Jaksa Agung Tak Setuju Kembalikan Duit Korupsi Hilangkan Perbuatan Pidana

Rilis mengungkap modus penyelewangan fasilitas kepabeanan PT SPL. ©2017 merdeka.com/muhammad luthfi rahman

 

JAKARTA, SUARAKALTIM.com- Pernyataan Kabareskrim Polri, Komjen Pol Ari Dono Sukmanto menuai kontroversi. Ari Dono menilai, seseorang yang melakukan korupsi di bawah Rp 100 juta tak perlu dipidana. Dengan syarat, orang tersebut mampu mengembalikan uangnya itu kepada negara.

Karena jika orang tersebut sudah mengembalikan uang terhadap negara, tapi masih dilakukan proses penyidikan, maka nantinya negara justru malah mengeluarkan uang dengan jumlah yang lebih besar daripada korupsinya untuk melakukan penyidikan.

Menanggapi hal itu, Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, harus dilihat dulu bagaimana derajat kesalahannya. Jika ada kesalahan administrasi, maka itu diselesaikan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

“Tapi kalau tindak pidana korupsi tentunya apalagi didukung oleh fakta dan bukti yang tidak terbantahkan, tentunya tidak ada pilihan lain kecuali harus dilakukan penindakan,” kata Prasetyo di Ancol, Jakarta Utara, Selasa (6/3).

Dan menurutnya, pengembalian tidak harus meniadakan tanggungjawab pidananya, kecuali yang ia katakan, jika pelanggaran hanya administrasi karena kemungkinan kesalahan, pembukuan, penghitungan dan sebagainya, dan itu tentunya pihaknya akan bicarakan dengan APIP.

“APIP itu terdiri dari RWIL dan PERPROP dengan BPKT, kita memberikan semacam mereka memperbaiki itu, apalagi seperti saya katakan ada indikasi penyimpangan, buktinya cukup dan tidak terbantahkan ya terpaksa pak Agus ya KPK, termasuk pak Kapolri akan bertindak, ini prinsip yang harus dipahami bersama,” jelasnya.

Selain itu, dirinya mengungkapkan, selama dalam perjalanan pilkada dirinya dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, sudah membuat kesepakatan. Sementara untuk pasangan calon peserta pilkada itu proses hukum perkaranya kalaupun itu ada indikasi tipikor akan dihentikan sementara, setelah itu baru pihaknya akan lakukan penindakan.

“Karena kita menghindari politisasi dan sebagainya, ini berbeda antara Polri dan Kejaksan dan KPK itu berbeda. KPK ketika menanganin kasus enggak ada orang yang berani datang, baik polri dan kejaksaan pasti ada tuduhan politisasi, kriminalisasi, dan sebagainya, ini yang kita hindari,” ungkapnya.

Namun, yang paling penting itu baginya adalah bagaimana agar proses Pilkada serentak 2018 ini bisa berjalan dengan aman dan tenang.

“Di samping itu yang paling penting adalah bagaimana pilkada berjalan dengan aman dan tenang, sehingga tidak ada kegaduhan, tentunya akan merusak dan mencederai proses demokrasi,” tandasnya.

sk-012/merdeka.com