Mantan napi koruptor bisa saja maju jadi caleg, tapi apabila kembali korupsi bisa dijerat dengan pasal 2 dengan ancaman hukuman mati
Suara.com – Putusan Mahkamah Agung (MA) yang membolehkan mantan narapidana atau napi koruptor mencalonkan diri sebagai calon legislatif (caleg) memantik banyak reaksi. Khususnya dari kalangan pegiat anti korupsi Termasuk dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut penyidik senior KPK, Novel Baswedan, keputusan MA membolehkan mantan napi koruptor nyaleg tidak menimbulkan efek jera. Sebab, kata dia, seorang koruptor tidak mungkin melakukan aksinya pertama kali.
Menurut Novel, penangkapan tersangka korupsi oleh KPK bukan saat satu kali korupsi. Namun sudah terjadi berulang-ulang.
“Saya akan bicara sebagai orang yang konsen pada kasus korupsi, orang yang berbuat korupsi itu tidak pernah baru pertama kali berbuat. Artinya, ketika orang terungkap korupsi, kemungkinan besar sudah sering korupsi,” ujar Novel Baswedan di Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, Rabu (19/9/2018).
Pada awalnya, Novel sangat setuju dengan kebijakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang melarang mantan napi koruptor maju sebagai caleg. Bagi Novel, hal itu jelas dapat menjadikan negara bebas dari korupsi.
“Apakah kita mewakilkan diri kita pada seperti itu (mantan napi korupsi), kalau saya pribadi tidak, saya setuju dengan KPU,” Novel menegaskan.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang. Menurut dia, meski diperbolehkan oleh MA, dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi pada pasal 2 telah dijelaskan, seorang mantan narapidana korupsi, ketika melakukan korupsi kembali bisa dihukum mati.
“Kalau korupsi lagi bisa gunakan pasal dua yang bunyinya korupsi berulang bisa hukuman mati, mereka akan pikir-pikir kalau mau korupsi,” ujar Saut saat menghadiri kegiatan tour Bung Hatta Award di PKKH UGM, Senin (17/9/2018). sk-004/suara.com