Suara Kaltim – Saya ingin memberi judul tulisan berlatar belakang antara tahun 1999 hingga 2010 ini : Takdir Jaang. Atau Ponton Kosong.
Atau kawan-kawan punya judul lainnya, yang lebih menarik?
Ponton kosong di sini, juga tidak sepenuhnya kosong, karena ternyata di dalamnya ada jimat keberuntungan.
Sebelumnya, di paragraf kedua ini, saya akan memulainya dengan pertanyaan ; kenapa politisi senior alm HM Fuad Arieph, Ketua DPD Golkar Samarinda periode itu marah kepada saya?
Ini ada kaitannya. Dengan judul. Biasanya tulisan saya, tidak langsung to the point.
Saya ingin mengajak berpikir, setelahnya. Atau sambil membacanya.
Inilah ceritanya.
…
2010
Mobil HM Fuad Arieph ingin masuk ke halaman gedung DPRD kota Samarinda. Mobil tak bisa masuk karena banyak massa yang hadir untuk menyaksikan penyampian visi misi dan program Calon Walikota Samarinda periode 2010-2015. Massa yang terlihat lebih banyak massa pasangan calon (paslon) H Syaharie Jaang– Nusyirwan Ismail (Jaanur).
Saya yang sedang meletakkan pantat di kantin DPRD bersama dengan teman-teman berdiri, dan menuju ke halaman. Meminta massa yang berada di halaman untuk minggir. Membuka jalan agar mobil bisa masuk ke halaman.
Mobil masuk. Pak Fuad berdua saja dengan sopir.
Pak Fuad Arieph ini sudah saya anggap seperti bapak saya sendiri. Beliau juga bos saya sebagai Pimpinan Umum Koran Harian Suara Kaltim.
Mesin mobil masih bersuara.
Beberapa menit Pak Fuad Arieph tidak langsung keluar mobil.
Saya berjalan menuju mobil dan membuka pintu mobil.
‘’Acara penyampaian visi misi belum dimulai pak,’’ kata saya.
Pak Fuad diam saja.
Saya berpikir mungkin beliau agak sungkan keluar mobil karena ada banyak massa pendukung Jaanur.
Pintu mobil masih terbuka. Ada yang mau saya sampaikan ke mantan Ketua PWI Kaltim dua periode ini.
Pantat saya sempat menyentuh kursi di belakang sopir itu, ketika Pak Fuad Arpeh mengatakan ; “Tolong tutup pintunya”
Saya menutup pintu mobil.
“ Tolong tutup pintunya dari luar”.
Saya kaget. Keluar dari dari mobil dan menutup pintu. Kembali menuju kantin DPRD Samarinda, yang hanya beberapa langkah dari mobil yang mesinnya masih berbunyi itu.
Tak berapa lama mobil dan Pak Fuad Arieph yang masih berada di dalamnya meninggalkan halaman DPRD Samarinda.
Pak Fuad Areph masih marah sama saya.
Pak Fuad Arieph adalah Ketua Tim Sukses H Andi Harun (AH) – H Damanhuri. Posko Tim Sukses , termasuk Media center yang didukung Partai Golkar ini berada di Hotel Tepian Jalan Pahlawan.
Dan saya, yang sudah dianggap anak oleh pak Fuad Arieph adalah koordinator Media Center paslon Jaang-Nusyirwan.
Sekitar dua bulan sebelumnya …
Pak Fuad Arieph menelpon saya. Dia meminta saya untuk bergabung ke tim AH – Damanhuri. Beliau meminta saya untuk menangani media center AH – Damanhuri. Artinya saya harus keluar dari Tim Jaanur. Namun saya meminta maaf, tidak bisa bergabung ke Tim AH-Damanhuri. Karena sudah bergabung ke Tim Jaanur. Pak Fuad menutup telepon.
Saya tahu. Pak Fuad Arieph tidak hanya marah kepada saya. Tapi juga kepada H Syaharie Jaang, yang pernah didukungnya.
***
1999.
Beberapa tahun sebelumnya. Sekitar pertengahan tahun 1999.
Sore, di kantor SKH Suara Kaltim di jalan Ariif Rahman Hakim.
Saya sedang mengetik berita, ketika telepon nokia pisang saya berdering. Saya lihat di layar telepon seluler, tertulis abah 2. Itu nama lain di handphone saya untuk nama HM Fuad Arieph. Untuk abah 3, alm H Achmad Amins.
‘’ Jay … ikam lagi mengetik berita kah. Bisakah ikam ke Hotel Tepian … ‘ suara Pak Fuad Arieph.
“Bisa ai pak. Ulun selesaikan sedikit lagi pak lah …‘’.
“Iya. Kutunggui lah di lobi’’.
‘’iya pak”.
Telepon berakhir.
***
Puntung rokok di asbak penuh. Tokoh senior partai Golkar Kaltim ini termasuk perokok berat. Istilahnya “sambung puting”. Sehari minimal habis dua bungkus rokok. Termasuk banyak bagi seorang yang berusia di atas 50 an tahun.
Melihat banyaknya puntung rokok yang tidak biasa, saya menerka, ada sesuatu yang dipikirkan mantan Ketua PWI Kaltim 1987 hingga 2004 ini.
Ada beberapa basa basi dan perbincangan yang cukup panjang bila dijadikan kalimat. Tapi saya usahakan dibuat pendek dan jelas.
“Pusing kepala Jay ai, memikirkan siapa calon pendamping Pak Amins,’’ Pak Fuad Arieph mengisap rokoknya dalam-dalam. Lalu mengepulkan asapnya perlahan-lahan …
Saya maklum. Tokoh seperti pak Fuad Arieph tentu saja banyak temannya. Termasuk “orang-orang berdahi” (baca : orang-orang penting. Ada politisi senior, ulama-ulama dikenal di Samarinda atau di Kaltim, pengusaha-pengusaha sukses yang berlebih dan orang-orang penting lainnya).
Karena momen Pilkada, di antara “orang berdahi” itu, ada yang “melobi” Pak Fuad Arieph untuk menjadi Calon Wakil Walikota.
Pak Fuad Arieph “pusing” siapa yang cocok dipasangkan dengan H Achmad Amins.
Dipasangkan menjadi pasangan kuat, tentu saja dengan pertimbangan : untuk menang.
Saya berdiskusi dengan Pak Fuad Arieph. Hingga melewati Magrib. Rencananya malam itu akan ada rapat Golkar, sekitar pukul 08.00 malam di Hotel Tepian.
***
Kita potong dulu.Bukan hanya pak Fuad Arieph, saya saja, hanya seorang wartawan, juga “pusing” tapi sedikit saja 😀 dan tidak menghabiskan berbungkus-bungkus rokok, karena saya bukan perokok, untuk pasangan Cawali Achmad Amins ini.
Salah satu anggota DPRD Samarinda, yang berkawan dekat dengan saya adalah Drs Yayan Aliansyah. Dari Fraksi PAN. Anggota Fraksi ada 5 orang. Yayan juga ingin dan kabarnya sudah melobi Pak Fuad Arieph dan Pak Achmad Amins untuk mengajukan diri sebagai Cawawali. Mungkin Achmad Amins juga “pusing” kala itu. Tapi beliau sudah berhenti merokok. Selain faktor usian, juga menjaga kesehatan.
“Jay,’’ ujar Pak Achmad Amins. “Kalo ngaran Yayan itu bisa muncul berpasangan dengan aku, diusulkan Fraksi PAN, maka kada papa aku berpasangan dengan Yayan aja,’’ masih suara Achmad Amins.
Maka, apa yang disampaikan itu sudah sempat saya kabarkan ke Yayan. Sebagai teman, tentu saja saya mendukung. Walaupun ada teman lain, di dalam dan di luar DPRD “minta padahkan” dengan Pak Achmad Amins.
Saat Pilkada yang saat itu masih dipilih oleh anggota DPRD, saya bertemu dengan Achmad Amins di warung Jenggo, yang di dekat Sungai Karang Mumus Jl Pangeran Suriansyah, antara jembatan 1 dan jembatan 2.
Karena Yayan, kawan serantang-seruntung, maka saya rela menemui 4 anggota Fraksi PAN malam-malam ke rumahnya.
Saya sampaikan apa yang dikatakan Pak Achmad Amins. Agar mereka sepakat dan setuju mendukung pasangan Amins-Yayan.
Sekitar 2 hingga 3 kali, saya ke rumah H Rivai Sani, H Lalu Thamrin, M Subhan, selain siangnya ketemu di ruang Fraksi PAN DPRD Samarinda.
Saya ingat, H Rivai Sani sekarang aktif sebagai pengurus masjid di Perumahan Wijaya Kesuma mengatakan ; ‘’Kenapa malah ikam terus yang datang, Jay?. Mana Yayannya? Kenapa ikam kada datang dengan Yayan? … “
“Pada prinsipnya, kami senang aja bila kawalan jadi calon walikota. Apalagi bila jadi terpilih … ‘’ ujar Rivai, setelah saya menjlaskan, meminta, atau mungkin seperti memohon.
Saya beritahu Yayan hasil pertemuan saya dengan keempat rekannya satu fraksi. Saya juga mengajaknya untuk ke rumah 4 anggota dewan itu. Atau kita yang berinisiatif mengajaknya melakukan pertemuan sambil makan siang, misalanya. Saya seperti bersemangat.
Sayangnya, tanggapan Yayan biasa-biasa saja. Maaf, Yayan seperti pembualan. Kalau tak salah, Yayan sempat menyampaikan tak perlu dia yang mendatangi ke rumah ke 4 rekannya itu.
Saya menyarankan, untuk sementara kita harus merendah. Sayangnya, saat itu hubungan Yayan dengan anggota Fraksi PAN lainnya kurang harmonis.
Tunggu di tunggu. Waktu berjalan, tiba saatnya, Fraksi PAN akhirnya mengajukan paslon Lukman Said – Kasmiruddin.
***
ASAP rokok Pak Fuad Arieph masih mengepul-ngepul. Puntung rokok kian banyak.
Kami masih duduk di lobi berdua. Tepatnya, bertiga dengan seorang waniya, yang bekerja di bagian loby Hotel Tepian. Duduknya agak jauh. Dia yang membuatkan secangkir kopi untuk saya.
Saya ingat, saya tiba sekitar pukul 05.00 sore, setelah membuat berita. Kini waktu magrib telah lewat.
Pak Fuad ingin tahu pendapat saya. Mungkin karena saya wartawan politik dan pemerintahan, yang setiap hari ada di DPRD Samarinda.
Mungkin, karena saya mengenal cukup lama ke 45 anggota DPRD Samarinda yang akan menggunakan hak pilihnya. Mungkin saya yang paling banyak meliput tentang Pilkada Samarinda melalui SKH Suara Kaltim. Berita tentang Pilkada Samarinda ini hingga 3-5 berita per hari. Di Suara Kaltim, saya selalu yang terbanyak membuat berita. Sekretaris redaksi mencatat. Wartawan minimal membuat 3 berita sehari. Saya bisa membuat 15 berita per hari. Tak hanya berita politik dan pemerintahan, tapi saya juga kadang menyumbang berita untuk halaman seni dan budaya, halaman olah raga, halaman kriminal dan hukum. Lebih 3 berita per hari, maka setiap bulan wartawan akan mendapat bonus uang, yang dihitung per berita lagi. Sekretaris redaksi mencatat, nama saya selalu teratas dalam produktifitas berita. Per bulan lebih dari 100 berita.
Kembali ke puntung rokok. Eh, ke pembicaraan dengan Pak Fuad Arieph.
‘Menurut ikam, siapa kira-kira yang cocok dipasangkan dengan Pak Achmad Amins?” Ini pertanyaan pak Fuad Arieph yang penting menurut saya. Bukan pertanyaan dari seorang tokoh politisi senior yang pusing.
Sebelumnya, saya dan Fuad Arieph berdiskusi, bahwa yang tepat mendampingi Pak Achmad Amins adalah orang dalam atau angggota DPRD Samarinda itu sendiri. Untuk menambah suara. Beberapa nama sudah dipilah-pilah, kemungkinan-kemungkinannya menang, siapa saja yang akan memilih. Mungkin itu tadi, karena saya hari-hari di DPRD samarinda. Mulai hari hingga sore. Sering makan ngobrol tak hanya sebagai sumber berita.
Di DPRD Samarinda ada beberapa nama. Selain Yayan, ada bang Rusman Ya’kub, dan beberapa nama lainnya, termasuk pak Syaharie Jaang, yang saat itu belum haji. Saat menunaikan ibadah haji di akhir 2003-awal2004, saya bertemu Syaharie Jaang dan istri saat melempar jumrah di Mina. Saya ketika itu “diberangkatkan” haji oleh Pemkot Samarinda atas “undangan” Allah SWT.
‘Jadi menurut ikam, siapa kira-kira yang cocok dipasangkan dengan Pak Achmad Amins?”
Mungkin ketika itu ada malaikat lewat. Entah, kenapa saya menjawab ; “Pak Syaharie Jaang”.
Pak Fuad Arieph terdiam sebentar. Mungkin tak menyangka. Apa untungnya memasangkan pak Syaharie Jaang dengan Achmad Amins? Pak Syaharie Jaang sudah “dibuang” F-PDIP. PDIP kota Samarinda sudah punya jago sendiri, yakni Lukman Hakim – Dicky Soesanto. Yang memilih Cawali-Cawawali adalah anggota DPRD Samarinda. Paling suara anggota F-PDIP yang memilih hanya satu orang. Yakni pak Syaharie Jaang sendiri.
Pak Fuad Arieph tak habis pikir. Apa untungnya memasangkan Syaharie Jaang. Belakangan beberapa anggota dewan mengistilahkan ; “Pak Achmad Amins menarik ponton kosong”. Ada banyak calon lainnya yang lebih baik dari Syaharie Jaang. Misalnya dari pengusaha, yang bisa “memodali” kemenangan.
Apa untungnya memasangkan pak Syaharie Jaang dengan Achmad Amins? Pak Fuad Arieph semakin dalam mengisap rokok. Asap rokok mengepul-ngepul.
Tapi pertanyaan itu tak ditanyakan pak Fuad Arieph kepada saya. Saya pun tidak bisa menjawab prediksi hitungan angka-angka. Karena bila dihitung-hitung, didata-data lagi, hanya 1 suara FPDIP, Achmad Amins bisa kalah.
Kalimat saya berikutnya malah tak menyambung. Mungkin bikin kepala pak Fuad Arieph tambah pusing. ‘’ Karena pak Jaang orangnya santun pak … ‘’ kata saya.
Pak Fuad Arieph masih diam.
Saya ingat dan terkesan (ketika itu), pak Syaharie Jaang kepada siapa pun, termasuk kepada saya (ketika itu) memang sangat santun, rendah hati dan nampak menghormati kepada semua orang. Kepada saya pun, (ketika itu) pak Syaharie Jaang mengunakan kata “piyan” dan “ulun”. Saya juga terkesan, ketika sidin (beliau) datang ke cara tasmiyah anak pertama saya. Padahal saya tidak sempat mengundang. Pak Achmad Amins datang karena saya undang.
‘’Kalau piyan kada percaya, coba kita kiau (panggil Syaharie Jaang,’’ saya membujuk Pak Fuad Arieph.
Mungkin karena sedang tidak tahu apa yang selanjutnya dilakukan, pak Fuad Arieph mengiyakan. Asap rokok semakin mengepul-ngepul, sambung puting.
Saya segera menghubungi pak Syaharie Jaang melalui telepon seluler. Meminta untuk ke Hotel Tepian, dipanggil pak Fuad Arieph.
Saya memperkirakan, pak Syaharie Jaang langsung bergegas ke Hotel Tepian. Karena tiba agak cepat. Mungkin naik motor. Saya lupa. Bila Pak Syaharie Jaang masih ingat, mungkin bisa mengklarifikasi ini.
Beberapa saat setelah pak Syaharie Jaang datang, dan dengan penuh hormat mencium tangan pak Fuad Arieph saya pamit ingin kembali ke kantor dan masih sempat menyumbang berita untuk halaman depan, yang deadline hingga tengah malam.
Malam itu, ada rapat anggota Fraksi Partai Golkar di Hotel Tepian.
Besok paginya saya mengetahui, rapat memutuskan, partai Golkar mengusung pasangan Achmad Amin – Syaharie Jaang.
Beberapa kawan nampak kecewa. Terutama yang digadang akan dipasangkan dengan pak Achmad amins.
‘ Wah uyuh (lelah) pak Amins. Nengkaya menarik ponton kosong.Kedada (tak ada isinya) isinya,’ ujar salah seorang yang kecewa.
Artinya,
Belakangan takdir berkata lain. Allah SWT lebih berkuasa.
Ternyata ponton yang disangka kosong. Yang tidak ada batu bara atau kayu gelondongan yang di angkut di atasnya, ternyata di dalamnya ada “jimat” yang membawa keberuntungan!
Jalan sedikit berliku, pak Achmad Amins “sendiri” sempat menggadaikan rumahnya. Karena uang habis. Sementara yang dibawa “ponton kosong”. Tak ada batu baranya. Atau batang kayunya di atas ponton.
Sejarah mencatat Achmad Amins – Syaharie Jaang menjadi walikota untuk dua periode, 2000 – 2005 dan 2005 – 2010.
…
Waktu berjalan, Syaharie Jaang tetap dipertahankan hingga Amins – Jaang jilid 2, di periode 2002-2010.
Di periode ke 2, Amins-Jaang, pak Fuad Arieph tetap mendukung. Beliau sebagai Ketua Tim Sukses. Posko utamanya di Hotel Tepian.
Tak hanya menguras pikiran, sejak periode pertama, juga menguras waktu dan tenaga, tapi juga menguras isi kantong pak Fuad Arieph.
Waktu terus berjalan. Ada banyak cerita lainnya yang saya tak ketahui. Antara Pak Fuad Arieph, dengan pak Achmad Amins dan dengan Pak Syaharie Jaang, antara pak Achmad Amins setelah tak lagi menjadi walikota dengan Pak Syaharie Jaang ketika menjadi walikota.
Bagi saya, Itulah kenapa pak Fuad Arieph marah kepada saya.
***
(Mengenang almarhum Fuad Arieph, mantan Ketua Tm Sukses Andi Harun-Damanhuri. Tokoh senior Partai Golkar ini adalah anak tokoh pers Kaltim, HM Badrun Arieph. Paman beliau juga tokoh pers Kaltim, Anang Atjil Arieph, yang memiliki koran “Pantjaran Berita” di era tahun 1930-an. Ayahnya menangani koran “Masjarakat Baroe” bersama H oemar Dachlan. Koran Masjarakat Baroe” adalah koran yang membangun kecerdasan,kesadaran dan pendidikan politik masyarakat untuk melakukan perlawanan kepada penjajahan Belanda. HM Fuad Aripeh pernah menjadi anggota DPRD kota Samarinda periode 1997-1999, 1999 – 2004 dan anggota DPRD Kaltim periode 2004-2009. Beliau juga pernah menjadi Ketua PWI Kaltim 1992 -2000.).
Penulis : Akhmad Zailani