SUARAKALTIM.COMBaru-baru ini di media sosial tengah viral isi chat di sebuah grup WhatsApp. Dalam grup tersebut, ada seorang tenaga kesehatan yang mengatakan baru saja mendapatkan pasien perempuan yang masih polos tentang pelajaran atau sex education. Pasien mengatakan dia sudah sering melakukan hubungan seksual dengan pacarnya lantaran ingin membantu menyembuhkan.
Pacar pasien perempuan tersebut mengatakan jika tubuhnya memiliki banyak sel darah putih yang harus dikeluarkan dan caranya melalui hubungan seksual. Padahal yang dimaksud sel darah putih itu adalah sperma. Melihat kepolosan pasien perempuan, seorang pengguna Twitter dengan username @CatGoldwynMyr menekankan pentingnya sex education.
Tak bisa dipungkiri pembicaraan mengenai hal-hal berbau seksual atau sex education hingga saat ini masih dipandang tabu. Bukan hanya di Indonesia, banyak pula orangtua maupun guru di berbagai negara yang merasa canggung ketika harus membicarakan tentang seksualitas kepada anak-anaknya. Padahal, pemahaman yang benar tentang seksualitas memberikan banyak manfaat.
Sejumlah ahli mengatakan sex education sangat dibutuhkan di zaman sekarang ini dimana informasi bisa diakses dengan sangat mudah melalui internet. Pemahaman yang salah tentang seksualitas pada anak dapat berdampak buruk. Namun, pelajaran tentang seksualitas pun tak cukup hanya sekadar pembicaraan tentang alat kelamin, sistem reproduksi, dan hubungan seksual.
Menurut direktur eksekutif PS The Children, Mariza Abdulkadir, sex education pada anak-anak tak cukup hanya sekadar informasi umum. Mereka perlu mendapat pembekalan informasi tentang cara melindungi diri sendiri. Ada kebutuhan pada anak-anak mengenai informasi tentang seks aman seperti pendidikan seks yang komprehensif.
“Pendidikan seks komprehensif telah terbukti efektif dalam menurunkan kehamilan remaja dan masalah kesehatan seksual lainnya,” kata Mariza seperti yang Okezone kutip dari The Star, Sabtu (2/11/2019).
Hal senada diungkapkan oleh direktur eksekutif Women’s Aid Organization, Sumitra Visvanathan. Dirinya setuju bila akses ke pendidikan seks yang komprehensif dapat bekerja untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan.
“Sex education yang berhasil jika dilakukan sesuai usia. Hal ini meningkatkan seks aman dan menunda aktivitas seksual di kalangan remaja. Tidak ada bukti bahwa pendidikan seks meningkatkan aktivitas seksual, ” kata Sumitra.
Sementara itu, menurut Voice of the Children, sex education yang diberikan kepada anak-anak kurang memadai sehingga pelajarannya tidak sampai. Anak-anak hanya sekadar mengetahui tentang kesehatan reproduksi yang tidak berdampak pada perilaku seksual.
Anak-anak perlu mendapatkan informasi tentang bahaya kehamilan di usia remaja. Sebab terbukti, anak-anak yang ketika dewasa baru hamil setelah menikah telah mendapatkan akses ke informasi perawatan kesehatan, keluarga berencana, dan kesehatan reproduksi seksual yang lebih baik.
Tiara Putri/lustrasi (Foto : Thestar)/oz