Tradisi Malam Natal di Manado, Pasang Lilin, Nyalakan Roket hingga Bawa Kue ke Kuburan

 

MANADO, Suara Kaltim Online – Sehari menjelang hari Natal, sudah menjadi tradisi bagi umat kristiani di Manado untuk melakukan ziarah kubur. Mulai pagi hingga malam hari mereka melaksanakan tradisi bersih-bersih kubur.

Usai bersih-bersih, warga kemudian meletakkan bunga warna warni di atas kubur sanak-saudara mereka. Saat malam tiba, warga kembali mendatangi kompleks pekuburan dan menyalakan lilin, bahkan ada yang meletakkan beberapa macam kue natal di atas nisan.

“Kue natal diletakkan di atas nisan, dipercaya keluarga yang sudah meninggal ikut menikmati sukacita bersama,” ujar Ronald Markus kepada okezone, Selasa (24/12/2019).

Tradisi Natal Manado

 

Selain pasang lilin, warga juga turut mendoakan keluarganya yang sudah meninggal. Ada juga yang menyalakan petasan jenis roket, membuat suasana kuburan jadi ramai dan tidak terkesan angker lagi.

Tradisi tersebut sudah dilakukan sejak lama saat menyambut malam Natal. Menyimpan makna kultural, filosofis dan teologis sebagai bentuk pengormatan anak keturunan terhadap leluhurnya sekaligus pengakuan terhadap Sang Khalik.

Budayawan Minahasa Fredy Wowor mengatakan bersih-bersih, bawa bunga pasang lilin, ketika membersihkan kubur mengacu pada penyucian. Menyucikan atau mengembalikan pada kedudukan yang semula.

“Di awal kan makam leluhur itu bersih. Kemudian seiring waktu, ditumbuhi semak, kotor, jadi dibersihkan,” kata Wowor.

Kalau bunga itu simbol keindahan, puncak cita rasa. Itu hanya bisa dirasakan orang yang berbahagia. Ini simbol, orang yang datang adalah orang yang bahagia. Orang itu bahagia untuk bertemu dengan orang yang dicintai, disayangi, dirindukan. Itu simbol kedekatan. Gambaran keakraban dan kedekatan. Makna simbolik dari itu adalah bunga.

“Refeleksinya, betapa bahagianya orang yang datang itu. Dan ia tidak datang karena diperintah tapi karena rasa bahagia,” ujarnya

Kemudian lampu-lampu atau juga lilin bermakna datang dengan niat dan hati yang bersih. Tidak ada kata-kata yang mau disembunyikan. Datang tidak sembarangan tapi dengan niat yang tulus. Kita tidak datang di gelap-gelap.

Di sisi lain, itu simbol penunjuk jalan bahwa kita masih mengingat leluhur. Dengan mengingat leluhur, kita mengingat ajaran-ajaran mereka yang luhur,” jelas akademisi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sam Ratulangi Manado itu.

Subhan Sabu/oz