UU MD3 Penguat DPR Agar Tak Tersandera Pemerintah

 
 
JAKARTA, SUARAKALTIM.Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DRPD (UU MD3) hasil revisi dipersoalkan. Diantaranya terkait Pasal 73 yang menambahkan frase “wajib” bagi polisi membantu memanggil paksa pihak yang diperiksa DPR namun enggan datang.
 

“Justru harusnya kita dukung. Aturan ini penting agar tidak ada pihak yang bila dipanggil wakil rakyat menganggap remeh bahkan tidak hadir. Wakil rakyat harus punya wibawa serta harus kuat sehingga dapat menjalankan fungsi legislasinya,” kata politisi Gerindra Jakarta, Bastian P. Simanjuntak kepada redaksi, Jumat (16/2).

Dikatakan dia, aturan tersebut bisa jadi penguatan DPR/DPRD agar tidak tersandera pemerintah. Eksekutif tidak boleh absolute power sehingga DPR yang akan menjadi penyeimbang kekuatan.

Selain itu, kata dia, revisi UU MD3 sangat perlu dilakukan agar KPK bisa dan boleh ditanya terkait kinerjanya. KPK tak boleh lagi mangkir dan enggan bila dipanggil DPR. Penguatan ini bukan berarti anggota DPR tidak bisa tersentuh hukum, akan tetapi agar lembaga DPR dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

“Penguatan kelembagaan DPR bukan penguatan terhadap individu anggota DPR. Kita harus berpikir positif,” kata Bastian.

Dia menambahkan pasca reformasi, lembaga DPR posisinya semakin lemah sementara pemerintah pusat (eksekutif) malah semakin kuat. Padahal pengawas harusnya lebih kuat dari yang diawasi bukan malah sebaliknya sebagaimana yang terjadi selama ini. DPR sebagai pengejawantahan suara rakyat harus lebih kuat dari pengguna uang rakyat (eksekutif) sehingga dapat meminimalisir penyelewengan APBN.

“Jika ada oknum anggota DPR melakukan korupsi, harus dipahami bahwa itu bukan DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat akan tetapi individu. Misalnya ada oknum DPR terlibat dalam kasus korupsi dalam perumusan UU MD3, oknum tersebut masih bisa tersentuh hukum namun harus melalui tahapan-tahapan sehingga kewibawaan DPR sebagai lembaga tetap terjaga,” tukasnya.

sk-001/rmol.com/foto bidiknusantara.com