Kaidah Ushuliyyah Untuk Memahami Ayat 120 Surat Al-Baqarah Secara Ilmiah (1)

 

Pendahuluan

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلَن تَرْضَىٰ عَنكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ

Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan ridha’ kepadamu hingga kamu mengikuti millah mereka (QS. al-Baqarah: 120).

Makna ayat di atas sejatinya sungguh gamblang, jelas dan terang benderang bagi orang yang hatinya bersih dan mau menerima Al Qur’an dengan tasliim. Bisa dipahami orang yang awam sekalipun. Namun orang yang di dalam hatinya ada penyakit, senantiasa berusaha menimbulkan kerancuan dan keraguan. Sehingga dari ayat di atas, dimunculkan tiga pertanyaan dan kerancuan yang disebarkan sebagian orang di internet belakangan ini.

Pertanyaan 1: Mengapa Allah Subhanahu wa Ta’ala menggunakan kata “kepadamu..” pada ayat tersebut? Apakah maksudnya adalah bahwa ayat ini hanya ditujukan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam saja? Sehingga maknanya ketidak-senangan kaum Yahudi dan Nasrani bukan kepada kaum Muslimin secara umum?

Pertanyaan 2: Apakah benar bahwa yang dimaksud dengan “orang-orang Yahudi dan Nashrani” pada ayat di atas adalah hanya orang-orang Yahudi dan Nashrani yang ada di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bukanlah kaum Yahudi dan Nashrani secara umum?

Pertanyaan 3: Apa makna kata “millah” pada ayat di atas? Apakah maknanya adalah “agama”, atau maknanya adalah “jalan”, seperti yang disebutkan oleh Imam al-Baghawiy rahimahullahdalam kitab tafsirnya? Sehingga menyatakan bahwa kaum Yahudi dan Nasrani selalu berusaha mengajak kaum Muslimin ke agama mereka itu tidak benar?

Mari kita bahas pertanyaan-pertanyaan ini, insyaAllah. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’alamemberikan taufiqNya.

Kaidah ilmu tafsir: memahami ayat dengan keumuman lafazh, bukan kekhususan sebab

Sebuah metode yang telah diajarkan oleh para ulama’ agar kita terhindar dari salah tafsir atau salah dalam memahami makna ayat/hadits adalah dengan mengumpulkan dalil-dalil yang berbicara tentang permasalahan tersebut, kemudian baru menarik kesimpulan. Janganlah hanya membaca satu ayat/hadits, kemudian langsung menyimpulkan. Ini karena bisa saja ada dalil lain yang menjelaskan makna ayat/hadits tersebut, atau bisa saja keumuman lafazhnya dikhususkan, atau kekhususan lafazhnya diumumkan, dsb.

Dalam permasalahan ini, dalil lain yang bisa membantu kita memahami surat Al Baqarah ayat 120 di atas, adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,,

وَدَّ كَثِيرٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُم مِّن بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِّنْ عِندِ أَنفُسِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ ۖ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّـهُ بِأَمْرِهِ ۗ إِنَّ اللَّـهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Banyak dari kalangan ahli kitab yang menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki (yang timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintahNya. Sungguh Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 109).

Dalam kitab tafsirnya, Ibn Katsir rahimahullah menukil beberapa atsar yang menyebutkan tentang asbaabun-nuzuul (sebab turunnya) ayat ini, yaitu bahwa ayat tersebut turun dengan sebab satu atau dua orang Yahudi. Namun demikian, ternyata beliau tetap menafsirkan ayat ini dengan keumuman lafazhnya, bukan dengan kekhususan asbaabun-nuzuul-nya. Perhatikan perkataan beliau berikut,

يحذر تعالى عباده المؤمنين عن سلوك طرائق الكفار من أهل الكتاب، ويعلمهم بعداوتهم لهم في الباطن والظاهر وما هم مشتملون عليه من الحسد للمؤمنين، مع علمهم بفضلهم وفضل نبيهم. ويأمر عباده المؤمنين بالصفح والعفو والاحتمال، حتى يأتي أمر الله من النصر والفتح. ويأمرهم بإقامة الصلاة وإيتاء الزكاة. ويحثهم على ذلك ويرغبهم فيه، كما قال محمد بن إسحاق: حدثني محمد بن أبي محمد ، عن سعيد بن جبير، أو عكرمة، عن ابن عباس، قال: كان حيي بن أخطب وأبو ياسر بن أخطب من أشد يهود للعرب حسدا، إذ خصهم الله برسوله صلى الله عليه وسلم، وكانا جاهدين في رد الناس عن الإسلام ما استطاعا، فأنزل الله فيهما: (ود كثير من أهل الكتاب لو يردونكم) الآية.

“Allah Ta’ala memperingatkan para hambaNya untuk tidak berjalan di atas jalan orang kafir dari kalangan ahli kitab, dan mengabarkan kepada mereka (yaitu, para hambaNya) tentang permusuhan ahli kitab (kepada kaum muslimin) baik secara bathin maupun zhahir, dan (mengabarkan juga) tentang hasad/dengki yang mereka miliki kepada kaum mukminin, padahal mereka tahu keutamaan kaum mukminin dan keutamaan Nabi. Allah juga memerintahkan para hambaNya, yaitu orang-orang yang beriman, untuk membiarkan, memaafkan, dan menoleransi mereka hingga datang ketetapan dari Allah berupa pertolongan dan kemenangan. Allah juga memerintahkan mereka untuk menegakkan shalat dan membayar zakat. Allah menyemangati dan memotivasi mereka untuk melakukannya. Muhammad ibn Ishaq berkata: Telah mengabarkan kepadaku Muhammad ibn Abi Muhammad, dari Sa’id ibn Jubair, atau ‘Ikrimah, dari Ibn ‘Abbas, bahwa beliau berkata: Huyay ibn Akhthab dan Abu Yasir ibn Akhthab adalah termasuk orang-orang Yahudi yang paling dengki kepada orang Arab karena Allah mengistimewakan mereka dengan RasulNya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berdua itu sangat berusaha semampu mereka untuk menjauhkan manusia dari Islam. Maka Allah menurunkan ayat ini tentang mereka, ‘Banyak dari kalangan ahli kitab yang menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran.’1

Ibn Katsir rahimahullah kemudian melanjutkan,

وقال عبد الرزاق، عن معمر عن الزهري، في قوله تعالى: (ود كثير من أهل الكتاب) قال: هو كعب بن الأشرف. وقال ابن أبي حاتم: حدثنا أبي، حدثنا أبو اليمان، حدثنا شعيب، عن الزهري، أخبرني عبد الرحمن بن عبد الله بن كعب بن مالك، عن أبيه: أن كعب بن الأشرف اليهودي كان شاعرا، وكان يهجو النبي صلى الله عليه وسلم. وفيه أنزل الله: (ود كثير من أهل الكتاب لو يردونكم) إلى قوله: (فاعفوا واصفحوا)

“‘Abdur-Razzaq berkata, ‘Dari Ma’mar, dari az-Zuhriy, tentang firman Allah Ta’ala‘Banyak dari kalangan ahli kitab,’ (maka ‘Abdur-Razzaq berkata) ia adalah Ka’b ibn al-Asyraf.’ Ibn Abi Hatim berkata: Ayahku telah mengabarkan kepada kami, (di mana beliau berkata) telah mengabarkan kepada kami Abul-Yaman, (di mana beliau berkata) telah mengabarkan kepada kami Syu’aib, dari az-Zuhriy, (di mana beliau berkata) telah mengabarkan kepadaku ‘Abdur-Rahman ibn ‘Abdillah ibn Ka’b ibn Malik, dari ayahnya, bahwa Ka’b ibn al-Asyraf, seorang Yahudi, adalah seorang penyair, dan bahwa dia ini mengolok-ngolok Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Allah menurunkan ayat tentangnya, ‘Banyak dari kalangan ahli kitab yang menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran,’ hingga firmanNya, ‘Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka.’2

Perhatikanlah bagaimana Ibn Katsir rahimahullah, yang telah mengetahui bahwa asbaabun-nuzuul dari ayat ini adalah tentang satu atau dua orang Yahudi, tetap mengambil pelajaran dari keumuman lafazh ayat. Pelajaran yang bisa diambil adalah bahwa kita harus memaknai ayat sesuai dengan keumuman lafazhnya, bukan dengan kekhususan sebab turunnya. Misalnya, pada ayat di atas, tentu tidak diragukan lagi bahwa Huyay ibn Akhthab, Abu Yasir ibn Akhthab, dan Ka’b ibn al-Asyraf tercakup dalam makna ayat. Namun, ini tidak berarti bahwa ayat itu hanya mencakup mereka. Jika ayat tersebut menggunakan lafazh umum, kita tidak boleh menyempitkannya pada makna khusus kecuali jika ada dalil atau qarinah (petunjuk) yang mendukung.3

Jika kita bersikeras bahwa yang dimaksud oleh ayat ini hanyalah satu atau dua orang Yahudi tersebut, maka itu justru bertentangan dengan lafazh “katsir” (banyak) yang digunakan pada ayat di atas. ath-Thabariy rahimahullah telah menjelaskan dalam kitab tafsirnya kemungkinan lain dari makna “katsir” ini, di mana beliau kemudian menegaskan bahwa makna yang benar untuk kata tersebut adalah “banyak secara jumlah”4

Dari ayat ini kita ketahui para ulama memaknai bahwa secara umum kaum Yahudi dan Nasrani berusaha mengajak kaum Muslimin kepada kekafiran, bukan hanya dilakukan oleh sebagian oknum di antara mereka.

Keumuman lafazh menunjukkan bahwa kaum kafir secara umum dengki kepada kaum muslimin secara umum

Dalil lain yang juga bisa membantu kita memahami masalah ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِّنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هَـٰؤُلَاءِ أَهْدَىٰ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا سَبِيلًا * أُولَـٰئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّـهُ ۖ وَمَن يَلْعَنِ اللَّـهُ فَلَن تَجِدَ لَهُ نَصِيرًا * أَمْ لَهُمْ نَصِيبٌ مِّنَ الْمُلْكِ فَإِذًا لَّا يُؤْتُونَ النَّاسَ نَقِيرًا * أَمْ يَحْسُدُونَ النَّاسَ عَلَىٰ مَا آتَاهُمُ اللَّـهُ مِن فَضْلِهِ ۖ فَقَدْ آتَيْنَا آلَ إِبْرَاهِيمَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَآتَيْنَاهُم مُّلْكًا عَظِيمًا

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari alkitab? Mereka beriman kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir, bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. Mereka itulah orang yang dilaknat oleh Allah. Barangsiapa yang dilaknat oleh Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan menemukan penolong baginya. Ataukah ada bagi mereka bagian dari kerajaan? Kendatipun ada, mereka tidak akan memberikan sedikit pun (kebajikan) kepada manusia. Ataukah mereka (kaum Ahli Kitab) dengki kepada manusia lantaran karunia yang telah Allah berikan kepada mereka? Sungguh Kami telah memberikan kitab dan hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepada mereka kerajaan yang besar.” (QS. an-Nisa’: 51-54)

Dalam ayat ini disebutkan bahwa karena dengkinya kepada kaum muslimin, kaum ahli kitab sampai mengatakan bahwa orang-orang kafir, yang di antara mereka adalah para penyembah berhala, lebih benar jalannya daripada kaum Muslimin.

Ath-Thabariy rahimahullah menyebutkan perbedaan pendapat tentang makna kata “an-naas” (manusia) pada potongan ayat, “ataukah mereka (kaum Ahli Kitab) dengki kepada manusia”. Sebagian ulama mengatakan bahwa maknanya yang membuat mereka dengki hanyalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada juga yang berkata bahwa maknanya adalah orang-orang Arab, dan ada juga yang berkata bahwa maknanya adalah orang-orang Quraisy. Namun, ath-Thabariy rahimahullah menguatkan pendapat bahwa yang dimaksud adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, yang tercermin pada perkataan beliau,

وأولى الأقوال في ذلك بالصواب أن يقال: إنّ الله عاتب اليهودَ الذين وصف صفتهم في هذه الآيات، فقال لهم في قيلهم للمشركين من عبدة الأوثان إنهم أهدى من محمد وأصحابه سبيلا على علم منهم بأنهم في قيلهم ما قالوا من ذلك كذَبة: أتحسدون محمدًا وأصحابه على ما آتاهم الله من فضله. وإنما قلنا ذلك أولى بالصواب، لأن ما قبل قوله: (أم يحسدون الناس على ما آتاهم الله من فضله)، مضى بذّم القائلين من اليهود للذين كفروا: (هؤلاء أهدىَ من الذين آمنوا سبيلا)، فإلحاق قوله: (أم يحسدون الناس على ما آتاهم الله من فضله)، بذمهم على ذلك، وتقريظ الذين آمنوا الذين قيل فيهم ما قيل، أشبهُ وأولى، ما لم تأت دلالة على انصراف معناه عن معنى ذلك.

“Pendapat yang paling mendekati kebenaran adalah bahwa Allah mencela kaum Yahudi yang sifat mereka dijelaskan pada ayat ini. Maka Allah berkata kepada mereka tentang perkataan mereka kepada kaum musyrikin dari kalangan para penyembah berhala yaitu bahwa mereka lebih benar jalannya daripada Nabi Muhammad dan para sahabatnya padahal mereka (kaum Yahudi) tahu bahwa ada kedustaan dalam perkataan mereka tersebut: (Maka Allah berkata kepada kaum Yahudi tersebut) Apakah kalian dengki kepada Muhammad dan para sahabatnya karena karunia yang telah Allah berikan kepada mereka? (Kemudian ath-Thabariy rahimahullah melanjutkan) Kami berpendapat bahwa perkataan inilah yang paling mendekati kebenaran karena sebelum ayat, ‘Ataukah mereka dengki kepada manusia lantaran karunia yang telah Allah berikan kepada mereka?’ adalah celaan Allah kepada kaum Yahudi yang berkata kepada orang-orang kafir dengan perkataan, ‘Mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman.’ Maka memaknai ayat, ‘Ataukah mereka dengki kepada manusia lantaran karunia yang telah Allah berikan kepada mereka?’ dengan celaan kaum Yahudi kepada kaum mukminin, dan memaknai ayat ini dengan pujian kepada kaum mukminin yang telah dicela oleh kaum Yahudi tersebut, adalah pendapat yang lebih utama, selama tidak ada dalil yang memalingkan makna ayat ini dari makna tersebut.”5

Maka, lihatlah bagaimana ath-Thabariy rahimahullah tidak memaknai kata “an-naas” (manusia) tersebut dengan makna zhahirnya yang umum, yaitu seluruh manusia, karena ada qarinah (petunjuk) yang menunjukkan bahwa maknanya hanya mencakup kaum mukminin. Lihatlah juga bagaimana ath-Thabariy rahimahullah tidak lebih menyempitkan lagi kata “an-naas” ini dari makna “kaum mukminin” karena tidak ada dalil yang dapat memalingkan maknanya ke makna yang lebih sempit.

Sampai di sini, kita dapat menyimpulkan bahwa ahli kitab itu dengki kepada kaum mukminin disebabkan karena keutamaan dan karunia yang Allah berikan kepada mereka, berupa risalah dan din. Kesimpulan ini kita dapat dari analisis terhadap dua kelompok ayat, yaitu ayat 109 surat al-Baqarah dan ayat 51-54 surat an-Nisa’. Masih banyak ayat-ayat lain yang menegaskan kesimpulan ini, di mana akan kami bawakan secara ringkas agar pembahasan kita tidak terlalu panjang. Ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut,6

وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّىٰ يَرُدُّوكُمْ عَن دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا ۚ وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَـٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۖ وَأُولَـٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Mereka tidak henti-hentinya memerangi kalian sampai mereka mengembalikan kalian dari agama kalian (kepada kekafiran) jika mereka sanggup. Barangsiapa di antara kalian yang murtad dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat. Mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.”(QS. al-Baqarah: 217).

يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّـهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّـهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ * هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka. Akan tetapi Allah justru menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang kafir membencinya. Dialah yang mengutus RasulNya dengan membawa ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih, agar Dia memenangkannya di atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik membencinya.”(QS. Ash-Shaff: 8-9).

وَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُوا فَتَكُونُونَ سَوَاءً

Mereka ingin supaya kalian menjadi kafir sebagaimana mereka kafir, sehingga kalian menjadi sama (dengan mereka) (QS. an-Nisa’: 89).

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَن سَبِيلِ اللَّـهِ ۚ فَسَيُنفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُونَ ۗ وَالَّذِينَ كَفَرُوا إِلَىٰ جَهَنَّمَ يُحْشَرُونَ

Sungguh orang-orang kafir menafkahkan harta-harta mereka untuk menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian itu akan menjadi penyesalan bagi mereka, kemudian mereka akan dikalahkan. Dan orang-orang kafir itu, ke dalam neraka Jahannamlah mereka akan dikumpulkan (QS. al-Anfal: 36).

مَّا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَلَا الْمُشْرِكِينَ أَن يُنَزَّلَ عَلَيْكُم مِّنْ خَيْرٍ مِّن رَّبِّكُمْ ۗ وَاللَّـهُ يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَن يَشَاءُ ۚ وَاللَّـهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ

Orang-orang kafir dari kalangan ahli kitab dan orang-orang musyrik itu tidak suka jika diturunkan kebaikan kepada kalian dari Rabb kalian. Dan Allah menentukan siapa yang dikehendakiNya untuk diberi rahmatNya. Dan Allah memiliki karunia yang besar” (QS. Al-Baqarah: 105).

كَيْفَ وَإِن يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ لَا يَرْقُبُوا فِيكُمْ إِلًّا وَلَا ذِمَّةً ۚ يُرْضُونَكُم بِأَفْوَاهِهِمْ وَتَأْبَىٰ قُلُوبُهُمْ وَأَكْثَرُهُمْ فَاسِقُونَ

Bagaimana bisa (ada perjanjian dari sisi Allah dan RasulNya dengan orang-orang musyrik), padahal jika mereka memperoleh kemenangan atas kalian, mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan kalian dan tidak pula mengindahkan perjanjian. Mereka menyenangkan hati kalian dengan mulut-mulut mereka, sementara hati-hati mereka menolak. Dan kebanyakan dari mereka adalah orang-orang fasik (QS. At-Taubah: 8).

إِن تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِن تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا ۖ وَإِن تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا ۗ إِنَّ اللَّـهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ

Jika kalian memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati. Tetapi jika kalian mendapat keburukan, maka mereka bergembira karenanya. Jika kalian bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka tidak akan mendatangkan kemadharatan sedikitpun kepada kalian. Sungguh Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan” (QS. Ali ‘Imran: 120).

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّـهِ وَأَنتُمْ تَشْهَدُونَ * يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَلْبِسُونَ الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ * وَقَالَت طَّائِفَةٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ آمِنُوا بِالَّذِي أُنزِلَ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَجْهَ النَّهَارِ وَاكْفُرُوا آخِرَهُ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Wahai ahli kitab, mengapa kalian mengingkari ayat-ayat Allah, padahal kalian mengetahui kebenarannya? Wahai ahli kitab, mengapa kalian mencampuradukkan yang haq dengan yang bathil dan menyembunyikan kebenaran padahal kalian mengetahuinya? Segolongan dari ahli kitab berkata (kepada sesamanya), ‘Perlihatkanlah (seolah-olah) kalian beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang yang beriman pada waktu awal siang, dan ingkarilah pada waktu akhirnya, supaya mereka (orang-orang yang beriman) kembali (kepada kekafiran)’” (QS. Ali ‘Imran: 70-72).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تُطِيعُوا الَّذِينَ كَفَرُوا يَرُدُّوكُمْ عَلَىٰ أَعْقَابِكُمْ فَتَنقَلِبُوا خَاسِرِينَ

Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian mena’ati orang-orang kafir, niscaya mereka akan mengembalikan kamu (kepada kekafiran), lalu jadilah kalian orang-orang yang merugi” (QS. Ali ‘Imran: 149).

Dari seluruh dalil-dalil yang tegas dan gamblang ini, dapat kita simpulkan bahwa kaum kafir secara umum dengki kepada kaum muslimin secara umum, dan mereka (kaum kafir) ingin dan terus berusaha untuk menjerumuskan kaum muslimin kepada kekafiran.

Lalu, bagaimana dengan pertanyaan-pertanyaan yang disebutkan di awal tentang ayat 120 surat al-Baqarah? Bagaimana kita mendudukkan ayat tersebut dengan ayat-ayat lain yang baru saja telah kita bahas secara panjang-lebar ini? Simak pembahasannya di bagian kedua dari tulisan ini, insyaAllah.

Wallaahu a’lamu bish-shawaab.

Birmingham, UK, 7 Jumaadaa al-Aakhirah 1437 H

***

Penulis: Andy Octavian Latief