI KPK.  Polri memutuskan Roland dan Harun tak terbukti bersalah melakukan penodaan barang bukti.

“Hasil pemeriksaan internal Polri yang sudah dikomunikasikan dengan pengawas internal KPK sebelumnya, pemeriksa internal Polri tidak menemukan adanya pelanggaran yang dimaksud,” kata Muhammad Iqbal, dalam jawaban tertulis kepada IndonesiaLeaks pada  Agustus 2018.

Saat memberikan jawaban tersebut, Iqbal masih menjabat Kepala Biro Penerangan Masyakarat Mabes Polri. Kekinian, ia mendapat promosi sebagai Wakapolda Jawa Timur.

Iqbal mengatakan, Roland dan Harun telah mengklarifikasi data dan alat bukti pelanggaran etik mereka. Dua penyidik itu dikembalikan KPK ke Polri karena masa dinas kontrak sudah selesai.

Karenanya, menurut Iqbal, pemulangan Roland dan Harun terlepas dari dugaan perusakan barang bukti. “Kedua penyidik dikembalikan ke Polri karena masa dinasnya hampir selesai,” jelasnya.

Tak sampai enam bulan setelah “dicerai” KPK, karier Roland dan Harun beranjak naik. Seusai menjadi staf di Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri, Roland diangkat sebagai Kapolres Cirebon sejak Maret 2018.

Sementara Harun, yang ketika menjadi penyidik KPK berpangkat komisaris, diterima masuk Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah, seperti yang tertuang dalam telegram Kepala Kepolisian RI tertangal 27 Oktober 2017.

Setelah kelar Sespim, Harundi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Ia sempat menjabat Kepala Unit. Beberapa bulan setelah itu, mendapat promosi sebagai Kepala Sub Direktorat Fiskal, Moneter, dan Devisa.

***

SEABREK dokumen berisi buku bank dan dokumen pemeriksaan penyidik KPK dari unsur sipil, Surya Tarmiani, terhadap Kumala Dewi sebenarnya berisi penjelasan mengenai 68 transaksi keuangan yang tercatat dalam buku merah atas nama Serang Noor.

Namun, BAP Surya terhadap Kumala Dewi yang berisi penjelasan transaksi keuangan itu ditengarai tak pernah dibawa ke persidangan perkara tersebut.

Tak semua nama dalam kolom penerima di buku merah itu tertulis memakai nama jelas. Sebagian hanya tertulis inisial.

Karenanya, Surya dalam BAP itu meminta Kumala menjelaskan 68 transaksi yang tercatat dalam buku merah.

Sebanyak 68 catatan transaksi itu terjadi dalam kurun waktu Desember 2015 sampai Desember 2016.

Namun, hanya satu catatan transaksi yang berkaitan dengan aliran uang suap Basuki ke Patrialis Akbar, yakni ke Kamaludin—orang dekat Patrialis.

Kamaludin sendiri mengakui saat dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 31 Juli 2017, bahwa dirinya adalah penghubung antara Patrialis dan Basuki.

Sebanyak 19 transaksi di antaranya mengalir untuk nama-nama terkait institusi Polri.

Salah satunya tertulis di dokumen itu, bahwa dalam buku bank merah juga terdapat nama Kapolda/Tito.

Sejumlah nama pejabat di Mabes Polri dan lembaga di bawahnya, Bea Cukai, Balai Karantina, TNI, dan kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, juga tercantum dalam catatan buku merah itu, seperti terekam dalam dokumen pemeriksaan Surya terhadap Kumala Dewi.

Menurut kesaksian Kumala dalam dokumen itu, uang tersebut diserahkan langsung oleh Basuki atau orang-orang suruhan. Tapi, ia tak mengetahui maksud penyerahan uang itu karena tugasnya hanya mencatat.

Dalam dokumen pemeriksaan, Kumala mengatakan seluruh catatan keuangan dalam buku merah dan hitam dibuat atas perintah Basuki dan atasannya Ng Fenny, yang menjabat general manager.

“Saya mengerjakan sesuai dengan yang diperintahkan,” ungkapnya seperti tertuang dalam berkas pemeriksaan.

***

JENDERAL Tito baru saja keluar dari dalam Istana Negara, Jakarta, seusai menghadiri pelantikan eks wakilnya, Komisaris Jenderal Syafruddin, yang diangkat Presiden Jokowi sebagai Menteri PAN-RB, Rabu siang, 15 Agustus 2018.

Ia sempat menghentikan niatnya menaiki buggy golf untuk pergi, karena diadang jurnalis yang ingin menanyakan perihal pengganti Komjen Syafruddin. Tito berbicara dalam nada pelan sekaligus santai saat menjelaskan alur pergantian wakapolri.

Namun, ia menghindar saat IndonesiaLeaks meminta jawaban mengenai informasi aliran dana dalam BAP Kumala Dewi oleh Surya Tarmiani.

Tito tak menjawab satu pun pertanyaan yang dilontarkan. Ia menuturkan, sudah memberikan kuasa kepada bawahannya perihal permohonan wawancara tim IndonesiaLeaks.

“Sudah dijawab humas. Sudah dijawab humas,” tukasnya.

Tito sempat beberapa kali mengulang pernyataan yang sama. Untuk kali keempat, ia meninggikan intonasi bicaranya, “Sudah dijawab humas, resmi. Cukup ya!”

Ia lantas menaiki boogy golf dan berlalu.

Sepekan sebelumnya, IndonesiaLeaks memasukkan surat ke Mabes Polri perihal permintaan wawancara dengan Tito, untuk meminta penjelasan dugaan aliran uang tersebut.

Surat itu tak cepat terbalas. IndonesiaLeaks lantas mengirimkan sejumlah pertanyaan tertulis kepada Tito, juga melalui Mabes Polri.

Belakangan, pertanyaan-pertanyaan itu hanya dijawab secara tertulis oleh Muhammad Iqbal, kala masih menjadi Kepala Biro Penerangan Masyarakat dari Divisi Humas Mabes Polri.

“Tidak benar. Bapak Kapolri tidak pernah menerima (aliran dana dari Basuki Hariman) itu,” kata Iqbal dalam surat jawaban.

“Orang bisa saja membuat catatan yang belum tentu benar. Dulu sewaktu jadi Kapolda Papua, Kapolri pernah mengalami hal yang sama dan sudah diklarifikasi,” jawab Iqbal.

***

INDONESIALEAKS menyambangi kediaman Kumala Dewi, Sabtu siang, 23 Juni 2018, untuk meminta penjelasan mengenai kesaksiannya tentang aliran dana Basuki Hariman.

“Ibu Kumala Dewi lagi tidur mas. Anak saya juga tidur. Biasanya dia yang mengurusi soal ini, kalau saya, tidak tahu apa-apa,” kata suami Kumala Dewi kepada IndonesiaLeaks.

Ia lantas menyilakan IndonesiaLeaks kembali datang pada sore hari. Namun, ia tak bisa menjanjikan sang istri mau menemui dan memberikan penjelasan. Sang anak, kata dia, juga kemungkinan pergi pada Sabtu sore itu.

Selang beberapa jam, IndonesiaLeaks kembali mendatangi rumah Kumala Dewi. Kali ini, sang putra yang keluar menemui.

Namun, ia menegaskan, sang ibu tak lagi mau diwawancarai mengenai seluk-beluk pemeriksaan KPK dulu.

”Mohon maaf mas, ibu sudah tidak mau lagi mengurus hal-hal kayak gitu, soal pemeriksaan segala macam. Soalnya ibu sempat trauma sih. Ya sebenarnya memang mau dilupakan loh, gitu pak. Jadi mohon maaf aja sih, kita juga dari keluarga kan sudah tahu kondisinya. Beliau tak mau diwawancara dan nggak mau ditanya-tanya soal itulah,” jelasnya.

Selang sehari, Minggu 24 Juni, wajah Basuki Hariman menyiratkan tanda tanya, penasaran saat kali pertama menyambut IndonesiaLeaks membesuknya di Lembaga Pemasyarakatan Tangerang, Banten.

”Terima kasih ya sudah berempati, tapi yang menghina saya lebih banyak, he-he-he,” tutur Basuki seusai bersalaman.

Namun, raut wajah Basuki berubah menjadi serius dan meradang, ketika tim IndonesiaLeaks memperkenalkan diri sebagai jurnalis.

“Saya nggak mau, saya nggak mau. Saya nggak mau diwawancara begitu yah,” tukasnya.

Ia lantas mengancam melapor ke sipir untuk mengakhiri sesi besuk tersebut.

“Sana, sana, sana, nggak boleh begitu. Nggak boleh ngomong begitu ya, sana. Saya lapor ke depan nih. Saya nggak mau diwawancarai.”

***

DIREKTUR Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Oce Madril berharap, KPK mau mengusut tuntas beragam kejanggalan dalam perusakan barang bukti penyidikan tersebut. Sebab, ia menilai terdapat motif menyembunyikan informasi penting di balik perusakan itu.

“Saya yakin, motivasinya ada informasi yang disembunyikan, tentu supaya tidak terungkap. Informasinya kalau itu berupa kejahatan korupsi, tentu pelanggarannya makin serius. Ada pihak-pihak yang merasa diuntungkan,” tutur Oce.

Menurut Oce Madril, KPK bisa saja memperkarakan Roland dan Harun karena menghalangi proses penyidikan.

Ia mengatakan,  dengan adanya fakta perusakan barang bukti, KPK bisa mengenakan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kepada Roland dan Harun.

Sebab, ulah mereka menyebabkan sebuah perkara menjadi tidak sempurna. “Bisa dikenakan tuduhan obstruction of justice,” kata dia.

Sementara Ketua KPK Agus Rahardjo menegaskan, kasus suap Basuki Hariman tetap memungkinkan untuk dikembangkan.

Bahkan, ia memastikan barang bukti yang telah rusak serta BAP Kumala Dewi yang menyebut aliran dana kepada orang-orang selain Patrialis, masih ada di KPK.

Penyidikan lanjutan kasus itu bisa terjadi bila penyidik menemukan fakta baru. “Ada kasus yang berkembang, ada juga yang tidak,” kata Agus.

————————————-

Liputan ini adalah hasil kolaborasi Suara.com bersama sejumlah media yang tergabung dalam IndonesiaLeaks.

IndonesiaLeaks adalah platform mandiri bagi informan publik untuk menghadirkan pemberitaan yang berkualitas dan menyuarakan kepentingan publik.