Program Prakerja Ditengarai Ambil Untung Di Tengah Penderitaan Rakyat

Jakarta, Suara Kaltim Online– Program Kartu Prakerja yang tengah diluncurkan pemerintah dinilai memiliki motif terselubung. Diduga ada upaya untuk mengutamakan kepentingan diri sendiri dan kelompok ketimbang kepentingan rakyat banyak.

Dugaan itu sebagaimana disampaikan Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (Cespels), Ubedilah Badrun saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (19/4).

“Saya mencermati ada kesalahan besar terjadi di Istana Negara. Tentu fenomena itu terjadi karena motif staf khusus ternyata lebih terlihat mengutamakan kepentingan dirinya,” terangnya.

Ubedilah lantas mencontohkan apa yang terjadi pada Ruang Guru perusahaan milik Stafsus Presiden, Adamas Belva Syah Devara. Perusahaan ini telah ditunjuk sebagai salah satu aplikator Kartu Prakerja, yang anggarannya ditaksir triliunan rupiah.

“Ini memprihatinkan, seperti ada pola akal-akalan anak-anak muda Istana,” kata Ubedilah.

Dia lantas merinci bahwa penerima Kartu Prakerja akan mendapatkan bantuan sebesar Rp 3.550.000. Dengan rincian biaya pelatihan sebesar Rp 1 juta, insentif setelah mengikuti pelatihan mendapatkan Rp 600 ribu per bulan selama empat bulan sehingga mendapatkan Rp 2,4 juta, dan insentif survei pekerjaan sebesar Rp 50 ribu per survei dengan total tiga kali survei sehingga total Rp 150 ribu.

Pengamat dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu mengatakan bahwa penerima manfaat kartu ini ada sebanyak 5,6 juta orang, sehingga biaya yang dikeluarkan menjadi sangat besar.

Namun demikian, dari rincian biaya pelatihan tersebut, akan banyak dana yang larinya ke perusahaan terkait. Sebab biaya pelatihan untuk pemegang Kartu Prakerja tak sebanding dengan bidang latihannya.

“Misalnya kursus pembuatan kue atau makanan biayanya Rp 600 ribu, kursus marketing bisnis di Facebook biayanya mencapai Rp 900 ribu. Tentu ini terkesan ambil keuntungan terlalu besar di tengah penderitaan rakyat akibat Covid-19,” ungkap Ubedilah.

Dengan demikian, kata Ubedilah, seharusnya Presiden Jokowi melakukan evaluasi total terhadap stafsusnya yang berasal dari kalangan milenial. Mereka harus sadar, jangan mengambil keuntungan pribadi dari jabatan yang diemban saat ini.[rmol]