Suara Kaltim – SAYA mencari-cari di google, tak ada foto Lukman Said, mantan Walikota Samarinda. Kemarin, saya menemukan foto beliau di sela-sela tumpukan kertas, yang mau saya bakar. Sayangnya sedikit rusak. Dan saya belum memperbaikinya melalui photoshop. Nanti akan saya carikan lagi foto yang bagus. Agar generasi baru bisa mengenal figur yang pernah memimpin Samarinda ini.
Dari Wikipedia yang saya buat ; Letkol H. Lukman Said adalah wali kota Samarinda , Kalimantan Timur yang ke 7, menggantikan H. Waris Husain yang menjabat 2 periode sebelum digantikan oleh H. Achmad Amins. Waris Husan menyerahkan jabatan Wali Kota kepada Lukman Said berdasarkan SK Mendagri No. 131.44.222 tanggal 20 Oktober 1995. Pemerintah kemudia mengeluarkan SK tentang Wali Kota yang didampingi Wakil Wali Kota. Lukman Said mengusulkan agar Drs H. Achmad Amins sebagai Wakil Wali Kota mendampingi dirinya. Usulan ini disetujui Mendagri sesuai dengan SK mendagri No. 132.44034 Tanggal 17 Februari 1998. Sebelumnya Achmad Amins adalah Asisten III Sekretaris Daerah. Lukman Said menjabat selama 5 tahun (1995-2000) dan digantikan H. Achmad Amins, yang kemudian menjabat selama 2 periode (2000-2005) dan (2005-2010).(sumber : Wikipedia).
***
Bagi saya pribadi, Pak Lukman Said adalah walikota yang ramah. Bagi sebagian orang mungkin, mengenal beliau sebagai walikota yang levelnya di atas tegas dan tak segan-segan main tampar, bila ada anak buahnya yang cara kerjanya “sangat bikin dongkol”.
Saya beruntung, termasuk wartawan yang sangat dekat dengan beliau. Bila hari Jumat, beliau tidak mau menerima tamu. Entah mungkin ada “alasan khusus” beliau. Saya tak pernah menanyakan. Saya hanya memperkirakan, mungkin hari Jumat jam kerja bagi pegawai negeri pendek dan bagi yang muslim bersiap untuk sholat Jumat. Di hari Jumat, saya biasa menemui beliau di ruangannya. Dan bila saya tak ada, beliau akan mencari saya, biasanya ke bagian Humas.
Lalu adakah sesuatu yang penting, sehingga beliau ingin ngobrol panjang lebar dengan saya, di setiap hari Jumat? Entah, bagi sebagian orang, mungkin juga bagi saya bukan sesuatu yang penting. Apa yang kami obrolkan? Tentang “ilmu tasawuf” mungkin. Saya perjelas, tasawuf secara umum saja. Atau tentang agama kami, Islam.
Dengan berdasarkan Islam itu, kami “sering berdebat”. Karena hari Jumat “waktu yang pendek” menjelang sholat Jumat, biasanya perdebatan tak selesai. Bikin penasaran. Mungkin, itulah salah satu penyebab, kenapa saya selalu dicari-cari sidin di setiap hari Jumat berikutnya.
Apakah perdebatan kami seru, hingga urat leher sampai keluar? Tidak. Saya tidak memposisikan diri sebagai “pokoknya berlawanan”. Sebenarnya, saya tipikal wartawan pelit bicara. Saat berdebat, atau sebutlah kata halus saja, berdiskusi, pak Lukman Said, yang lebih banyak bicara. Persoalannya ya macam-macam. Tentang permasalahan kota, lalu mengait ke “ilmu tasawuf” tadi. Misalnya, saya memulai melemparkan pertanyaan biasa; kenapa PSK (Pekerja Seks Komersial) begitu diperhatikan dan tidak dilegalkan saja lokasinya? Kenapa Pemkot Samarinda tidak berupaya “menyadarkan”, misalnya dengan membangun “tempat ibadah dan kegiatan keagamaan dan ketrampilan” tepat di sebelah sejumlah lokasi prostitsi? Dan seterus-terusnya. Penjelasan beliau panjang, bila sudah menyangkut tentang “tempat-tempat maksiat”. Dan tidak ingin dipublikasikan. Setiap hari Jumat. Bila pun tak ingin membicarakan tentang permasalahan kota, beliau memberikan “ceramah keagamaan” kepada saya. “ilmu agama yang tinggi”, saya menyebutnya “tasawuf”.
Di era beliau itu juga, akibat pemberitaan yang terus menerus, dengan didukung Kabag Humas H Fachruddin Djafrie, yang rajin mengajak tim pemkot untuk melakukan sidak, Hotel Sukarni ditutup. Pada saat “disegel”, hampir setiap hari saya memeriksa dan menuliskannya, sampai pemiliknya sepasang suami istri marah-marah.
Hal yang saya suka berteman dengan Walikota Lukman Said adalah tak ada jarak jabatan dan usia. Beliau menghargai saya. Saat dia tahu, saya muncul di depan ruangannya, dia bergegas menuju kulkas, mengambil minuman ringan ; “ sambil minum, Kita ngobrol bung” meletakkan Fanta atau coca cola di meja. Bila ngobrol, tangan beliau tak pernah lepas dari rokok. Asap rokok selalu mengepul-ngepul.
Di sela kami ngobrol, terkadang ada tamu yang masuk, selain pejabat dan staf Pemkot. Pernah ada kawan, yang minta sumbangan. Kawan itu dulu belum apa-apa, sekarang sudah menjadi “tokoh publik”.
“Tinggal saja dulu (proposalnya), bung. Biar Bung Jay yang ngurusnya,’’ beliau tak bermaksud mengusir. Ada perdebatan lebih besar “dari soal Negara” yang belum selesai. Hehehe.
Saya akan “buka”, biasanya bantuan dana, seperti ada kegiatan ke luar daerah dari suatu organisasi, termasuk organisasi mahasiswa, akan saya “ambilkan” dari tempat-tempat hiburan, tentu saja dengan membawa pesan atas nama dan sepengetahuan beliau.
Mungkin teman wartawan menyangka, setiap kali bertemu dengan Pak Lukman Said, keluar dari ruangannya, saya mendapat duit. Tidak. Saya juga tak pernah minta. Saya bisa mencari duit dengan cara saya sendiri. Bukankah berteman, tidak selalu karena uang?.
Banyak cerita tentang Pak Lukman Said ini. Di antara yang saya suka dan sependapat adalah beliau secara tegas menolak adanya pertambangan batu bara di Samarinda. Berkali-kali, pimpinan PT Lana Harita datang ke balaikota, tapi beliau tetap pada pendiriannya, tidak memberi izin. “Berani beroperasi, saya sikat,’’ kata beliau suatu hari kepada saya saat diajak berkeliling-keling Samarinda dalam satu mobil, di hari Jumat. Perdebatan tidak selalu di ruang walikota, tapi juga di mobil.
Sayangnya, di akhir-akhir menjabat saya jarang menemui beliau. Karena Pilkada, pertemanan menjadi renggang. Karena saya saat itu, satu-satu wartawan yg “tak independen”, dengan menjd “koordinator” tim sukses Achmad Amins – Syaharie Ja’ang, Saat itu (periode 2000-2005) walikota masih dipilih oleh anggota DPRD. alm. H. Achmad Amins saat itu Wakil walikota dan H. Syaharie Ja’ang saat itu Ketua Fraksi PDIP – Ketua Komisi D di DPRD Samarinda.
Semoga amal baik beliau, H. Lukman Said selama hidup di dunia diterima Allah SWT, amin yaa robbal alamin.
Mungkin kalian punya cerita atau kenangan tentang Lukman Said, mantan Walikota Samarinda?
Penulis : Akhmad Zailani