Sertifikat Jokowi Harus Ditebus Rp 200 Juta, Nenek Ini Menangis

 

Warga RT 01, RW 05, Grogol Utara, Jakarta Selatan, Joe Toan Toan, 69 tahun, menunjukkan tangkapan layar (screen shot) sertifikat tanahnya, Jumat 8 Februari 2019, yang saat ini masih ditahan oleh pokmas atau kelompok masyarakat. TEMPO/Francisca Christy Rosana

FOTO. Warga RT 01, RW 05, Grogol Utara, Jakarta Selatan, Joe Toan Toan, 69 tahun, menunjukkan tangkapan layar (screen shot) sertifikat tanahnya, Jumat 8 Februari 2019, yang saat ini masih ditahan oleh pokmas atau kelompok masyarakat. TEMPO/Francisca Christy Rosana

www.suarakaltim.com– Terbongkarnya praktik pungutan liar (pungli) tak menyelesaikan masalah Naneh, warga Grogol Utara, Jakarta Selatan. Sertifikat tanah gratis dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang dibuat Pemerintahan Presiden Jokowi ternyata benar-benar tak gratis bagi nenek berusia 60 tahun itu.

Naneh diharuskan membayar senilai Rp 200 juta jika ingin memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan di atas tanahnya sekarang. Ini karena tanah yang didiami pemilik warung nasi di RT 2 RW 5 ternyata milik pemerintah daerah.

Besaran Rp 200 juta muncul dari hitungan uang pemasukan untuk daerah, rumusnya 25 persen kali luas tanah kali NJOP tahun berjalan menurut Pergub Nomor 239 Tahun 2015. “Saya enggak sanggup, saya mau batalkan saja,” kata Naneh sembari mengelap ekor matanya dengan kerudung, pada Rabu 13 Februari 2019.

Naneh tak sendiri. Sebut saja Joe Toan Toan dan Hengky Gunawan. Seluruhnya warga RW 5, Grogol Utara, hanya berbeda-beda RT. Usai uang pungutan dikembalikan, ketiganya tetap belum bisa menerima sertifikat Hak Guna Bangunan atas nama mereka.

Naneh, Hengky, dan Joe mengaku tak tahu-menahu dan merasa tak pernah diberi tahu tentang aturan eks tanah desa atau kota praja milik pemda dalam penyuluhan sebelumnya. Menurut Joe, “Tidak ada surat atau pemberitahuan yang menyatakan kami harus membayar pajak sebelum sertifikat terbit.”

Presiden Jokowi (tengah) didampingi Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil (kedua kiri), Seskab Pramono Anung (kiri), Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kedua kanan) dan Wali Kota Jakarta Selatan Marullah Matali (kanan) menghadiri Penyerahan Sertifikat Tanah Untuk Rakyat di Lapangan Ahmad Yani, Jakarta, Selasa, 23 Oktober 2018. ANTARA/Puspa Perwitasari

Joe, juga Naneh, hanya diberi kabar bahwa pembuatan sertifikat benar-benar gratis. Pungutan yang kemudian pernah ditarik juga disebut sekadar uang lelang pengurus RW.

Kini, setelah sertifikat tanah terbit namun ditarik kembali karena belum membayar uang pemasukan ke kas daerah, keduanya lantas merasa dijebak. Sebabnya, nilai uang yang harus mereka bayar tak tanggung-tanggung yakni mencapai ratusan juta.

Berdasarkan hitungan bersama Ketua Panitia Ajudikasi PTSL dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Marta Hamar Hudin, retribusi yang dikenakan untuk tanah Naneh senilai Rp 200 juta, sedangkan Joe Rp 500 juta. “Bisa memperoleh keringanan 50 persen bila mengurus surat keterangan tak mampu dari kelurahan,” kata Marta.

Naneh dan Joe tetap keberatan. Naneh bahkan dengan sedih meminta sertifikat dari program pemerintahan Jokowi untuknya itu dibatalkan saja.  TEMPO.co