SUARAKALTIM,com- Islam mengharamkan perbuatan-perbuatan yang dapat menyengsarakan orang lain, termasuk riba. Kegiatan ini telah dilarang sejak jaman Rasulullah SAW yang ditekankan melalui ayat Alquran maupun hadis Nabi. Allah SWT berfirman,_
“Hai orang-orang yang beriman,** janganlah kamu memakan riba** dengan berlipat ganda, dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”_ (Q.S. Ali-Imran: 130).
Dikutip dari buku_ Fiqih Islam_ karya Sulaiman Rasjid, kata riba berasal dari bahasa Arab yang artinya** lebih (bertambah)**. Sedangkan menurut istilah syara’, riba adalah akad yang terjadi dengan penukaran yang tertentu, tidak diketahui sama tidaknya menurut aturan syara,’ atau terlambat menerimanya.
Selama ini umumnya kita mengetahui jika riba hanya berasal dari bunga pinjaman atau bunga bank. Padahal terdapat penjelasan lain yang mungkin belum kita ketahui. Apa saja itu?
Pertama, riba fadli yang terjadi ketika menukarkan dua barang yang sejenis namun tidak sama ukurannya. Dilansir dari aims.education, riba ini megarah pada kelebihan yang diambil dalam pertukaran komoditi sejenis tertentu yang ditemukan dalam pembelian dan penjualan dari tangan ke tangan.
Nabi SAW bersabda, _“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam, harus semisal dengan semisal, sama dengan sama (sama beratnya/ takarannya), dan dari tangan ke tangan (kontan).
Maka jika berbeda jenis-jenisnya, juallah sesuka kamu asalkan dari tangan ke tangan (kontan).”_ (HR. Muslim). Seorang wanita yang ingin menukarkan emas lamanya seberat 3,5 gram dengan emas baru senilai 3 gram **termasuk riba fadli. Apabila tidak ingin terjerat riba, juallah emas itu lalu belikanlah emas yang baru. Hal ini berlaku juga untuk jenis barang lainnya. Jika barangnya berbeda, nabi menganjurkan **menjualnya terlebih dahulu kemudian uangnya untuk membeli barang yang diinginkan secara tunai.
Kedua, riba nasi’ah sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, yakni seseorang memberikan pinjaman kepada orang lain dengan pemberian waktu yang untuk membayar kembali utang tersebut. Melansir dari islamweb.net, kembalian utang dari si peminjam dengan jumlah yang lebih besar itu biasanya dipengaruhi oleh jangka waktu tertentu. Sehingga apabilah pihak peminjam terlambat membyar atau jatuh tempo, maka bunga yang diberikan semakin tinggi sesuai kesepakatan kedua belah pihak.
Hal ini sangat terlarang dalam Islam berdasarkan firman Allah SWT yang berbunyi, “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” (Ar-Rum: 39)
Sulaiman Rasjid menjelaskan barang-barang yang berlaku pada riba nasi’ah ialah emas, perak, makanan yang mengenyangkan atau yang berguna untuk mengenyangkan, seperti garam. Riba ini berlaku juga pada jenis uang, saham perusahaan, dan sebagainya. Ibnu Qaiyim dalam kitabnya_ Ilamil Muaqa’in_ menyebutkan pelarangan riba ini terjadi pada kaum jahili di masa jahiliyah yang melakukan penambahan bayaran hutang jika melebihi batas waktu yang ditentukan.
Apabila terlambat lagi, ditambah pula terus menerus, tiap-tiap keterlambatan wajib ditambah lagi. Sampai utang yang asalnya serratus rupiah akhirnya menjadi beribu-ribu. Kalau dengan gadai, barang yang tergadai tetap tergadai. Di jaman sekarang orang yang mempraktikkan riba ini disebut dengan rentenir.
Ketiga, yaitu riba yad yang mensyaratkan salah satu dari kedua barang yang dipertukarkan ditangguhkan penyerahannya. Riba ini terjadi ketika penjual dan pembeli berpisah dari tempat aqad jual beli sebelum serah terima barang. Misalnya, pembeli online ingin melakukan Cash on Delivery (COD) kepada penjual dan sudah membayarkan uang senilai barang yang dimaksud. Namun sebelum terjadi akad ternyata penjual tidak membawa barangnya atau barang tersebut sedang proses pembuatan.
Sekilas riba memang memberikan keuntungan yang melimpah. Tetapi dibalik itu ia sedang menganiaya saudaranya sendiri sekaligus mendatangkan kemurkaan Allah SWT dan Rasul-Nya. Sehingga jauhilah praktik ini, baik itu riba fadli, riba nasi’ah maupun riba yad.
“Rasulullah telah melaknati pemakan riba (rentenir), orang yang memberikan/ membayar riba (nasabah), penuslisnya (sekretarisnya). Mereka itu sama dalam hal dosanya.” (HR. Muslim).
Semoga kita semua terhindar dari riba dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Aamiin.
sk-10/jadzab.com