Ustadz Abu Bakar Baasyir Batal Bebas, Karena Campur Tangan Australia?

 
 
 

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerima kunjungan resmi Perdana Menteri Australia Scott Morrison di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat (31/8/2018). (Suara.com/Dwi Bowo Raharjo)

Scott Morrison tampak berhati-hati dalam menyikapi urungnya Abu Bakar Baasyir bebas dari penjara

 

SUARAKALTIM.COM – Terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir batal bebas dari penjara karena enggan menandatangani dokumen setia kepada Pancasila dan NKRI. Hal ini memicu tanggapan beragam dari sejumlah kalangan di dalam negeri. Bahkan termasuk juga Perdana Menteri Australia Scott Morrison .

Mengutip petikan wawancara jurnalis Australian Associated Press di New South Wales,Australia dua hari lalu, PM Australia Scott Morrison mengatakan, amat menghormati sistem peradilan di Indonesia. Ia sangat menyadari bahwa sistem peradilan Indonesia adalah sepenuhnya urusan Pemerintah Indonesia.

“Saya juga dapat meyakinkan warga Australia bahwa pemerintah kita, dan saya sendiri khususnya, telah konsisten dalam menyampaikan pandangan kami tentang perasaan kami mengenai masalah yang sangat penting ini, dan kepekaan yang sangat nyata baik bagi mereka yang terluka parah pada malam itu (merujuk pada insiden bom Bali 2002) dan 88 warga Australia yang terbunuh malam itu,” ujar PM Australia Scott Morrison.

Scott tampak berhati-hati dalam menyikapi urungnya Abu Bakar Baasyir bebas dari penjara. Lagi-lagi, ia mengaku amat menghormati kedaulatan Pemerintah Indonesia terkait Abu Bakar Baasyir.

“Saya tidak ingin mengatakan apa-apa lagi tentang itu. Saya benar-benar menghormati kedaulatan Pemerintah Indonesia atas masalah-masalah ini dan saya menghargai sifat hubungan kami dengan cara kami yang dapat berhubungan secara konstruktif dengan rasa hormat,” ujar sang perdana menteri.

Bantah Ada Tekanan Asing

Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (tengah) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat , Jumat (18/1). [ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya]
Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma’ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (tengah) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat , Jumat (18/1). [ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya]

Sebelumnya, Kepala Staf Presiden Moeldoko membantah penyebab pemerintah urung membebaskan terpidana terorisme Abu Bakar Baasyir karena ada tekanan dari Perdana Menteri Australia Scott Morrison.

Menurut Moeldoko, Indonesia merupakan negara berdaulat dan tidak bisa diintervensi oleh siapapaun termasuk Australia.

“Ngarang saja, apa urusannya?. Kita negara berdaulat kok ditekan-tekan, memangnya siapa Australia?,” ujar Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/1/2019).

Mantan Panglima TNI itu menyebut pengkajian ulang pembebasan Baasyir bukanlah karena tekanan PM Australia.

Menurutnya, rencana pembebasan Abu Bakar Baasyir baru pernyataan sepihak dari Penasehat Hukum Jokowi yakni Yusril Ihza Mahendra. Sebab, kata Moeldoko, pemerintah belum memutuskan terkait rencana bebasnya Baasyir.

“Nggak. Itu kan baru pernyataan sepihak dari Pak Yusril, belum jadi keputusan negara. Jadi banyak yang salah mengartikan seolah-olah itu menjadi keputusan final dari presiden,” ucap dia.

Abu Bakar Baasyir sebelumnya didakwa terkait insiden bom Bali tahun 2002 yang menewaskan lebih dari 200 orang dan dijatuhi hukuman 2,5 tahun penjara.

Namun hukuman itu dibatalkan dalam sidang banding dan ia dibebaskan pada tahun 2006. Abu Bakar Baasyir kembali ditahan karena peranannya dalam pelatihan militer kelompok teroris di Aceh.