Jakarta, SUARAKALTIM.COMWakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, terkenal dengan kritis tajamnya kepada pemerintah, termasuk juga ke Presiden Jokowi. Namun kali ini Fahri membela keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait penolakan salah satu poin yang tidak ada dalam draf revisi UU KPK. Poin tersebut adalah penyadapan harus meminta izin ke pengadilan terlebih.
Dia menjelaskan, poin penyadapan itu sebenarnya sudah menjadi perdebatan saat revisi dalam tahap pembahasan di Badan Legislasi (Baleg DPR). Dalam perdebatan itu, ada fraksi yang menganggap poin tersebut adalah bagian dari criminal justice system secara tepat, maka setiap penyadapan harus izin kepada pengadilan.
Selain itu, fraksi yang menginginkan KPK independen menyarankan agar penyadapan yang dilakukan KPK atas izin Dewan Pengawas (Dewas). Saran inilah yang kemudian disetujui oleh Jokowi.
“Poin-poin yang disampaikan Pak Jokowi itu ada dalam perdebatan. Karena itu dia bisa berbeda DIM nanti dengan DPR. Jadi bukan nggak ada. Memang semua ada dalam perdebatan,” kata Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Senin (15/9).
Fahri mengatakan, tidak tepat jika Jokowi dianggap berbohong. Ini karena tidak menyetujui penyadapan KPK bisa dilakukan jika ada izin pengadilan.
“Jadi nggak benar kalau dianggap Pak Jokowi berbohong atau apa. Memang ada perdebatan (saat pembahasan revisi UU KPK),” ucapnya.
Kemarin, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengomentari poin tersebut. Menurut ICW, Jokowi tak cermat lantaran menolak soal penyadapan KPK harus seizin pengadilan.
ICW menjelaskan, terkait penyadapan atas izin pengadilan tidak ada dalam draf revisi UU KPK. “(Dalam draf revisi UU KPK) penyadapan di internal hanya melalui dewan pengawas,” ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, di Jakarta, kemarin.
EP/foto antara