Utang Pemerintah Tembus Rp 4.000 T, Benarkah Demi Infrastruktur?

JAKARTA, SUARAKALTIM.com – Utang pemerintah yang tembus Rp 4.000 triliun nampaknya diragukan jika benar-benar digunakan untuk membangun infrastruktur.

Peneliti senior di Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengatakan pembangunan infrastruktur sebenarnya lebih banyak mengandalkan pembiayaan dari dana internal BUMN yang mendapat penugasan pembangunan.

“Ternyata terbukti sekali bahwa tidak benar apa yang dikatakan oleh Pak Darmin yang mengatakan tak utang tapi pembangunan infrastruktur lambat. Terbukti bahwa utang itu relatif kecil hubungannya dengan pembangunan infrastruktur,” kata Faisal di kantor Indef, Jakarta, Rabu (21/3/2018).

 

Menurut dia, infrastruktur yang sedang gencar dibangun oleh negara melalui BUMN kebanyakan berasal dari dana masing-masing perusahaan tersebut. Bukan berasal dari utang yang diambil pemerintah langsung.

“Itu LRT APBN cuma Rp 1,6 triliun, selebihnya disuruh Adhi Karya yang mencari. Pembangunan transmisi listrik, dulu di APBN sekarang PLN yang bangun. Jadi infrastruktur makin banyak dibiayai oleh utang yang kita maksud (utang yang ditarik BUMN),” jelas dia.

 

Utang pemerintah per Februari 2018 tercatat sebesar Rp 4.034,8 triliun atau meningkat 13,46% jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2017. Rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 29,24%.

Pemerintah mengklaim, meningkatnya utang pemerintah adalah dampak dari belanja negara yang terus meningkat. Sayangnya, kata dia, jika dilihat secara struktural tidak ada perubahan yang signifikan dari belanja pemerintah, khususnya untuk belanja modal. Yang meningkat pesat justru belanja pegawai dan belanja barang.

“Jadi utang itu digunakan lebih banyak untuk meningkatkan pos lain termasuk belanja pegawai. Ini bukan jaman orde baru lagi, kalau orba utang dipakai seluruhnya untuk pembangunan. Sekarang utang dipakai umum, generik. Jadi nggak bener nih (pernyataan soal utang untuk bangun infrastruktur),” jelas dia.

Sementara itu, peneliti di Indef Rizal Taufikurahman mengatakan infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah hanya mengakomodasi untuk penumpang saja, bukan barang.

“Tentu saja projek infrastruktur boleh saja, mestinya membangun infrastruktur pilih dulu, misalnya ada industri yang tumbuh bagus, itu dong yang didorong infrastrukturnya, agar hilirisasinya jalan, angkutan daratnya perlu. Misalnya yang dibutuhkan Kereta Api untuk angkut barangnya, kenapa gak itu,” kata Rizal.

 

“Ini kan nampaknya semua seragam, jalan tol, angkutan darat, angkutan penumpang. Coba bayangkan jalan tol yang dibangun sampai Surabaya dan Wonokromo itu orang nggak mau masuk tol karena mahal, padahal itu angkutan barang, mending ke jalan yang lama, kan itu contoh kecil, kenapa infrastruktur itu tidak efektif, yang dibangun tidak mendekati dengan industri,” tambah dia. 

BACA PULA

Utang Indonesia Diproyeksi Tembus Rp 7.000 T

 

sk-003/detik.com