Kontrak Politik Berujung Coblos Ulang dan Diskualifikasi Calon Bupati Mahakam Ulu

Share
baca dalam 5.56 mintues
 
 
foto.Kuasa Hukum Pemohon hadir pada persidangan Pengucapan Putusan Perkara Nomor 224/PHPU.BUP-XXIII/2025 Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Bupati Kabupaten Mahakam Ulu, Senin (24/2) di Ruang Sidang Pleno MK. Foto Humas/Bayu
 

JAKARTA, SUARA KALTIM – Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Mahakam Ulu untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati (Pilbup) Kabupaten Mahakam Ulu Tahun 2024 tanpa diikuti oleh Pasangan Calon Nomor Urut 3, yaitu Owena Mayang Shari dan Stanislaus Liah. Demikian petikan amar Putusan Nomor 224/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo pada Senin (24/2/2025).

“Memerintahkan Termohon untuk melaksanakan pemungutan suara ulang Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Mahakam Ulu Tahun 2024 dengan tetap menggunakan Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), dan Daftar Pemilih Khusus (DPK) yang digunakan dalam pemungutan suara tanggal 27 November 2024, yang diikuti oleh Pasangan Calon Drs. Yohanes Avun, M.Si dan Drs. Y. Juan Jenau; dan Pasangan Calon Novita Bulan, S.E., M.B.A. dan Artya Fathra Marthin, S.E., serta pasangan calon baru yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang sebelumnya mengusung Pasangan Calon Nomor Urut 3,” kata Suhartoyo.

 

Baca juga:

Bupati Mahakam Ulu Jadi Sorotan dalam Permohonan PHPU

Menepis Tuduhan Keterlibatan Bupati Mahakam Ulu dalam Pemenangan Owena-Stanislaus

Polemik Cawe-Cawe Bupati Mahakam Ulu dalam PHPU

 

Kontrak Politik

Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra, Mahkamah berpendapat bahwa telah terjadi pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam Pilbup Kabupaten Mahakam Ulu Tahun 2024 dengan adanya kontrak politik yang menjanjikan sejumlah uang di seluruh kecamatan di Kabupaten Mahakam Ulu. Pasalnya, Mahkamah menemukan bukti berupa dokumen kontrak politik yang ditandatangani oleh ketua RT dan Pasangan Calon Nomor Urut 3 selaku Pihak Terkait. Bahkan, Mahkamah juga menemukan fakta bahwa terdapat 28 ketua RT dari 18 desa di 5 kecamatan di Kabupaten Mahkamah Ulu yang telah menandatangani kontrak politik.

“Pihak Terkait tidak menyangkal dan menyatakan memang ada kontrak politik antara pihaknya dengan ketua-ketua RT yang dibuat atas dasar kesepakatan antara Pasangan Calon Nomor Urut 3 dan ketua RT atau warga Kabupaten Mahakam Ulu dengan syarat bukan anggota TNI/Polri, PNS, atau Pejabat lain yang dilarang oleh Peraturan Perundang-undangan,” kata Saldi.

Saldi melanjutkan bahwa janji politik dalam bentuk apapun, baik berbentuk program, bantuan, dana, atau barang sekalipun, sepanjang dituangkan dalam rumusan visi, misi dan program aksi bukanlah pelanggaran. Namun demikian, kontrak politik sebagaimana yang dibuat oleh Pihak Terkait bersama para ketua RT bukanlah “janji politik biasa” melainkan adalah perekrutan tim pemenangan secara sistematis yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk mensosialisasikan program dan janjinya kepada pemilih. Terlebih, disebutkan dengan jelas dalam klausul kontrak bahwa Pihak Pertama adalah warga Kabupaten Mahakam Ulu yang tidak dilarang untuk berpihak pada calon tertentu.

“Kontrak politik demikian jelas merupakan kontrak untuk keberpihakan karena justru mengarahkan warga untuk berpihak dengan menggunakan struktur pengelola lingkungan masyarakat, in casu ketua-ketua RT,” ucap Saldi.

 

Praktik Suap

Lebih lanjut, Saldi menjelaskan bahwa fenomena kontrak politik yang terjadi di Pilbup Kabupaten Mahkamah Ulu merupakan bentuk dari praktik suap atau vote buying kepada pemilih. Hal ini dikarenakan dalam kontrak politik tersebut dijanjikan akan ada Alokasi Dana Kampung sebesar minimal Rp.4 miliar hingga Rp.8 miliar per kampung per tahun, serta Program Ketahanan Keluarga sebesar minimal Rp.5 juta hingga Rp.10 juta per dasawisma per tahun, sehingga para Ketua RT yang membuat Kontrak Politik tidak hanya akan turun ke bawah untuk memengaruhi pemilih, namun akan berkoordinasi ke atas dengan petinggi kampung demi terwujudnya janji politik Pihak Terkait dalam kontrak politik dimaksud.

“Dalam batas penalaran yang wajar, kontrak politik “tidak biasa” demikian merupakan “perjanjian” antar-pihak yang bersifat privat yang berisi janji untuk memberikan sejumlah uang tersebut harus dimaknai sebagai praktik suap atau vote buying kepada pemilih,” kata Saldi.

Selain dikategorikan sebagai suap, Saldi menjelaskan bahwa kontrak politik tersebut merupakan praktik dari pemosisian para Ketua RT sebagai Tim Pemenangan yang Pihak Terkait. Hal ini dikarenakan adanya klausul “Pihak Pertama dapat mensosialisasikan kontrak politik kepada warga RT dan kampung setempat” menyebabkan adanya tugas yang mengikat untuk dilakukan Ketua RT yaitu memengaruhi pemilih agar memilih Pihak Terkait. Selain itu, klausul praktik sosialisasi tersebut dapat dipastikan berupa ajakan kepada masyarakat untuk memilih Pihak Terkait dengan menggunakan unit pengelola lingkungan yang paling dekat dengan pemilih, in casu Ketua RT.

“Disadari atau tidak, Pasangan Calon Nomor Urut 3 telah menjadikan atau memosisikan para Ketua RT sebagai Tim Pemenangan yang bersangkutan,” kata Saldi.

 

Diskualifikasi dan PSU

Atas dasar fakta dan pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah akhirnya mendiskualifikasi Pihak Terkait dari kepesertaan Pilbup Kabupaten Mahakam Ulu Tahun 2024. Selain itu, Mahkamah juga memerintahkan kepada Termohon untuk melakukan PSU paling lama 90 hari sejak diucapkannya Putusan Mahkamah ini. Pilihan ini diambil oleh Mahkamah guna memulihkan makna demokrasi dalam kontestasi Pilkada, khususnya Pilbup Kabupaten Mahakam Ulu Tahun 2024.

“Seandainya Mahkamah, misalnya, hanya memerintahkan dilakukan pemungutan suara ulang tanpa mendiskualifikasi yang bersangkutan, dalam batas penalaran yang wajar, dampak kontrak politik atau “vote buying” dimaksud masih belum akan hilang pengaruhnya terhadap pemilih. Terlebih, Bupati Mahakam Ulu Bonifasius Belawan Geh yang juga orang tua calon Bupati Nomor Urut 3 masih menjabat sebagai Bupati Mahakam Ulu,” kata Saldi.

Selain itu, pilihan PSU tersebut diambil oleh Mahkamah lantaran konsekuensi diskualifikasi Pihak Terkait tersebut adalah batalnya pasangan dimaksud sebagai Pasangan Calon terpilih dalam Pilbup Kabupaten Mahakam Ulu Tahun 2024 yang mengakibatkan kekosongan posisi peringkat pertama dalam hal perolehan suara. Namun kekosongan demikian menurut Mahkamah tidak dapat begitu saja diisi dengan menunjuk pasangan calon yang memeroleh suara terbanyak peringkat kedua sebagai pasangan calon terpilih mengingat perolehan suara masing-masing Pasangan Calon yang menunjukkan dukungan pemilih dalam Pilbup Kabupaten Mahakam Ulu Tahun 2024 tersebar pada ketiga pasangan calon.

“Demi menjamin serta melindungi kemurnian hak konstitusional suara pemilih dan juga guna menjaga prinsip-prinsip pemilu yang demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, Mahkamah berpendapat Termohon harus melaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Bupati dan Wakil Bupati Mahakam Ulu, dengan tetap mengikutsertakan pasangan Drs. Yohanes Avun, M.Si dan Drs. Y. Juan Jenau (yang sebelumnya adalah Pasangan Calon Nomor Urut 1) dan pasangan Novita Bulan, S.E., M.B.A. dan Artya Fathra Marthin, S.E. (yang sebelumnya adalah Pasangan Calon Nomor Urut 2); dengan terlebih dahulu membuka kesempatan kepada partai politik atau gabungan partai politik yang sebelumnya mengusung Pasangan Calon Nomor Urut 3 untuk mengajukan/mendaftarkan pasangan calon yang baru,” kata Saldi.

Terakhir, Saldi menuturkan bahwa apabila dalam PSU Bupati dan Wakil Bupati Mahakam Ulu Tahun 2024 terdapat pasangan calon baru, maka Termohon harus melakukan verifikasi ulang terhadap persyaratan Pasangan Calon. Setelah proses verifikasi selesai, Termohon melakukan penetapan pasangan calon baru. Selanjutnya Termohon memfasilitasi semua Pasangan Calon peserta Pilbup Kabupaten Mahakam Ulu Tahun 2024 untuk mengenalkan diri sekaligus menyampaikan visi dan misi masing-masing kepada masyarakat dan/atau pemilih, baik dengan cara kampanye atau dengan cara lain. Adapun mengenai daftar pemilih, Mahkamah memerintahkan agar pelaksanaan pemungutan suara ulang tetap menggunakan Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), dan Daftar Pemilih Khusus (DPK) yang digunakan dalam pemungutan suara tanggal 27 November 2024.

“Hasil dari pemungutan suara ulang tersebut ditetapkan dan diumumkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan oleh Termohon tanpa harus melaporkan kepada Mahkamah; dengan supervisi oleh Komisi Pemilihan Umum Provinsi Kalimantan Timur dan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia,” kata Saldi.


Baca juga:

Perkara Nomor 224/PHPU.BUP-XXIII/2025

Jawaban Termohon

Keterangan Pihak Terkait

Keterangan Bawaslu



Penulis: Ahmad Sulthon Zainawi.

Editor: N. Rosi.

Humas: Andhini SF/Tiara A/Fauzan F.

Editor 2 : Akhmad Zailani

Scroll kembali ke atas