Teungku Chik di Tiro, Pewaris Tiga Generasi Pengobar Perang Sabil (3)

Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman adalah ulama cerdas yang tak bisa dibohongi oleh retorika dan muslihat kata-kata pejabat Belanda. Ia bukan saja ulama yang disegani, tetapi juga arsitek jihad fi sabilillah di Aceh. Kedudukannya menjadi sangat penting. Ketika kepemimpinan perang dipimpin oleh Mangkubumi Habib Abdurrahman az-Zahir, dukungan ulama-ulama terutama Teungku Chik di Tiro menjadi sangat berarti. (Anthony Reid: 2005)

Pun ketika Abdurrahman az-Zahir akhirnya menyerah kepada Belanda, Sultan Aceh memberi kewenangan kepemimpinan pada Teungku Chik di Tiro. Oleh Sultan Aceh Muhammad Daud Syah ia diberi stempel ‘chap shikureueng.’ Stempel ini memberinya kedudukan sebagai pemimpin agama tertinggi di negeri itu.  (Anthony Reid: 2005)

 

Pengaruhnya memang tak tertandingi oleh ulama-ulama lain di Aceh. Sejarawan Anthony Reid menyebutnya ahli teori dan strategi perang suci yang cerdas. Sementara, Henri Carel Zentgraaff, jurnalis yang pernah menjadi tentara Belanda di Aceh menyebutnya sebagai orang yang mengorganisir perang sabil. Zentgraaff menilai seruan Teungku Chik di Tiro berdampak besar pada rakyat Aceh. (H.C. Zentgraaff: 1983)

Seruan Teungku Chik di Tiro pada pejabat Belanda menurut Zentgraaff “…ia dirumuskan persoalannya dengan sederhana sekali: Menganut agama Islam dan hidup berdamai dengan orang-orang Aceh atau diusir dari daerah itu secara kekerasan dengan ancaman: masuk neraka di akhirat.” (H.C. Zentgraaff: 1983)

Zentgraaff memang tidak salah. Bagi Teungku Chik di Tiro perlawanan terhadap kaum kaphe (kafir) bukanlah pilihan melainkan satu keharusan. Tawaran Belanda untuk berdamai dan menawarkan kedudukan sebagai mufti tak dipedulikannya. (Ibrahim Alfian: 2016)

Ia semakin berperan dalam perang Aceh ketika Habib Abdurrahman az-Zahir menyerah pada pemerintah Belanda. Sebagai ulama yang diangkat oleh Sultan sebagai pemimpin agama, membuat pengaruh Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman semakin menghujam ke rakyat. Sejak 1878, ia mendirikan basis perlawanan gerilya di Keumala. Ia menghabiskan sebagian besar waktunya berkeliling di pantai Utara dan di Aceh Besar. (Ibrahim Alfian: 2016).

BACA JUGA : 5 Ulama Terkenal yang Dipenjara Era Bin Salman

Ia berkeliling ke berbagai wilayah mengobarkan semangat agar rakyat melakukan jihad fi sabilillah memerangi kaphe penjajah. Lewat kenduri-kenduri ia menyerukan perlawanan. Bahkan seruan perlawanan ini disisipkan melalui hikayat seperti Hikayat Perang Sabil yang berisi kisah-kisah kepahlawanan dan ganjaran akan amal jihad. Kepada kaum muslimin yang tak bertempur Teungku Chik di Tiro mengumpulkan zakat untuk membiayai perlawanan kaum muslimin. (Ibrahim Alfian: 2016 dan H.C. Zentgraaff: 1983).

BACA JUGA : Imam Syafi’i, Ulama Hebat dari Kaum Quraisy

Ia juga memberi imbalan pada kaum muslimin yang berhasil merebut senjata dari kompeni. Satu hal yang paling penting, ia adalah otak di balik penyerangan-penyerang terhadap pos-pos militer Belanda. Kelompok mujahid di bawahnya asuhannya mendapat pelatihan berat yang menekankan pada latihan-latihan keagamaan. (Anthony Reid: 2005).

BACA SELANJUTNYA  :  Menerkam taktik defensif