DPRD Riau Tuding Sinar Mas Grup Kemplang PSDH Ratusan Miliar Rupiah

 

 
Anggota DPRD Riau Suhardiman Amby
 

PEKANBARU, www.suarakaltim.com– Komisi III DPRD Riau menyoroti dugaan pengemplangan Pembayaran Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH).

Sekretaris Komisi III DPRD Riau, Suhardiman Amby mengekspose hasil hearing Komisi III bersama 19 anak perusahaan Sinar Mas Grup dan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Riau baru-baru ini.

Suhardiman menyatakan bahwa hearing bersama Sinar Mas Grup dan Bapenda tersebut merupakan tindak lanjut atas rekomendasi pansus monitoring beberapa tahun lalu. 

Sebagaimana diketahui, DPRD sendiri sudah memberikan waktu terhadap perusahaan yang diberikan rekomendasi untuk dilakukan evaluasi. Namun pada kenyataannya evaluasi yang terlaksana tidak berubah jauh. Sehingga DPRD merasa perlu untuk kembali membedah permasalahan tersebut.

Suhardiman mengatakan, PSDH sendiri merupakan salah satu pendapatan negara bukan pajak. Dimana perhitungannya dilihat dari hasil produksi oleh perusahaan. 

Dari data yang pihaknya miliki, Sinar Mas Grup sendiri memiliki kapasitas produksi pabrik sebanyak 12 juta ton/tahun. 

Sesuai Peraturan Menteri LHK No.P64/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017, pungutan PSDH adalah Rp8.400/ton. Jika dikalikan seharusnya PSDH yang dibayarkan mencapai Rp1,8 Triliun.

“Yang menjadi masalah, saat hearing pihak Sinar Mas Grup mengaku hanya membayar PSDH sebesar Rp84 miliar pada tahun 2018. Sedangkan dari data yang kita peroleh dari Bapenda pembayaran PSDH Sinar Mas Grup hanya sebesar Rp18 miliar. Artinya ada selisih pembayaran sekitar Rp66 miliar. Oke alasan perusahaan selisih tersebut dibayarkan langsung ke daerah penghasil (Kabupaten/Kota) jadi tak terdata (di provinsi). Tapi mengapa perhitungan PSDH yang dibayar hanya Rp 80-an miliar? Seharusnya lebih,” tegas Suhardiman.

Suhardiman merincikan, seharusnya PSDH yang dibayar mencapai Rp 1 Triliun lebih. Pihaknya kemudian mengambil angka 50 persen dari perhitungan PSDH yang seharusnya. Dengan acuan, kayu yang diproduksi Sinar Mas Grup setengahnya lagi berasal dari luar Riau. Maka didapatkan angka Rp500 miliar lebih sebagai kewajiban perusahaan.

“Ini kami sebut dengan angka minimum potensi pendapatan. Jika di angka minimum Rp500 Miliar lebih sedangkan yang dibayar cuman Rp84 miliar, kemana sisanya?,” kata politisi Hanura tersebut.

Dari hasil hearing itu juga, pihaknya meminta pihak terkait agar mengkaji ulang PSDH yang telah dibayarkan Sinar Mas Grup. Pihaknya juga akan membawa permasalahan tersebut ke Komisi III DPR RI serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai tindak lanjut atas hearing yang telah dilaksanakan.

“Jika ini betul-betul terbukti melakukan pengemplangan, sudah waktunya nanti pemerintah mengevaluasi. Karena Pak Jokowi juga sudah tegas mengatakan mana perusahaan yang nakal itu agar dicabut saja izinnya,” cakapnya lagi.

Politisi asal Kuantan Singingi ini merincikan 19 perusahaan tersebut adalah PT Indah Kiat Pulp and Paper, PT Arara Abadi, PT Satria Perkasa Agung, PT Perawang Sukses Perkasa Industri, PT Ruas Utama Jaya, PT Riau Abadi Lestari, PT Sekato Pratama Makmur, PT Bukit Batu Hutani Alam, PT Agung Satria Perkasa, PT Suntara Gajapati, PT Mitra Hutani Jaya, PT Satria Perkasa Agung Serapung, PT Putra Riau Perkasa, PT Balai Kayang Mandiri, PT Rimba Mandau Lestari, PT Bina Duta Laksana, PT Riau Indo Agropalma, PT Bina Daya Bentala dan PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa.

Dibantah Sinar Mas Grup

Sementara itu, Humas Sinar Mas Grup IwanSinar Mas Group saat diminta konfirmasinya mengatakan, bahwa sejak tahun 2017 sudah ada sistem online yang dibuat pemerintah. Melalui sistem tersebut seluruh kayu yang akan diangkut dihitung, diukur dan langsung dibayarkan. Jika tidak dibayar melalui sistem online maka pengangkutan tidak bisa berjalan.

“Jadi sudah punya sistem. Tinggal kita input, kita lakukan setoran baru bisa sistem itu berjalan. Pertanyaan kami ini kan sudah terintegrasi tidak ada pembayaran secara manual tapi melalui program itu dilakukan LHP baru bisa bergerak,” paparnya.

Sistem tersebut tidak hanya berlaku bagi pihaknya saja. Melainkan seluruh unit Hutan Tanaman Industri (HTI) secara nasional. Dengan pengawasan dari KemenLHK serta Dinas Kehutanan Provinsi. Untuk besaran PSDH sebesar Rp 8.400/ton dirinya mengakui. Namun jumlah tersebut sudah ada pembagian. Baik untuk pusat serta daerah penghasil.

Terkait tudingan kalangan DPRD yang menilai perusahaan tersebut mengemplang pajak Iwan membantahnya. Iwan mengatakan pihaknya sudah menjelaskan kepada DPRD pada saat pelaksanaan hearing. Baik yang dilaksanakan baru-baru ini maupun saat pansus monitoring beberapa tahun lalu. 
Seharusnya, katanya, di dalam hearing tersebut polemik diatas sudah tidak ada masalah karena sudah dijelaskan.cakaplah.com

  •