SUARAKALTIM.COM- Di dalam sejarah Andalusia, tersebutlah seorang sufi bernama Abdullah al-Mughawiri. Beliau adalah seorang “syekh sufi” yang berasal dari Spanyol, negeri yang hari ini hanya dikenal dengan sepak bolanya. la tinggal di Alexandria Mesir hingga ia wafat pasca tahun 601 H.
Dalam kitabnya, Anwar al-Hidayah, Prof. Ibrahim Syihatih menjelaskan letak makamnya di Iskandariah, di dalam masjidnya di Hay daerah Jamrek.
Abdullah al-Mughawiri dulunya seorang buruh dari kota Sevilla. Ketika pasukan dinasti Muwahidun menaklukkan negerinya-situasinya genting dan penuh bahaya- banyak masyarakat yang menjadi korban. Di antaranya ada yang memilih untuk mengungsi. Termasuk Abdullah al-Mughawiri.
Baca : Rahasia Tidur Miring ke Kanan Anjuran Rasulullah Muhammad ﷺ
Di saat Abdullah dalam perjalan menuju tempat pengungsian ke wilayah negara lain, dia bertemu dengan seorang gadis cantik. Tentu saja kecantikan perempuan asal Spanyol tak diragukan lagi. Dari dulu hingga sekarang, Gusti Allah menganugerahi masyarakat Spanyol dengan ketampanan dan kecantikan.
Tidak ada riwayat yang menyebutkan nama gadis itu. Sebut saja namanya Belynda. Belynda pun ingin mengungsi namun dia dalam keadaan tak berdaya.
Di dalam kelemahannya tersebut, Belynda itu mengadu kepada Syekh Abdullah, “Kang, tolong bawa aku ke Sevilla dan selamatkan aku dari pasukan itu. Aku tak ingin jadi korban peperangan ini, Kang.”
Setelah berpikir sejenak, Abdullah memutuskan untuk menolong Belynda. Beliau menggendong perempuan itu di atas pundaknya lalu membawanya keluar dari wilayah bahaya. Ketika mereka berdua tiba di tempat sepi, Abdullah tersergap kecantikan Belynda.
Dia ingin berbuat tidak senonoh kepada Belynda. Beliau saat itu masih muda sehingga tubuhnya masih kekar dan darah mudanya menggebu. Termasuk syahwatnya.
Seketika gelegak nafsunya mendesaknya untuk menggauli Belynda. Namun sebisa mungkin Abdullah menahan dirinya. Akalnya menolak untuk berbuat jahat kepada Belynda. Abdullah takut kepada ancaman neraka. Dia pernah mendengarkan pengajian mengenai dosa bagi pelaku zina sehingga tak mau berbuat dosa.
Kendati demikian nafsunya menginginkan terus menginginkan Belynda. Hati dan akalnya terus memberontak. “Wahai nafsuku. Gadis ini amanah dalam genggaman tanganku. Dan, aku tak suka khianat. Kalau aku melakukannya, berarti aku mengkhianati. Keluarganya.” Gumam Abdullah.
Namun, nafsu terus membujuknya, seolah tak mau patuh pada akal dan hatinya sebelum dipenuhi. Tekat Syekh Abdullah sudah bulat. Ia tak mau kalah dengan nafsunya. Ketika beliau amat ketakutan dengan nafsunya, beliau pegang kemaluannya lalu menjepitnya dengan dua batu hingga terluka.
Syekh Abdullah mengatakan:
“Wahai nafsuku, waspadalah dengan neraka! Biar kau tak mendapat celaka.”
Abdullah pun berhasil mengalahkan nafsunya sehingga berhasil mengantarkan Belynda ke keluarganya. Selepas mengantarkan Belynda, beliau segera ia kembali bertobat kepada Allah. la pergi berhaji dan akhirnya menjadi tokoh yang tidak ada duanya pada zamannya. Beliau menjadi salah satu wali Allah swt.
Dari kisah ini kita dapat memetik pelajaran tentang keharusan laki-laki menahan nafsunya. Nafsu birahi bisa datang kapan saja dan kepada siapa saja.
Sungguh kesalahan besar bila menyalahkan perempuan bila ada kasus pelecehan seksual. Sebab bagaimanapun juga, jika seorang lelaki bisa menahan nafsunya, perempuan model bagaimanapun takkan mampu memicu lelaki untuk melakukan pelecehan baik secara verbal maupun perbuatan.
Kasus pelecehan seksual tidak akan terjadi bila lelaki benar-benar melaksanakan perintah Allah. Sehingga kasus pelecehan yang dilakukan oleh pemain sepak bola asing kepada salah satu penyanyi dangdut tanah air pun tak akan terjadi.
Kisah ini ditulis dengan baik oleh Al-Munawi di dalam kitab al-Kawakib ad-Duriyah fi Tarajum as-Sadah al-Sufiyah.
*/Pengajar di Institut Keislaman Abdullah Faqih Manyar Gresik, Jawa Timur. Menulis sejumlah buku bertema keislaman. Peneliti Farabi Institute