Budaya Entas Tengger Jadi Warisam Budaya tak Benda

Budaya Entas-entas Tengger dan Mecak Tengger ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia yang tertuang dalam sertifikat yang ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Muhadjir Effendy.

Sertifikat tersebut diserahkan oleh Gubernur Jawa Timur Soekarwo kepada Wakil Bupati (Wabup) Probolinggo HA Timbul Prihanjoko menjelang upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda di Grahadi Surabaya, Jawa Timur, Sabtu.

“Kami sangat bersyukur karena salah satu budaya asli masyarakat Tengger sudah diakui sebagai warisan budaya tak benda Indonesia,” kata Wabup Probolinggo HA Timbul Prihanjoko dalam siaran pers yang diterima Antara di Kabupaten Probolinggo.

Menurutnya hal itu menandakan betapa luhurnya nilai budaya yang diwariskan oleh leluhur warga Tengger, sehingga masyarakat patut menjaga dan melestarikan budaya bangsa tersebut.

“Masyarakat Tengger yang berada di Kabupaten Probolinggo patut berbangga diri karena budaya Entas-entas Tengger dan Mecak Tengger sudah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia,” tuturnya.

Sementara Tokoh Masyarakat Tengger Supoyo mengatakan Entas-entas Tengger merupakan salah satu tradisi yang sering dilakukan oleh masyarakat Tengger untuk acara kematian yakni Entas-entas diartikan sebagai gambaran dari meluhurkan atau mengangkat derajat leluhur yang sudah meninggal, agar mendapat tempat yang lebih baik di alam arwah.

“Dengan kata lain adalah untuk menyucikan roh dari leluhur yang sudah meninggal dunia. Dalam Entas-entas Tengger itu terdapat urutan yang dilakukan yakni ngresik, mepek, mbeduduk, lukatan dan bawahan,” ucap mantan Kepala Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura itu.

Saat pelaksanaan, yang meninggal didatangkan kembali dengan bentuk boneka dan boneka yang diberi nama boneka petra tersebut terbuat dari dedaunan dan bunga yang nantinya disucikan oleh pemangku adat.

Sebelum itu, lanjut dia, juga dibuat kulak atau wadah bambu yang diisi dengan beras oleh keluarga yang bersangkutan. Kulak tersebut sebagai lambang dari yang meninggal dunia, kemudian keluarga mulai menyiapkan kain panjang untuk dibentangkan dan para keluarga atau kerabat berkumpul di bawahnya untuk mulai membakar boneka petra.

“Makna yang terdapat dalam Entas-entas Tengger itu adalah untuk mengembalikan kembali unsur-unsur penyusun tubuh manusia. Unsur-unsur tersebut yakni tanah, kayu, air dan panas,” ujarnya.

Sementara Mecak Tengger merupakan istilah yang digunakan untuk menghitung atau mencari tanggal yang tepat untuk melaksanakan upacara-upacara besar, misalnya, Karo, Kasada, maupun Upacara Unan-unan.

Perhitungan itu berdasarkan sistem kalender Suku Tengger yang dinamakan Tahun Saka atau Saka Warsa. Jumlah usia kalender suku Tengger berjumlah 30 hari, tetapi ada perbedaan penyebutan usia hari yaitu antara tanggal 1 sampai dengan 15 disebut hari, sementara tanggal 15 sampai 30 disebut Panglong.

“Setiap Dukun Sepuh telah mempunyai persiapan atau catatan tanggal hasil Mecak untuk tiap-tiap upacara yang akan dilaksanakan sampai lima tahun ke depan,” ujarnya, menambahkan.

 

sumber: http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/17/10/28/oyjhbz280-budaya-entas-tengger-jadi-warisam-budaya-tak-benda