www.suarakaltim.com– Setelah berakhirnya masa kekaisaran di Cina, umat Islam memiliki sejumlah tokoh yang menduduki jabatan penting, baik di masa pemerintahan Republik Cina maupun di era Republik Rakyat Cina (RRC). Ketokohan mereka yang paling menonjol adalah di bidang militer dan politik.
Ma Bufang
Letnan Jenderal Ma Bufang (1903-1975) adalah seorang panglima perang muslim terkemuku di Cina selama masa Republik Cina. Ma Bufang lahir di Monigou, sekitar 35 kilometer sebelah barat Kota Linxia.
Ma Bufang menerima pendidikan Islam sampai usia 19 tahun. Lalu ia menempuh karier di militer. Akhirnya Ma lulus dari Korps Pelatihan Qinghai.
Pada tahun 1932, Ma Bufang memimpin pasukan mengalahkan tentara Tibet pimpinan Dalai Lama ke 13, ketika Tibet mencoba untuk menyerang Qinghai. Ma Bufang membuat tentara Tibet kalang kabut dan beberapa kabupaten di Provinsi Xikang berhasil direbut kembali. Hingga akhirnya sebuah gencatan senjata ditandatangani untuk mengakhiri pertempuran.
Ma Bufang mendirikan Sekolah Menengah Kunlun dan merekrut mahasiswa Tibet, yang mengalami kehidupan militer yang keras. Ma ingin menggunakan mereka sebagai penerjemah. Dirinya memperluas domain militer atas tanah yang dihuni oleh warga Tibet.
Pada tahun 1936, atas perintah Chiang Kai-shek, dengan bantuan kekuatan sisa-sisa Ma Zhongying dalam kekuatan Gansu dan Ma Hongkui dan Ma Hongbin dari Ningxia, Ma Bufang dan saudaranya, Ma Buqing (1901-1977), memainkan peran penting dalam mengalahkan pasukan Zhang Guotao. Pada tahun 1937 Ma Bufang menjadi Gubernur Qinghai.
Pada bulan Agustus 1949, Tentara Pembebasan Rakyat Komunis Cina yang dipimpin oleh Jenderal Peng Dehuai mengalahkan tentara Ma dan menduduki Lanzhou, ibu kota Gansu. Ma melarikan diri ke Chongqing kemudian Hong Kong dan ke Arab Saudi bersama anggota keluarganya.
Ma Chungying
Ma Chungying atau Ma Zhongying (1910-1936) adalah salah satu tokoh gerakan perjuangan muslim di negeri Cina yang terpaksa melakukan perlawanan terhadap pemerintahan Dinasti Qing demi membela agama dan hak umat Islam.
Ia seorang pemimpin Islam yang amat disegani oleh pihak pemerintah Cina. Ia bersama-sama para pejuang Islam telah membantu menggulingkan pemerintahan Dinasti Qing dan membantu tumbuhnya sebuah negara yang bebas dan lebih demokratis.
Ma Chungying dilahirkan pada tahun 1910 di Linxia, dari suku Hui. Ida bergabung dengan milisi Islam pada tahun 1924, ketika berusia 14 tahun. Pada tahun 1929, ia mengikuti Akademi Militer Whampoa di Nanjing.
Disebutkan bahwa Ma Chungying adalah seorang panglima perang Dongan (Cina Muslim atau Hui), Provinsi Gansu, selama 1930 an. Dirinya pernah diangkat sebagai komandan divisi ke 36 (Tentara Revolusi Nasional), dan memerintahkan untuk menggulingkan Jin Shuren, Gubernur Xinjiang. Jin disalahkan karena memulai terjadinya konflik etnis dan agama serta munculnya praktik-praktik korupsi.
Pada bulan April 1934, Ma Chungying menyampaikan pidato di Masjid Id Kah di Kashgar, meminta kaum Uighur untuk setia kepada pemerintah Kuomintang di Nanjing. Ma mengecam Sheng Shicai sebagai boneka Soviat dan menegaskan kembali loyalitasnya kepada pemerintah Cina Nanjing.
Setelah tahun 1936, tidak terdengar lagi kabar tentangnya. Terdapat sejumlah versi mengenai hal ini. Ada yang menyebutkan bahwa Ma tewas dalam kecelakaan sebelum Perang Dunia II. Ada pula yang mengatakan bahwa Ma dibawa ke Moskow pada tahun 1936, dipenjara di kamp kerja paksa, lalu dieksekusi antara tahun 1937-1938. Menurut memomar Shical Sheng, “ Red Failure in Sinkiang” (1958), Ma bersama dengan seluruh stafnya dibunuh oleh Stalin di Moskow selama musim panas atau musim semi tahun 1937.
Perjuangan yang dipimpin Ma Chungying dan tokoh-tokoh muslim lainnya sebenarnya tidak memiliki maksud politik yang khusus selain pembelaan terhadap hak dan eksistensi umat Islam Cina.
Ma Fuxiang
Ma Fuxiang (1876-1932) adalah seorang dari etnis Hui, lahir di Linxia, Provinsi Gansu. Putra dari Qianling. Ma ini menerima pelatihan militer di sekolah militer di Gansu.
Berkat prestasinya yang menonjol, akhirnya Ma Fuxiang memimpin sejumlah besar pos militer di wilayah barat laut setelah pendirian Republik. Bahkan Ma berturut-turut menjadi Gubernur Qinghai (1912), Ningxia (1912-1920) dan Suiyuan (1920-1925).
Setelah berpaling ke Chiang Kaishek pada tahun 1928, ia diangkat menjadi Ketua Pemerintah Anhui pada tahun 1930. Ma terpilih menjadi anggota Komisi Nasional Pemerintah, dan kemudian ditunjuk sebagai Walikora Qingdao, sebuah kota khusus. Dia juga menjabat Presiden Komisi Mongolia-Tibet dan anggota Komite Eksekutif Pusat Kuomintang. Ma Fuxiang meninggal pada bulan Agustus 1932.
Diantara peperangan yang diikutinya adalah seorang kavelari melawan tentara Eropa Barat dalam pertempuran Langfang, mengalahkan mereka dan memaksa Eropa melarikan diri dengan kereta api. Ma juga menangkap seorang Mongol separatis di Baotou.
Ma Fuxiang banyak membangun sekolah dasar dan menengah bagi umat Islam di seluruh barat laut Cina. Ma Fuxiang percaya bahwa pendidikan modern akan mambantu Hui Cina membangun bangsa dan masyarakat yang lebih baik, sekaligus membantu Cina melawan imperialisme asing. Ma Fuxiang menyumbangkan dana sebesar seratus yuan setiap bulan untuk pendidikan sampai kematiannya. Ia juga mendirikan sebuah perpustakaan umum di Ningxia.
Ma Fuxiang meninggal dekat Liangshiang, 19 Agustus 1932, dalam perjalanan dari Chikungsan, dekat Hankow ke Beijing dimana ia menerima perawatan medis.
Ma Hongkui
Ia lahir pada tahun 1892 di Linxia, Ganzu. Ia seorang Hui, lulusan Akademi Militer Lanzhou dan menjadi komandan Angkatan darat dari Ningxia modern dan komandan dari Devisi 7 setelah pendirian Republik. Pada 1926 Ma Hongkui diangkat sebagai Komandan Tentara Rute Keempat dari Guominjun. Ma Fuxiang juga anggota dari Mongolia dan Komisi Urusan Tibet.
Ma Hongkui adalah seorang panglima perang terkemuka di Cina. Selama perang tahun 1930, Ma Hongkui berjuang untuk Chiang Kai-Shek dan diangkat menjadi Komandan Divisi ke 64. Setelah menangkap Tai’an, ia dipromosikan menjadi Komandan Angkatan Darat 15. Kemudian dari tahun 1921 hingga 1928 Ma Hongkui diangkat menjadi Gubernur Provinsi Ningxia dan berperang melawan pasukan komunis di daerah Shaanxi Ningxia untuk beberapa tahun selanjutnya sampai dengan invasi Jepang pada tahun 1937. Pada tahun 1938 hingga 1945 dirinya duduk sebagai Pejabat Komandan Korps Umum ke 81 serta menjadi Panglima Angkatan darat Ketua Grup 17 (1940-1941).
Setelah berakhirnya perang dunia II, perang saudara Cina pecah. Ma Hongkui berjuang untuk melawan komunis. Ma Hongkui telah melakukan kontak dengan pemimpin Kazakhstan Ospan Batyr: Ma Hongkui dan tentara muslim memerintah mayoritas non muslim dari sekitar 750.000 orang di Ningxia.
Pada tahun 1949 komunis memenangkan perang. Ma Hongkui melarikan diri ke Guangzhou (Kanton) dan kemudian ke Taiwan. Karena ia gagal mengalahkan pasukan komunis di daerah pertahanan, ia kemudian pindah ke San Fransisco, Amerika Serikat.
Pada bulan Desember 1950, Ma pindah ke Los Angeles dan meninggal pada 14 Januari 1970.
Ma Qi
Ma Qi (1869-1931) berasal dari etnis Hui. Ia lahir pada tahun 1869 di Daohe, sekarang bagian dari Linxia, Gansu. Dia seorang panglima perang muslim Cina di awal abad ke 20.
Selama Revolusi Xinhai, pasukan Ma Qi mudah dikalahkan oleh revolusioner Gelaohui di Ningxia. Ketika kaisar turun tahta, Ma Qi menyatakan dukungan terhadap Republik Cina. Berbeda dengan kaum Mongol dan Tibet, kaum muslimin menolak memisahkan diri dari Republik Cina. Ma Qi menggunakan kekuasaan diplomatik dan militer untuk membuat Tibet dan bangsawan Mongol mengakui pemerintahan Republik Cina.
Pada tahun 1915, Ma Qi membentuk Tentara Ninghai di Qinghai. Setelah muncul kerusuhan etnis antara muslim dan Tibet pada tahun 1918, Ma Qi mengalahkan Tibet. Pada tahun 1925, pemberontakan Tibet pecah, dan ribuan oran Tibet mengusir muslim. Ma Qi memimpin 3000 pasukan muslim Cina untuk merebut kembali Labrang.
Ma Qi kemudian menjadi Gubernur Qinghai (1915-1928) sebagai pemimpin pertama dari pemerintahan Qinghai (1929-1931). Ma meninggal pada tanggal 5 Agustus 1931 di Xi’an Provinsi Shaanxi.
Ma Hu-Shan
Ma Hu-Shan (1910-1954) adalah saudara tiri dan pengikut Ma Chungying. Ia memerintah wilayah Xinjiang selatan, yang oleh barat dijuluki Tunganistan. Dia berjuang demi kebebasan Tunganistan.
Saat Invasi Soviet di Xinjiang, Ma Hushan berperang melawan Tentara Merah Rusia dan pasukan Rusia Putih dan mengalahkan mereka dalam pertempuran.
Setelah pasukan Ma dikalahkan oleh Sheng Shicai dari Soviet, Ma melarikan diri ke India. Hingga kemudian ia kembali ke Provinsi Qinghai, Cina, pada tahun 1938. Ma memimpin perjuangan Kuomintang Islam di Cina (1950-1958) secara gerilya. Di ditangkap pada tahun 1954 dan dieksekusi di Lanzhou.
Bai Chongxi
Bai Chongxi lahir pada tanggal 18 Maret 1893 di Guilin, Guangxi dengan nama kehormatan Jiansheng. Nama muslimnya adalah Omar Bai Chongxi. Bai dan istrinya memiliki 10 anak, 3 perempuan dan 7 laki-laki.
Dia adalah seorang jendral Revolusioner Nasional tentara Republik Cina (RNTRC). Tokoh muslim beretnis Hui ini pernah juga menjabat Menteri Pertahanan Nasional Republik Cina (1946-1949).
Sebelumnya, Bai adalah seorang panglima perang yang bertugas di sekitar Provinsi Guangxi. Ia memiliki dan memimpin pasukan sendiri dan mengatur Guangxi secara otonom.
Selama Ekspedisi Utara (1926-1928), Bai menjabat sebagai Kepala Staf Tentara Revolusioner Nasional. Kemenangan demi kemenangan perang diraihnya. Strategi perang yang diterapkannya adalah kecepatan, manuver dan kejutan untuk mengalahkan pasukan musuh meskipun jumlah mereka lebih besar. Dia juga menaklukkan Hangzhou dan Shanghai pada tahun 1927.
Dari 1930 sampai 1936, Bai berperan penting dalam Rekonstruksi Guangxi yang menjadi “ model” provinsi dengan pemerintahan progresif. Dalam menghadapi peperangan dengan Jepang, Guangxi memiliki lebih dari 900.000 tentara.
Pada tanggal 4 Agustus 1937, Bai kembali bergabung dengan Pemerintah Pusat atas undangan dari Chiang Kai-Shek. Selama perang Sino-Jepang (1937-1945), dia menjabat Wakil Kepala Staf Umum, yang bertanggung jawab untuk operasi dan pelatihan. Dia menyakinkan Chiang untuk mengadopsi strategi “Total War”. Bai juga menegaskan bahwa semua muslim Cina pun wajib berjihad melawan Jepang. Selama perang Bai menyatukan Han (non muslim) dan Hui (muslim).
Bai juga terlibat dalam kemenangan di Pertempuran Tai’erzhuang di Provinsi Shandong pada musim semi tahun 1938, ketika ia bekerja sama dengan Jenderal Li Zongren. Selanjutnya ia diangkat menjadi Panglima Bidang Eksekutif Kantor Dewan Militer di Guilin. Pada bulan Juni 1946, Bai diangkat sebagai Menteri Pertahanan Nasional. Tahun 1951, Bai Chongxi berpidato kepada seluruh dunia muslim menyerukan perang melawan Rusia.
Bai memiliki reputasi sebagai ahli strategi militer yang terkenal. Hal ini diakui oleh Evans Carlson, seorang Kolonel Angkatan Darat Amerika Serikat. Bahkan Edgar Snow menyebutnya sebagai salah satu komandan yang paling cerdas dan efisien di dunia.
Bai wafat tanggal 1 Desember 1966 dan dimakamkan secara militer di Pemakaman Muslim di Taipei, Taiwan. Sebelum kematiannya dia pernah menjadi Ketua Nasional Keselamatan Federasi Islam Cina dan Asosiasi Muslim Cina.
Hui Liangyu
Dalam dunia politik, tokoh muslim pun ternyata ada yang pernah tampil dipemerintahan RRC. Meskipun jumlahnya hanya satu atau dua orang saja, tetapi ada diantaranya yang malah termasuk menduduki posisi puncak di pemerintah. Hui Liangyu adalah orang yang dimaksud.
Lelaki dari etnis muslim Hui kelahiran Oktober 1944 di Yushum Changchun, Jilin ini, sejak tahun 2003 menjadi Wakil Perdana Menteri RRC dan bertanggung jawab atas sektor pertanian di negerinya. Dari tahun 1961 hingga 1964, Hui Liangyu menjadi siswa sekolah pertanian di Provinsi Jilin. Pada tahun 1964 hingga 1968 ia bekerja di Biro Kepegawaian Pertanian.
Dalam kancah politik, Hui Liangyu bergabung dengan Partai Komunis Cina pada bulan April 1966 dan mulai bekerja pada bulan Agustus 1964. Sejak tahun 1969, dirinya bekerja untuk Partai Komunis dan Pemerintah Cina dalam berbagai jabatan. Kemudian ia naik ke keanggotaan penuh dalam Komite Sentral Biro Politik dari Partai Komunis sejak November 2002. Hui Liangyu juga menjadi Ketua Partai Komunis Cina di Provinsi Jiangsu (2000-2002)
* Ensiklopedia Peradaban Islam Cina Muslim. Muhammad Syafii Antonio, M.Sc. Cetakan 1. Tazkia Pubhlising. 2012