Aman Abdurrahman Mengaku Tak Salah, Jaksa Agung Sebut Jawaban Mentok

Terdakwa kasus dugaan teror bom Thamrin Aman Abdurrahman alias Oman Rochman (tengah) menjalani sidang dengan agenda pembacaan tuntutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (18/5). Foto: Antara

JAKARTA, SUARAKALTIM.com Terdakwa kasus terorisme Oman Rochman alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarma alias Aman Abdurrahman tetap meyakini tidak bersalah dalam aksi terorisme yang terjadi di Indonesia. Jaksa Agung HM Prasetyo tidak mempedulikan nota pembelaan alias pledoi Aman Abdurrahman tersebut.

Menurut dia, apa yang yang disampaikan Aman Abdurrahman di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Jumat, 25 Mei 2018 adalah jawaban orang mentok, karena tidak menemukan yang lain.

Jaksa Agung HM Prasetyo. Foto: Antara - Kriminologi.id
Jaksa Agung HM Prasetyo. Foto: Antara
  •  

“Ya, memang jawaban seperti itu, enggak ada lagi jawaban lain karena memang ajaran dia seperti itu,” katanya di Jakarta, Jumat, 25 Mei 2018.

Ia menjelaskan, ajaran Aman itu adalah menyuruh orang buat mati syahid. “Ya, tentunya mati syahid dengan ajaran mereka dengan umat Muslim yang lain itu berbeda,” ujar Prasetyo.

Dengan Aman menyampaikan pembelaan yang mengaku tidak bersalah, politikus Partai Nasdem ini mengaku, sudah memperkirakan sebelumnya. 

“Dan secara tersirat kami bisa menyatakan sebagai penuntut umum, bahwa dengan pembelaan seperti itu berarti dia mengakui apa yg dituduhkan ke dia,” katanya.

“Kalau dia eggak melakukan, dia (akan) menyampaikan berbagai dalih atau alibi apa pun. Tapi, dengan dia mengatakan seperti itu berarti dia sudah membenarkanlah apa yang dituduhkan oleh jaksa. Logikanya kan begitu,” katanya.

Sebelumnya, terdakwa kasus terorisme Aman Abdurrahman merasa selalu menjadi pihak yang dipersalahkan. Sebab, menurut dia, pada beberapa kasus teror yang dikaitkan dengan dirinya, bukti keterkaitannya sangat lemah.

Dalam sidang pledoi di PN Jaksel, Jakarta, Jumat, Aman menyatakan beberapa pelaku atau teman pelaku hanya pernah bertemu sekali dengannya atau pihaknya dinyatakan bertanggung jawab hanya karena di rumah pelaku ditemukan buku kajian Aman.

Sistem penjeratan kepadanya pada kasus-kasus itu, menurut dia adalah model gaya baru yang pertama kali dilakukan. Yakni, penjeratan karena si pelaku atau guru si pelaku atau teman si pelaku pernah walau sekali bertemu dirinya.

“Atau, pernah walau sekali mendengar rekaman kajian saya atau pernah baca tulisan saya atau ditemukan di rumahnya, buku tulisan atau terjemahan saya atau audio kajian saya tentang syirik demokrasi. Padahal, buku-buku dan kajian saya baru membahas tauhid saja dan belum bahas masalah jihad,” ujar Aman.

Ia menolak semua tuduhan keterlibatan dalam lima kasus teror yang dialamatkan padanya.

Aman didakwa terlibat sebagai dalang dalam kasus bom Thamrin, kasus bom Gereja Oikumene di Samarinda, kasus bom Kampung Melayu, kasus penyerangan di Bima dan Medan.

“Jadi, kalau saya dikaitkan dengan tindakan Juhanda (kasus bom Gereja Oikumene Samarinda), sikap zalim dan pemaksaan kasus sebagaimana pada empat kasus yang lainnya. Akan tetapi, apa mau dikata, Anda (majelis hakim) sekalian berkuasa dan pihak kami adalah orang-orang yang lemah, di hadapan Allah kami akan bersengketa,” kata Oman.

sk-004/djibril muhammad/kriminologi.id